Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Soal Makar, Apakah DPR Belum Tahu Insiden "Bouazizi"?

Diperbarui: 8 Mei 2017   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Lipsus.kompas.com

Hari itu, 17 Desember 2010, kemarahan Mohammed Bouazizi sudah tidak lagi terbendung. Ia begitu marah pada pemerintah setelah gerobak yang dipakainya untuk berjualan sayuran dan bebahahan disita aparat Kota Sidi, Tunisia. Bouazizi yang frustasi karena tidak mampu membayar uang pungli kepada aparat yang menyita gerobak miliknya itu lantas membeli sebotol bensin. Diguyurnya bahan bakar itu kesekujur tubuhnya. Lantas, lelaki berusia 26 tahun itu memantik api. Blub! Seketika api membakar tubuh Bouazizi.

Dalam tempo singkat, foto terbakarnya Bouazizi memviral lewat Twitter. Apinya membakar kemarahan rakyat Tunisia. Seketika rakyat Tunisia turun ke jalan memprotes pemerintah Tunisia. Gelombang protes terus membesar. Meski telah berupaya semaksimal mungkin, Presidin Tunisia Ben Ali yang terlah berkuasa selama 23 tahun pun menyerah dan menyatakan lengser dari singgasananya pada 14 Januari 2011.

“Api Bouazizi” terus menjalar dari Tunisia ke berbagai negara Arab lainnya. Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah terbakar. Satu persatu pemimpin yang telah menguasai negaranya selama puluhan tahun digulingkan atau terancam digulingkan. Dan, sampai saat ini “api Bouazizi” yang telah menciptakan Arab Spring itu masih terus menjalar.

Sebelumnya pasti tidak seorang pun yang berpikir kalau rontoknya negara-negara di Timur Tengah diawali oleh kemarahan seorang pedagang kaki lima yang mengakhiri hidupnya dengan membakar diri. Artinya, semua kemungkinan bisa terjadi. Karenanya jangan pernah menyepelekan isu tentang adanya rencana makar.

Gelombang protes rakyat Tunisia pastinya tidak terjadi tanpa ada situasi atau kondisi yang mendahuluinya. Demikian juga dengan rakyat Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah. Sebelum Bouazizi membakar dirinya sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan di negaranya, rakyat Tunisia pastinya sudah merasakan situasi yang sama. Adanya persamaan rasa senasib sepenanggungan inilah yang kemudian mendorong rakyat Tunisia turun ke jalan untuk mendesak mundur presidennya.

Perasaan adanya ketidakadilan ini juga yang mendorong jutaan rakyat Indonesia memadati Monas pada 2 Desember 2016 lalu. Rasa ketidakadilan ini telah menimbulkan perasaan senasib sepenanggungan di seluruh elemen masyarakat. Pasokan konsumsi dan kebutuhan peserta Aksi 212 lainnya yang melimpah-ruah merupakan wujud dari rasa senasib sepenanggungan. Demikian juga dengan pasokan kebutuhan yang diberikan oleh warga di sepanjang jalan yang dilalui oleh santri Ciamis saat long march menuju Jakarta. Kesemua yang terlibat dan mendukung Aksi 212 meneriakkan satu suara “Tegakkan keadilan di Indonesia!”.

Ada sejumlah persamaan antara situasi sebelum meletusnya Arab Spring, khususnya di Mesir, dengan situasi yang terjadi di Indonesia sebelum 2 Desember 2016. Bahkan, suhu di Indonesia jauh lebih panas lagi karena sudah terbentuk polarisasi di tingkat akar rumput sejak beberapa tahun sebelumnya, setidaknya sejak Pilpres 2014.

Dan, kalau di Tunisia ungkapan protes netizen baru secara masif dilontarkan setelah insiden Bouazizi, di Indonesia ujaran kebencian lewat media sosial sudah berseliweran sejak beberapa tahun ini. Kalau di Mesir di sejumlah negara Arab lainnya, kelompok Ikhwanul Muslimin diberangus dan distempel sebagai organisasi terlarang. Bahkan, mengakses situs yang dikelola oleh kelompok ini saja sudah merupakan tindak pidana, Sementara, di Indonesia kelompok ini leluasa beraktivitas menghasut dan mengadu domba sesama anak bangsa.

Berkaca dari Arab Spring yang diawali dengan aksi bakar diri seorang penjual sesayuran dan bebuahan ditambah lagi dengan situasi yang berlangsung di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, maka segala macam kemungkinan yang bisa terjadi saat Aksi 212. itulah yang berusaha diantisipasi oleh Polri.

Ada 3 aksi pada 2 Desember 2016 yang berlangsung di Jakarta. Pertama Aksi 212 di Monas. Aksi ini diprakasai oleh GNPF MUI. Kedua, unjuk rasa buruh KSPI yang berencana menggelar orasinya di sekitar Istana atau berdekatan dengan lokasi Aksi 212. Dan ketiga, Gerakan People Power di Gedung DPR/MPR yang dimotori Rachmawati Soekarnoputri.

Polri sudah mengungkapkan adanya ajakan dari kelompok Rachmawati kepada GNPF MUI untuk membawa massa Aksi 212 menduduki Gedung DPR/MPR. Namun, ajakan tersebut ditolak. Dan massa Aksi 212 melangsungkan aksinya dengan damai sampai berakhirnya acara pada pukul 13.00 WIB.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline