Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Proxy War: Ahoker Diinstall PKI, Jokowi Terancam Di-Soekarno-kan

Diperbarui: 16 Mei 2017   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden RI Joko Widodo masih terus disasar untuk digulingkan. Pola yang digunakannya masih sama dengan yang dipraktekan sebelumnya, yaitu dengan menciptakan konflik sosial. Pola ini terbilang klasik, sebelumnya pemerintah Belanda menggunakan politik devide et impera untuk menguasai Indonesia. Jurus klasik ini kembali dipraktekkan lewat proxy war.

Situasi nasional diperkirakan akan terus memanas jelang 20 Mei 2017. Sejumlah potensi konflik dapat meletus kapan pun di mana pun. Potensi konflik ini semakin menguat seiring dengan semakin mengerasnya polarisasi yang tercipta sejak 2014. Polarisasi di antara bangsa Indonesia inilah yang akan mengembalikan situasi nasional ke masa tahun 1965-an.

Upaya polarisasi itu sudah terjadi sejak Pilgub DKI 2012. Ketika itu, pendukung Jokowi-Ahok dicap sebagai kafir. Selanjutnya, pada Pemilu 2014 stempel kafir, anti-Islam, dan lainnya pun disematkan kepada pendukung Jokowi. Hanya saja, Jokowi bukanlah sosok ideal untuk dijadikan “pintu masuk”.

Sebenarnya, saat Pemilu 2014 sudah terjadi upaya pengkotakan antara Islam dan non-Islam. Celakanya pengkotakan itu juga dipropagandakan oleh relawan pendukung Jokowi. Lewat akun twitter “resminya”, kelompok relawan pendukung Jokowi ini mengatakan, (kurang lebih) “Kalau Jokowi menang, Islam akan dihabisi.”

Di-install-nya lagi Software PKI ke Dalam Ahoker

PKI memang sudah tidak ada lagi. Dan, sebelum TAP MPRS No. 25 Tahun 1966 dicabut, PKI atau partai yang berideologikan kumunisme tidak akan terbentuk lagi. Namun demikian, bukan berarti praktek politik ala PKI terkubur begitu saja. Karena dari sejumlah peristiwa yang belakangan terjadi nampak jelas jika pola-pola PKI yang mengancam keutuhan Indonesia itu kembali dipraktekkan.

Untuk memudahkan upaya memecah bangsa, pola-pola ala PKI itu di-install-kan ke dalam kelompok yang saling bersitegang. Dari, dari dua kelompok yang besar yang terpolarisasi, karakter pendukung Ahoklah yang paling mendukung “software” PKI ini.  

Software PKI ini nampaknya sudah begitu terintegrasi ke dalam kelompok Ahoker. Sehingga secara otomatis, Ahoker dapat menjalankan pola-pola seperti yang pernah dipraktekkan oleh PKI di masa jayanya.

Semenjak Ahok menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi yang terpilih sebagai Presiden RI, para Ahoker mulai menyebar sejumlah propaganda yang sangat mirip seperti yang pernah dilakukan oleh PKI.

Pada masa jayanya, PKI memposisikan dirinya sebagai kelompok yang bersih dari korupsi. Pada saat yang bersamaan, PKI gencar mempropagandakan “Tujuh Setan Desa” untuk menstempel lawan-lawan politik yang diposisikannya sebagai koruptor. Demikian juga dengan Ahoker. Ahoker membangun opini jika Ahok dan kelompoknya bersih dari kasus korupsi dan sangat anti-korupsi. Sebaliknya, stempel koruptor disematkan Ahoker kepada kelompok yang diposisikannya berseberangan.

Sama seperti pola PKI dengan konsep “Jalan Baru” yang digagas oleh DN Aidit, Ahoker mempropagandakan kelompoknya sebagai kelompok nasionalis, pembela Pancasila, penentang kekerasan, pendukung demokrasi, dan lain sebagainya. Pola PKI ini dijiplak oleh Ahoker.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline