Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

PDIP "PKS", Golkar "Go", dan Ahok Gigit Jari

Diperbarui: 25 Agustus 2016   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sampai saat ini Gerindra belum memastikan jago yang akan diadu dalam Pilgub DKI 2017. Sandiaga Uno yang saat ini digadang-gadang sebagai cagub nampaknya bukan pilihan Gerindra. Hal ini tersirat dari minimnya dukungan elit Gerindra di setiap sosialisasi yang digelar Sandi di sejumlah wilayah di DKI.

Belum diputuskannya cagub yang akan dicalonkan Gerindra juga terbaca dari masih blusukannya Sjafrie Sjamsoeddin ke sejumlah ormas. Sjafrie yang dikenal dekat dengan Prabowo pastinya memahami arah pikiran sahabatnya itu.

Gerindra yang hanya memiliki 15 kursi di DPRD DKI tidak bisa mencalonkan kadernya sendiri tanpa bergabung dengan partai lain. Sementara, parpol pastinya akan bergabung kalau Gerindra menyodorkan sosok yang mudah dijual. Dengan demikian, sangat tidak mungkin Gerindra mendeklarasikan pencalonan jagoanya dalam waktu dekat ini.

Di tempat lain, pencalonan Ahok belum 100% aman. Logikanya sederhana saja. Ahok belum memutuskan calon wakilnya. Padahal yang didaftarkan itu pasangan calon, bukan cagub saja atau cawagub saja.

Kenapa Ahok belum juga memutukan calon wakilnya? Bukankah oleh ketiga parpol pendukungnya, Ahok diberi kewewenangan penuh untuk menentukan calon wakilnya. Apalagi sebelumnya Ahok dengan entengnya menggaet Heru. Inilah yang tidak terlintas dalam pikiran pengamat mana pun.

Kalau rilis survei itu benar, dengan elektabilitasnya yang tinggi, Ahok dan siapa pun wakilnya dapat memenangi pilkada. Tapi, faktanya, Ahok masih berupaya menggaet Djarot.

Kalau melihat ketegangan yang sempat terjadi di antara parpol pendukung Ahok, pemilihan wakil merupakan masalah sensitif yang berpotensi menyebabkan salah satu parpol pendukung Ahok menarik diri.

Megawati yang paham benar akan situasi yang sedang berlangsung justru memanfaatkannya. Megawati memberi kesan seolah ia akan mengarahkan dukungan partainya untuk Ahok. Akibatnya, kader PDIP pun terbelah, ada yang mendukung Ahok, ada yang menolak, dan ada juga yang pasif. Di saat inilah Megawati menguji loyalitas kader dan simpatisan kepada perjuangan partai yang dipimpinnya.

Di satu sisi Megawati menguji kadernya. Di sisi yang lain ia menggantung Ahok dan ketiga parpol pendukungnya. Megawati pastinya telah memegang informasi adanya main mata antara elit Golkar dengan elit Gerindra. Sebenarnya, dalam setiap momen politik komunikasi antar parpol sangat lumrah. Dan, parpol-parpol pun sudah mengakuinya. Tetapi, komunikasi antara partai pendukung Ahok dengan partai lainnya memiliki arti yang berbeda. PDIP yang tahu situasi ini kemudian mengolok-olok Ahok dengan menyodorkan simulasi “Ahok Cawagub”.

Sementara itu Gerindra mulai mengancam akan bergerak tanpa menunggu PDIP. Ancaman Gerindra itu pastinya tidak main-main. Tetapi untuk bergerak, Gerindra membutuhkan dukungan parpol lainnya. Gerindra pun menawarkan kursi DKI 2 kepada Golkar. Gerindra tahu kalau Golkar sedang mengincar posisi cawagub kepada Ahok.

Tapi, Golkar tidak akan begitu saja meninggalkan Ahok. Bagaimana pun Ahok adalah cagub petahana yang memiliki peluang besar untuk menang. Golkar baru akan meninggalkan Ahok setelah yakin PDIP akan memilih kadernya sendiri. Apalagi jika benar PDIP sudah mengajak Hanura untuk ikut bergabung.

Sederhananya, kalau PDIP PKS (Pilih Kader Sendiri), maka Golkar pun “Go”. Akibatnya, Ahok pun gigit jari.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline