Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Inikah Strategi Amerika dan Sekutunya dalam Serangan Teror di Paris?

Diperbarui: 18 November 2015   11:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemerhati kontra terorisme Harits Abu Ulya meyakini teror Paris adalah analog kecil dari peristiwa runtuhnya WTC yang dianggap sebagai artikulasi penting dari akumulasi perlawanan sporadis kelompok Islam terhadap imperialisme Barat dan AS, yang menjadi representasi utamanya.

Kata Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini, teror Paris juga bisa dianggap sebagai representasi perlawanan di kandang musuh atas pilihannya terlibat konflik berdarah di Suriah. Dan, teror yang terjadi tidak bisa dinegasikan korelasinya dengan konteks perang dan bukan semata-mata terorisme.

"Hari ini kita juga menyaksikan konflik akut di dunia Islam, khususnya dikawasan Timur Tengah tidak bisa di katakan steril dari campur tangan dunia Barat," jelasnya.

Kemudian dijelaskannya, dengan mengikuti rational framework secara konsisten, disimpulkan benang merah mengapa Paris, Prancis menjadi sasaran target teror dari kelompok ISIS. Alasannya, karena Prancis terlibat dalam konflik Suriah bersama negara koalisi adalah jawabannya.

Sederhananya, Harits menyimpulkan serangan di Paris merupakan balas dendam ISIS karena Perancis menjadi salah satu negara yang menggempur Suriah.

Memang serangan ISIS ke Perancis itu telah menimbulkan keraguan. Ketidakkonsistenan pun timbul. Yang semula melihat ISIS sebagai kaki tangan Amerika dan sekutunya, kini berbalik arah. Logikanya, kalau ISIS buatan Amerika dan sekutunya, kenapa ISIS malah menyerang Perancis? Kalau ISIS bersama pemberontah Suriah atau Free Syrian Army (FSA) dan Al Qaeda sedang berjuang menggulingkan Presiden Suriah Basyhar al Assad, kenapa yang disikat bukan negara pendukung Assad seperti Iran atau Rusia? Dari situlah muncul kesimpulan jika ISIS bekerja untuk Assad, bukan sebaliknya memerangi Assad.

Pertanyaan di atas dilontarkan untuk menjungkirbalikkan berbagai pengakuan yang menyebut ISIS buatan dan didanai Amerika dan sekutunya. Buktinya lagi, Perancis langsung menghajar basis-basis ISIS di Suriah dengan pesawat-pesawat tempurnya.

Tapi, sebagai pengeber batik saya mencoba tetap konsisten dengan berbagai kesaksian dan pemberitaan media. ISIS tetap kaki tangan Amerika dan sekutunya yang digunakan untuk menjatuhkan Assad.

Perang saudara di Suriah mulai memanas sejak 2013 sebagai kelanjutan dari Arab Spring. Kedatangan Al Qaeda semakin memporak-porandakan situasi di Suriah. Selanjutnya, ISIS mulai menggeser pusat sasarannya, dari Irak ke Suriah. Ketika itu secara bergerilya pemberontak Suriah yang didukung Al Qaeda mulai menguasai beberapa wilayah strategis.

Sekalipun FSA menerima pasokan persenjataan dari Amerika, berserta sekutunya, termasuk Arab saudi. Namun, posisi Assad belum juga tergoyahkan. Bahkan, pasukan pemerintah Suriah berhasil menduduki kembali wilayah-wilayah yang semula direbut oleh para pemberontak.

Perlu dicatat perang antara pemerintah Suriah melawan FSA yang didukung Al Qaeda dan ISIS belum menimbulkan gelombang besar pengungsian. Gelombang pengungsian warga Suriah baru terjadi setelah Amerika dan sekutunya mulai melancarkan serangan yang ditujukan kepada kelompok teroris, dalam hal ini ISIS.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline