Seperti hari-hari sebelumnya, pada 9 Desember 2003 Red Square, Moscow, ramai dikunjungi wisatawan dari mancanegara. Tapi, Khadishat Mangerieva menjadikan hari itu berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Janda dari mendiang Komandan Distrik Kurchaloyevsky bernama Ruslan Mangeriev itu mendatangi Red Square dengan membawa sebuah bom panci.
Begitu melintasi Jalan Mohovaja, sekitar pukul sebelas siang, Mangerieva meledakkan bom yang dibawanya. Akibatnya, Mangerieva dan 5 orang yang berada di sekitarnya tewas. Polisi menduga, bom itu akan diledakkan di Istana Kremlin. Kalau saja Dian Yulia Novi tidak dicokok Densus 88 pada Sabtu 10 Desember 2016, bisa jadi peristiwa serupa terjadi di Jakarta.
Bom Panci: Bom "Murah Meriah"
Tetapi, sekalipun Dian gagal menjalankan aksinya, isu bom panci yang rencananya akan diledakkan Dian di Istana Negara tetap saja hangat. Kadang suhunya kembali meninggi. Apalagi pada Kamis 15 Desember 2016 kemarin beredar berita tentang dipanggilnya anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo. Eko yang juga dikenal sebagai pelawak dengan nama beken Eko Patrio ini dilaporkan hanya karena mengatakan kalau isu bom panci sebagai alat pengalihan isu dari pemberitaan persidangan Ahok.
Selain Eko banyak pula pihak yang menyangsikan, bahkan tidak sedikit yang menertawai pemberitaan terkait bom panci yang mulai diberitakan sejak Sabtu 10 Desember 2016. Di sisi lain, tentu saja, Polri menjadi pihak yang tersudutkan oleh sejumlah opini yang menuding isu bom panci hanyalah skenario sinetron belaka.
Sebenarnya, bom panci sudah tidak lagi asing. Bom panci sudah digunakan, setidaknya, sejak 11 Juli 2006. Saat itu 5 pelaku meledakkan bom panci di sejumlah tempat di Mumbai, India, yang menewaskan setidaknya 188 jiwa dan melukai 829 orang ini. Bom panci kembali ramai diberitakan pada 15 April 2013. Ketika itu, Tsarnaev bersaudara meledakkan bom panci yang dibawanya dengan ransel saat berlangsungnya lomba lari maraton di Boston, Amerika Serikat. Akibatnya, 3 orang tewas sementara 264 lainnya terluka.
Sebelum insiden Boston, Al Qaeda mengunggah manual pembuatan bom panci. Bom panci menjadi pilihan para pelaku teror karena kemudahan perakitannya dan kedahsyatan efek ledakannya.
Tentu saja, panci yang digunakan bukan panci yang biasa digunakan emak-emak untuk merebus air atau memasak sayur asam. Panci yang digunakan sebagai kontainer bahan peledak adalah, istilahnya, panci presto atau pressure cooker. Karena itulah bom panci biasa disebut dengan istilah pressure cooker bomb. Tekanan tinggi yang dihasilkan oleh panci itulah yang dimanfaatkan oleh para pelaku teroris untuk melipatgandakan efek ledaknya.
Dahsyatnya Bom Panci
Beberapa situs yang dikelola oleh kelompok tertentu mengunggah sejumlah artikel yang mengolok-olok kekuatan bom panci yang ditemukan Densus di Bintaro, Bekasi. Katanya, bom panci buatan Indonesia lebih hebat dari bom MOAB buatan Amerika dan bahkan lebih hebat dari bom FOAB (Father Of All Bomb) buatan Rusia dan MOAB (Mother Of All Bomb) buatan Amerika.
Katanya, MOAB saja hanya menghasilkan ledakan setara dengan 11 ton TNT dari 8,5 ton bahan peledaknya. Sementara, tingkat kerusakan MOAB hanya mencapai radius 150 meter. Sedangkan bom panci yang hanya diisi bahan bahan peledak seberat 3 Kg bisa menghasilkan kerusakan sampai radiusnya 300 meter.
Menurut Polri, bom panci yang dirakit di Solo diisi TATP atau Triacetone Triperoxide Peroxyacetone yang termasuk ke dalam jenis high explosives yang dicampur dengan potasium nitrat yang digolongkan ke dalam low explosives. Kemudian, ke dalam panci dimasukkan paku yang berfungsi sebagai shrapnel (benda keras yang terlontar seperti peluru saat bom meledak).
Jika perakitannya sempurna, bom panci panci mampu menghasilkan gelombang kejut dengan kecepatan 30.000 Km/jam. Jadi, tidak berlebihan kalau Polri menyatakan bom panci made in Indonesia ini bisa melesatkan paku dengan kecepatan 4.000 Km/ jam. Sementara yang dimaksud dengan radius 300 meter adalah perkiraan jangkauan shrapnel bukan efek bakar seperti yang dihasilkan MOAB atau FOAB.