Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Survei LSI: Elektabilitas Ahok-Djarot Tidak Turun, Agus Jangan Jumawa, Anies Stay Cool Saja

Diperbarui: 6 Oktober 2016   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasangan capres SBY-Boediono masih menempati posisi elektabilitas (tingkat keterpilihan) teratas, bahkan hingga mencapai 71persen. Setidaknya, hal itu tercermin dari survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 25-30 Mei.

Survei LSI ini dilakukan terhadap 2.999 responden, dengan margin of error 1,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara dilakukan secara tatap muka dan proporsional di seluruh Indonesia.

Dua paragraf itu dicomot 100 % dari berita yang dimuat KOMPAS pada 4 Juni 2009. Isinya tentang rilis survei LSI yang menyebut elektabilitas pasangan SBY-Boediono nangkring di posisi puncak dengan 71%.  Sementara, elektabilitas dua kontender lainnya, Mega-Prabowo di posisi kedua dengan 16,4 %, disusul JK-Wiranto dengan 6 %.

Sepintas tidak ada yang aneh dengan angka-angka yang dirilis LSI dalam surveinya itu. Tapi, bagaimana dengan angka 2.999? Ada yang aneh dengan deretan angka ini? Yup, 2 adalah nomor urut pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009. Sedangkan 9 adalah angka yang begitu melekat dengan SBY. Begitu juga dengan angka margin of error yaitu 1,8 yang kalau dijumlahkan jadi 9.

Lantas, timbul pertanyaan, kok bisa jumlah responden disesuaikan dengan nomor urut dan angka keramat si empunya nomor urut? Kenapa tidak dibulatkan saja jadi 3.000. Jawabannya, tentu saja bisa, suka-suka yang punya hajat.

Sebenarnya, bukan saja jumlah responden dan margin of error yang membuat bibir mengembang. Elektabilitas pasangan SBY-Boediono yang mencapai 71% pun cukup menggelikan. Angka itu, 71% sama dengan atau identik dengan 7 dari 10. Kalau ingat “7 dari 10” pastinya ingat iklan Rexona Roll On dan iklan pembalut (lupa nama produknya. Yang pasti bungkusnya berwarna merah). Karena dalam iklan itu dikatakan 7 dari 10 perempuan menggunakan bla bla bla.

Itu survei yang dirilis LSI pada Juni 2009, lebih dari 7 tahun yang lalu. Ada lagi survei LSI yang dirilis pada 20 Oktober 2013. Dalam surveinya, LSI menempatkan Aburizal Bakrie alias Ical alias ARB di posisi puncak klasemen tingkat elektabilitas. (Sudah ditulis di Kompasiana. Hanya saja di situ paragrafnya sudah acak-acakan).

Ical alias ARB menduduki posisi atas karena LSI tidak memasukkan Jokowi dan Prabowo Subianto kedalam surveinya. Tetapi, untuk metodologinya, LSI punya alasan ilmiah. Dalam surveinya itu LSI mengacu pada Pilpres 2009.

Kalau mengacu pada Pilres 2009, jelas hanya pemangku jabatan struktural parpol, bahkan ketua umum parpol yang dicapreskan. Karena Jokowi tidak memegang jabatan struktural di PDIP, maka LSI pun tidak memasukkan Jokowi ke dalam daftar capres dalam surveinya. Karena itulah, menurut LSI, pencapresan Jokowi hanya sekadar wacana belaka.

Berbeda dengan Jokowi, Prabowo Subianto memang menjabat sebagai Ketua Umum Gerindra. Tetapi, berdasarkan Pilpres 2009, hanya parpol 3 besar yang bisa mencapreskan ketua umumnya. Dan menurut survei LSI, Gerindra hanya menempati posisi kelima. Dengan demikian, pencapresan Prabowo pun disebut hanya sebagai wacana.

Sebaliknya, LSI menyebut ARB sebagai capres real. Menurut LSI, pencapresan ARB bukanlah wacana sebagaimana pencapresan Jokowi ataupun Prabowo. Alasannya, pertama, ARB adalah Ketua Umum Golkar. Kedua, menurut survei LSI, Golkar menempati posisi kedua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline