Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Meski Sudah Bawa Nama Besar UI, Propaganda Pemenangan Ahok Tetap Saja Berantakan

Diperbarui: 2 Agustus 2016   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada Rabu 28 November 2012 LSI merilis hasil survei tentang capres alternatif. Sebanyak 223 tokoh yang digolongkan sebagai opinion leader digaet menjadi penyumbang “suaranya”. Dari ke 223 tokoh tersebut, sebanyak 178 tokoh bersedia dipublikasikan namanya. Mereka yang bersedia adalah Muhammad Syafei Maarif, Karni Ilyas, Bambang Harimurti, Todung Mulya Lubis, dan lain sebagainya.

Survei lebih ditujukan untuk menilai kuaitas personal capres 2014. Setiap capres dinilai dengan sejumlah ukuran kualitas personal. Oleh LSI, ukuran kualitas capres itu diukur dari tingkat kapabilitas, integritas, dan akseptabilitas. Dan, skor untuk setiap itemnya adalah 1-100. Hasilnya, Mahfud MD menempati posisi teratas dengan skor 79. Disusul Jusuf Kalla (77), Dahlan Iskan (76), dan Sri Mulyani (72)

Sementara Prabowo Subianto hanya menempati urutan ke-16 dengan skor 61. Skor Prabowo ini berada di bawah Hatta Rajasa (66), Surya Paloh (64), Pramono Edhie Wibowo (64) dan Surkarwo (63). Di bawah Prabowo ada Puan Maharani dengan skor 61 atau sama dengan skor yang didapat oleh Prabowo. Menurut Survei LSI tersebut, skor Prabowo pun berada di bawah Megawati yang mengantongi skor 68.

Di sisi yang lain, dalam rilis surveinya, LSI mengungkapkan ada sejumlah tokoh yang dipersepsikan tidak layak menjadi presiden. Para tokoh yang dipersepsikan tidak layak di anatranya adalah ARB, Anas Urbaningrum, Wiranto, Suryadarma Ali, Sutiyoso, dan Muhaimin Iskandar. Mereka dipersepsikan tidak layak karena total nilainya berada di bawah 60. Dengan demikian menurut hasil survei LSI ini, Prabowo dengan skor 61-nya nyaris berada dalam kelompok tokoh yang dipersepsikan tidak layak menjadi presiden.

Sebagai catatan, nama Jokowi tidak dimasukkan ke dalam daftar tokoh yang dinilai oleh para opinion leader tersebut. Bukan karena Jokowi dianggap sebagai pemimpin daerah karena Gubernur Jatim Soekarwo pun masuk dalam daftar. Tetapi, karena pada saat itu Jokowi baru saja dilantik sebagai Gubernur DKI. Selain itu belum ada yang menyebutnya sebagai capres.

Tapi, apa lacur, penilaian para tokoh nasional itu berbanding terbalik dengan tingkat elektabilitas capres menurut sejumlah rilis survei. Kalau menurut penilaian survei LSI, Prabowo nyaris berada di deretan tokoh yang tak layak dicapreskan, tetapi dalam sejumlah rilis survei, justru tingkat elektabilitas Prabowo berada paling atas mengungguli tokoh-tokoh yang dinilai layak capres.

Nama Prabowo bertengger di puncak tingkat elektabilitas sejumlah rilis survei sampai munculnya nama Jokowi pada April 2013. Memasuki bulan itu, dalam berbagai survei, Jokowi mulai mengungguli Prabowo. Sampai menjelang Pilpres 2014 sejumlah survei merilis tingkat elektabilitas Jokowi berada antara 33 % - 35 % dan Prabowo berada dikisaran di angka 15 %- 21 %. Sementara tokoh-tokoh yang dianggap layak sebagai capres dengan skor tertinggi hanya dipilih oleh 2 %-7 % responden. Para tokoh yang dinilai layak capres itu bahkan berada di bawah ARB dengan tingkat elektabilitas antara 9 % - 10 %.

Kemarin, 1 Agustus 2016, media memberitakan rilis survei yang sejenis dengan yang dirilis oleh LSI empat tahun lalu. Kali ini perilisnya adalah Laboratorium Psikologi Politik (LPP) UI. Dalam survi ini dilibatkan 206 pakar yang 60 % di antaranya bergelar profesor dan doktor..

Menurut hasil survei LPP UI, Ahok menjadi tokoh yang paling direkomendasikan untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. Menurut Ketua Laboratorium Psikologi Politik UI, Hamdi Muluk, Ahok dipilih oleh 79,74 %, Ahok mengungguli Ridwan Kamil yang dipilih oleh 38,8 %. Sementara Tri Rismaharini 38,67 %.

Sama seperti rilis LSI, LPP UI pun perilis tokoh-tokoh yang tidak layak direkomendasikan menjadi Gubernur DKI. Tokoh-tokoh itu adalah Yusril Ihza Mahendra (43,8 %), Sandiaga Uno (29,78 %), dan Sjafrie Sjamsoeddin (17,3 %).

Tidak sebagaimana rilis LSI empat tahun lalu, pemberitaan tentang rilis survei LPP UI ini tidak jelas. Pertama, tentu saja, nama-nama pakar yang terlibat dalam survei UI tidak dipublikasikan. Siapa saja profesor dan doktor yang sebanyak 60 % dari total responden itu? Kedua, dari berbagai media terdapat kata “dipilih”. Kompas.com, misalnya, menggunakan kata “dipilih”. Tetapi, kalau angka-angka “dipilih” itu dijumlahkan maka hasilnya lebih dari 100 %. Artinya, satu responden diperkenankan memilih lebih dari satu tokoh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline