Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Ilusi Serbuan Pekerja China: Siapa Berkonspirasi?

Diperbarui: 3 September 2015   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini di media sosial dengan mudah didapati teriakan-teriakan kebencian terhadap China, Syiah, dan komunis. Kalau diperhatikan, ketiga sasaran kebencian tersebut ternyata mewakili salah satu blok kekuatan di dunia, sebut saja Blok Timur. Menariknya, mereka yang meneriakan kebenciannya kepada China, Syiah (Iran & Suriah), dan komunis (China & Rusia) itu sebelumnya sering bersuara anti terhadap Amerika, Barat, Israel, dkk. Pertanyaannya kenapa mereka menggeser kebenciannya? 

Tidak boleh ada matahari kembar, apalagi kembar tiga atau lebih. Di satu daerah tidak boleh ada dua atau lebih kelompok preman. Kalau ada, pasti sering terjadi keributan. Untungnya, alam semesta ini selalu mencari keseimbangan. Keseimbangan baru terjadi kalau kelompok preman yang satu bisa mengusir atau menguasai kelompok preman lainnya. Sayangnya, tidak jarang dalam mencapai keseimbangan itu harus terjadi benturan-benturan.

Sekarang ini di planet yang dihuni para manusia terbit “ matahari” baru. “Matahari” itu bernama China. Terbitnya “matahari” China ini tentu saja mengusik “matahari” lama, Amerika dan planet-planet yang mengelilinginya. Apalagi “matahari” China memiliki daya tarik gravitasi yang tidak bisa dipandang remeh. Sekalipun kualitasnya dipandang rendahan, barang-barang China membanjiri pasaran dunia. Belum lagi peningkatan kekuatan militernya yang mengancam kekuatan lama.

Dan, sebagai penghuni planet Bumi, mau tidak mau Indonesia terseret ke dalam pusaran persaingan antara dua kekuatan dunia. Dilalahnya, di bawah kepemimpinan Jokowi, Indonesia lebih memilih condong ke Blok Timur yang didominasi kekuatan China. Memang sejak masih capres, Jokowi sudah menunjukkan sikap yang berbeda dengan capres-capres lainnya. Jokowi tidak menunjukkan sinyal akan merapat ke Amerika seperti yang dilakukan oleh capres Amien Rais, capres SBY, dan capres Prabowo.

Tentu saja sikap Jokowi yang tidak mau merapat ke Amerika menjadi sinyal tersendiri bagi negara adikuasa tersebut. Segala sesuatu tentang hubungan Indonesia dengan pesaingnya, khususnya China, dibesar-besarkan oleh sejumlah media. Kemudian diopinikan seolah kedekatan Indonesia dengan China menjadi ancaman bagi rakyat Indonesia. Contohnya, kedatangan pekerja asal China digembar-gemborkan sebagai eksodus.

Padahal, menurut Menaker Hanif Dhakiri, tahun 2015 ini jumlah TKA asal China cuma 13.034 orang dari sekitar 70-an ribu total TKA. Nah, 70-an ribu itu artinya sekitar 0,03 % dari 240 juta jumlah penduduk Indonesia. Kalau dilihat dari jumlah tenaga kerja nasional yang angkanya sekitar 129 juta, jumlah TKA hanya 0,05%. Bandingkan data itu dengan TKI di Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, maupun Timur Tengah yang berjumlah sekitar 6 juta orang. Dan di Hongkong saja sekitar 153 ribu TKI. TKI di Malaysia jumlahnya sekitar 1,2 juta, padahal jumlah penduduk Malaysia cuma 27 juta jiwa. Jadi jelas, terjadinya eksodus TKA asal China cuma dibesar-besarkan saja.

Menaker juga menampik pemberitaan yang menyebut akan masuknya 10 juta TKA China. Katanya, angka itu dipelesetkan dan diolah untuk menakut-nakuti rakyat akan tenaga kerja asing. Karena angka 10 juta yang sebenarnya adalah target wisatawan asal China. Mungkin Menaker membaca tulisan saya ini Soal Migrasi 10 Jt Warga China, Ini yang Benar.

Tidak ada asap kalau tidak ada api. Soal berita heboh masuknya TKA China,  Menaker Hanif menduga karena Presiden Jokowi yang menyetujui kerjasama investasi dari China senilai US$ 60 miliar. Padahal investasi asal China pada tahun 2015 ini cuma menduduki peringkat 10. Pada kuartal I-2015 ini, China baru merealisasikan investasinya sebesar USD 75,1 juta dengan 200 proyek. Sementara menurut catatan BKPM, realisasi investasi di kuartal I-2015 peringkat pertama diduduki Singapura sebesar USD 1,23 miliar dengan 610 proyek, kedua Jepang USD1,2 miliar dengan 343 proyek, ketiga Korsel USD 634 juta dengan 372 proyek, keempat Inggris USD 357,3 juta dengan 55 proyek dan Kelima Amerika Serikat USD 292,1 juta dengan 42 proyek. Jadi semakin jelas, China belum apa-apa di negara ini.

Tetapi, biarpun masih belum apa-apa, hubungan RI dengan China yang semakin dekat ini pasti bikin Amerika termehek-mehek juga. Makanya, kebencian terhadap China pun digelorakan. Sialnya, etnis China di Indonesia pun disangkut-sangkutkan. Seolah etnis China yang sudah ribuan tahun mendiami tanah air ini menjadi bagian dari bangsa China. Dan, Ahok jauh lebih sial lagi karena seolah menjadi “maskot” dari etnis China Indonesia.

Kalau dipikir, siapa sih Ahok. Ahok cuma selevel gubernur. Dulu di masa Soeharto, gubernur itu selevel perwira bintang dua. Menarknya, hanya untuk menghadapi Ahok, sejumlah pensiunan jenderal dan aktivis bersekutu untuk menghadapinya. Mereka adalah mantan Panglima TNI Djoko Santoso, mantan Wakil Gubernur DKI yang juga pensiunan jenderal bintang dua Prijanto, Hariman Siregar, Maqdir Ismail, Iwan Piliang, Eggy Sudjana, Bursah Zarnubi, Muchtar Effendi Harahap, Syahganda, dkk. Di luar itu masih banyak lagi kelompok-kelompok penentang Ahok lainnya, seperti FPI, FUI, dkk.

Dan, menariknya, sebagian dari mereka merupakan mantan pendukung capres Prabowo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline