Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Pemerintah Jokowi Lembek, Kelompok Radikal dan Teroris Leluasa Adu Domba Bangsa

Diperbarui: 15 November 2015   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"We need to remind many in the West that we have warned of such incidents since the beginning of the crisis in Syria," kata Presiden Suriah Basyar Assad pada 14 Januari 2015 lalu. Pernyataan tersebut dilontarkannya terkait dengan penyerangan kantor redaksi Charlie Hebdo oleh dua teroris yang menewaskan 12 orang pada 7 Januari 2015.

"We told the West that it should not support terrorism and give it political cover because it would all affect your countries and your people. They didn't listen to us," tegasnya.

Assad tidak sembarangan menuding Barat sebagai pihak yang bertanggung jawab atas berkembang dan menguatnya paham terorisme. Pejabat serta politisi Amerika pun telah mengakui bila pemerintahnya merupakan penggagas terbentuknya sekaligus donatur bagi kelompok teroris Al Qaeda. Belakangan, sekitar satu tahun yang lalu, mantan pegawai NSA, Edward Snowden membocorkan bila ISIS pun setali tida uang dengan Al Qaeda yang dibentuk serta didanai oleh Barat. .    

Seperti yang dikatakan Assad, aliansi Barat tidak menggubris sarannya. Aliansi Barat yang didukung oleh Arab Saudi, Qatar, dan Turki masih saja bermain api dengan kelompok-kelompok teroris. Kemudian terjadilah serangan teroris di Paris, Perancis, yang menewaskan lebih dari 150 orang di Paris pada 13 November 2015. Menariknya, Amerika sempat mengingatkan Perancis akan meningkatnya serangan teroris pascaserangan Charlie Hebdo.

Bagaimana dengan Indonesia?

Tidak berbeda dengan negara-negara lainnya, Indonesia bukanlah negara yang aman dari serangan teroris. Dan, pengalaman sudah membuktikannya. Di Indonesia orang dengan bebas mengagung-agungkan Osama bin Laden, gembong teroris yang kelompoknya bersama kelompok Taliban bahu-membahu membantai Mujahidin di Afganistan. Mantan Presiden PKS Anis Matta, contohnya.

Dalam puisinya yang diberi judul “Surat Untuk Osama”, Anis menyanjung gembong teroris pembantai muslim Afganistan ini dengan serentetan kalimat, “Osama, Kamulah yang mengajar bangsa-bangsa yang bisu untuk bisa bicara. Maka mereka berteriak. Kamulah yang menanam bibit-bibit keberanian di ladang jiwa orang-orang penakut. Maka mereka melawan” Puisi karya mantan Presiden PKS ini disebarluaskan oleh kader-kadernya lewat berbagai situs online yang mereka kelola dan media sosial lainnya.

Pertanyaannya, apa yang diajarkan Osama? Lantas, apa bentuk perlawanan yang dilancarkan Osama?

Bukankah paham terorisme yang diajarkan Osama? Bukankah bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Osama adalah teror dan pembantaian terhadap sesama manusia dan juga sesama muslim?

Tidak berlebihan kalau dikatakan ada kelompok, kalau tidak mau disebut partai secara keseluruhan, di parlemen Indonesia, mulai dari pusat sampai daerah, yang menganut paham terorisme. Tidak mengherankan bila ada kader/mantan kader PKS atau keluarganya yang terlibat dalam kejahatan terorisme. Sadullah Rozak yang ditangkap Densus 88 pada 2013, misalnya, menurut istri pertamanya pernah aktif berpolitik bersama PKS.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline