Sore itu, 13 Juni 1998, dua kesebelasan bertemu di bakak penyisihan Piala Dunia 98 Perancis. Spanyol melawan Nigeria. Dengan penuh kepercayaan diri yang tinggi kesebelas pemain nasional Spanyol menginjakkan sepasang kakinya di atas rumput hijauh Stade de la Beaujore, Nantes.Sementara lawannya tidak mau kalah, kesebelas pemain asal negara Afrika tersebut mencoba mengimbangi kepercayaan diri para pemain asal tanah Eropa tersebut dengan berbagai cara. Ada yang memasang raut
wajah tegang. Ada yang masuk sambil melebarkan senyumnya. Ada jugayang masuk stadiun sambil menari-nari kecil.
Tepat pukul 14.30 waktu setempat wasit Esfandia Baharmast meniupkan pluit tanda pertandingan dimulai. Fernando Hiero pun mengawali kick off pertandingan kedua di Grup D yang disebut sebagai grup neraka Piala Dunia 98 tersebut. Sontak stadion dengan kapasitas 35.000 penonton itu riuh rendah dengan sorak-sorak.
Sebagaimana yang diperkiraka, pertandingan antara kedua kesebelasan tersebut berlangsung menarik. Saling serang dengan kecematan tinggi nyaris berlangsung di sepanjang pertandingan.Tepat menit ke-20, Hiero berhasil menceploskan gawang Nigeria yang dijaga Andoni Zubizarreta yang juga bertindak sebagai kapten tim.
Namun, kemenangan Spanyol tersebut tidak berlangsung lama. Pada menit ke-24, serangan cepat sebagai balasan Nigeria memaksa penjaga gawang
kesebelasan Spanyol memungut bola yang ditendang Mutiu Adepoju, Skor 1-1 bertahan sampai babak pertama berakhir.
Memasuki babak pertama, serangan cepat skuad Spanyol membuahkan hasil. Tendangan ujung tombak Spanyol Raul Gonzales pada menit ke-46 berhasil mengoyak gawang gawang yang dijaga Peter Rufai. Skor pun berubah 2-1 untuk Spanyol. Setelah ketinggalan 1 gol, kesebelasan Nigeria yang dilatih oleh Bora Milutinovic meningkatkan daya dobraknya. Manager asal Yugoslavia itu memanfaatkan kecepatan dan kelincahan para gelandang Nigereia yang berada di atas para pemain Spanyol.
Keseimbangan permainan pun sedikit demi sedikit bergesen. Nigeria mulai mendominasi permaianan. Tekanan demi tekanan dilancarkan pada pertahanan Spanyol yang dipunggawai oleh Angel Nadal, Albert Ferrer. Ivan Campo, Rafael Alcotra, serta Sergi Luis. Serangan-serangan deras para pemain Nigeria berhasil meningkatkan
tekanan psikologis pada para pemain Spanyol yang diasuh oleh Javer Clemente. Tepat pada menit ke-73 penjaga gawang Spanyol, Andoni Zubizarreta yang juga bertindak sebagai kaptem tim dipaksa memasukkan bola ke gawang yang dijaganya sendiri. Skor pun kembali imbang 2-2.
Dengan strategi yang sama persis, Negeria terus membombardir pertahanan lawan. Aliran bola para pemain Nigeria diarahkan ke wilayah yang dijaga oleh Campo. Setelah melewati Campo, barulah para gelandang Nigeria, seperti Agustine “Jajay” Okocha, Finidi George, Garba Lawal, serta Sunday Oliseh mengirimkannya ke tengah di mana Victor Ikeba menunggu.
Tentu saja Campo tidak sanggup menghadapi kelincahan gelandang-gelandang Nigeria. Sedangkan, Nadal yang bertubuh bongsor pun kalah duel meladeni Jajay. Hasilnya, pada menit ke-77, atau hanya 4 menit setelah blunder Zubizarreta, Oliseh berhasil menggetarkan gawang Spanyol. Skor pun menjadi 2-3 untuk Nigeria.
Ada yang menarik pada duel Spanyol Vs Nigeria ini, pada babak kedua terlihat sangat jelas jika serangan Nigeria masuk lewat sektor kanan pertahanan Spanyol. Di situ Milutinovic membidik kelemahan barisan lawan dengan memanfaatkan kelincahan gerak para pemainnya. Di sisi lain Clemente pun tidak tinggal diam. Berkali-kali ia memberi aba-aba kepada anak asuhannya untuk lebih tenang menghadapi gempuran skuad Elang Besi Nigeria.
Sekalipun Campo berkali-kali gagal mempertahankan wilayah yang menjadi tanggung jawabnya, Clemente tidak mengganti Campo dengan pemain bertahan lainnya. Keputusan Clemante ini membuat Spanyol terdesak. Berbagai blunder dilakukan para pemainnya. Hasilnya, tim asuhan Clemante merasakan kemasukan 2 gol dalam hitungan 4 menit.
Seperti Spanyol Vs Nigeria pada Piala Dunia 98, begitu juga dengan Jokowi Vs SBY. Sebegai Presiden RI yang tengah berkuasa, tentu saja Jokowi memiliki banyak kelebihan.Tetapi, SBY yang pernah berkuasa selama 10 tahun bukanlah sosok yang bisa dianggap enteng.
Sama seperti Milutinovic yang memanfaatkan titik lemah kesebelasan lawannya, SBY pun melakukan hal yang sama. Jika Milutinovic mengarahkan para pemain asuhannya untuk membombardir daerah pertahanan Spanyol yang dijaga oleh Campo, SBY membombardir Jokowi lewat sejumlah kasus yang menyeret Ahok.