Kapolres Metro Jakarta Utara , Kombes Pol Awal Chairuddin memastikan dua dari tiga identitas e-KTP ganda valid. Bahkan, nama yang tertera di e-KTP dimiliki dua orang yang dipastikan ada. Dan, keduanya sudah membuat laporan pada 6 Februari 2017.
Dari tiga e-KTP tersebut baru dua yang telah ditelusuri Polres Jakarta Utara, sementara satu e-KTP lagi tidak mungkin ditelusurinya karena beralamat di Jakarta Barat. (Sayangnya sampai hari ini belum satu pun media yang memberitakan hasil penelusuran Polres Jakarta Barat).
Pada hari yang sama, KOMPAS.com mempublikasikan tentang Sukarno yang mengeluhkan namanya muncul pada tiga e-KTP ganda. Pada e-KTP ganda tersebut hanya NIK yang sama. Sedangkan, baik nama, alamat, pekerjaan, foto, tanda tangan dan data lainnya berbeda.
Dalam kasus Sukarno bisa dilihat pemalsu e-KPT menggunakan NIK yang secara sistem mengacu pada identitas asli Sukarno. Oleh pemalsu, kemudian dicantumkan nama, alamat, pekerjaan, tanda tangan, dan foto yang berbeda dari data pemilik asli, yaitu Sukarno, yang tercantum dalam sistem kependudukan.
Jadi, informasi tentang penggandaan e-KTP itu dipastikan valid, dan bukan hoax. Dan penggandaan e-KPT ini berpotensi melahirkan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu, khususnya Pilkada DKI Jakarta 2017 yang akan digelar pada 15 Februari 2017.
Anehnya, hanya kubu Paslon Nomor 1 dan Paslon Nomor 3 yang keras menyuarakan adanya potensi kecurangan pemilu lewat penggandaan e-KTP. Sebaliknya, kubu Paslon Nomor 2 mati-matian membantah adanya penggandaan e-KTP. Bahkan, Kubu Paslon Nomor 2 menyebut informasi itu sebagai hoax. Tidak hanya itu, propaganda bahwa penggandaan e-KTP sebagai informasi hoax juga dilancarkan oleh sejumlah situs yang dikenal sebagai corong kampanye pasangan Ahok-Djarot.
Memang benar, sejak isu penggandaan e-KTP bergilir, hanya kubu Paslon Nomor 1 dan Paslon Nomor 2 yang berteriak lantang lewat media sosial. Tetapi, bukan hanya kerena diposisikan sebagai lawan, lantas segala macam suara dari kubu seberang harus dilawan mati-matian. Apalagi kalau informasi itu mengandung kebenaran. Dari situlah muncul anggapan kalau pendukung Paslon Nomor 2 kurang peka dalam merespon persoalan terkait Pilgub DKI Jakarta 2017.
Kalau saja para pendukung Paslon Ahok-Djarot membaca dengan cermat klarifikasi Kemendagri lewat akun @Kemendargi_Ri pada Sabtu 4 Februari 2017 yang merencanakan akan menempatkan petugas Dukcapil untuk berkoordinasi dengan petugas di TPS, pastinya tidak akan mati-matian melawan informasi penyebaran e-KTP ganda.
Dari sisi waktu, klarifikasi Kemendagri itu dikeluarkan setelah hampir 48 jam isu e-KTP ganda beredar. Artinya, cukup waktu bagi Kemendagri untuk mengecek kebenaran informasi tentang penggandaan e-KTP. Bukankah, petugas Kemendagri tinggal mendatangi alamat yang tertera pada e-KTP, sama seperti yang dilakukan wartawan KOMPAS.com.
Selain itu, dalam klarifikasinya, Kemendagri juga merencanakan penempatan petugas Dukcapil dalam perhelatan Pilgub DKI 2017 padahal pada hari H pemilu PNS, termasuk karyawan Kemendagri diliburkan. Artinya, Kemendargri menilai penyebaran e-KTP ganda ini sebagai persoalan yang sangat serius. Maka, sangat membingungkan, ketika sejumlah media masih mengatakan bahya penggandaan e-KTP sebagai informasi hoax.
Sebenarnya, kalau Paslon Nomor 2 peka, informasi tentang berdar luasnya e-KTP ganda atau palsu atau aspal ini merugikan pencalonan Ahok-Djarot. Pasangan petahana ini dituding sebagai pelakunya. Apalagi foto pada e-KTP aspal itu berasal dari satu etnis tertentu. Penyebaran e-KTP aspal dengan foto wajah etnis tertentu juga merugikan Paslon Nomor 1 dan Paslon Nomor 2, sebab akan mengurangi kewaspadaan saksi kedua paslon tersebut terhadap pemilik e-KTP aspal dari etnis lainnya.