Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Jangan Marah, Ustad Fahri Hanya Membuktikan "Teorinya"

Diperbarui: 21 Agustus 2015   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gara-gara kurang jelas dengar beritanya, saya langsung nge-google. Saya ketik “fahri hamzah orang bloon”, keluar deh deretan tautan. Dari salah satu tautan saya ngerti hubungan Ustad Fahri dengan bloon.

“Makanya kadang-kadang banyak orang juga datang ke DPR ini tidak cerdas, kadang-kadang mungkin kita bilang rada-rada bloon begitu.” Begitu kata-kata Ustad Fahri yang dibilang menghina DPR itu. Tentu saja, Ustad Fahri bukan termasuk oaleg yang disebutnya bloon itu. Sebab, sangat tidak mungkin orang bloon mengatai orang lain bloon. Masa jeruk minum jeruk. Kan Ustad Fahri bukan jeruk.

Pertanyaannya, apa benar Ustad Fahri melakukan penghinaan? Jawabannya, singkat saja. “Tidak!” Ustad Fahri tidak melakukan penghinaan, tetapi menghibur. Kan, anggapan Ustad Fahri penghinaan itu sebagai hiburan. Hayo ngaku siapa yang tidak terhibur dengan ucapan Ustad Fahri yang mengatai DPR tidak cerdas dan rada-rada bloon?

Nah, lewat kata “bloon” yang diucapkannya itu, secara cerdas Ustad Fahri sudah membuktikan teori Menghina = Menghibur. Ini teori baru, temuan mutakhir, yang syukur-syukur didengar oleh panitia Nobel. Coba, siapa yang tidak bangga kalau Ustad Fahri berhasil meraih penghargaan Nobel? Pasti semua akan bangga, apalagi Presiden Turki Erdogan yang katanya mau datang lagi ke Indonesia kalau sinetron “Cinta di Musim Cherry Season II” diputar di Indonesia.

Sebenarnya, ucapan “bloon” itu bukan kali pertama Ustad Fahri membuktikan teori Menghina = Menghibur yang sangan fenomenal itu. Sebelumnya, lewat kata “sinting” yang ditujukan kepada santri jelang hari H Pilpres 2014, Ustad Fahri berhasil menghibur puluhan juta pendukung Jokowi. Pendukung Jokowi yang tadinya sempat dag dig dug tidak menentu gara-gara elektabilitas  Prabowo berhasil menyalip Jokowi sontak kegirangan begitu mendengar “sinting” keluar dari mulut Ustad Fahri.

Tentu saja beda dengan Prabowo. Prabowo mungkin eneg bangit sama Ustad Fahri ini. .Bagaimana tidak, tahun 1998 Prabowo sudah ngalah, tidak mau kudeta. Padahal, katanya, peluang untuk kudeta dan berkuasa sangat besar. Tahun 2004, setapak lagi Prabowo maju. Kali itu Prabowo ikut Konvensi Partai Golkar. Prabowo gagal. Padahal beliaunya sudah ikut memenangkan Golkar pada pileg 2004. Tahun 2009, maju selangkah lagi. Pada tahun itu Prabowo jadi cawapres. Tapi, gagal lagi. Di tahun 2014, maju lagi, dan maju selangkah lagi, Prabowo maju sebagai capres. Bagi Prabowo pasti 16 tahun bukanlah waktu yang singkat. Butuh perjuangan dan pengorbanan sampai bisa meraih kursi capres.

Bisa dibilang, maju sebagai capres di tahun 2014 adalah puncak dari segala penantiannya. Elektabilitasnya yang awalnya hanya berkisar di belasan persen dan terpaut jauh dari Jokowi, mendadak meroket, bahkan menurut sejumlah survei berhasil menyalip rivalnya. Kursi presiden sudah di depan mata. Tinggal menunggu saat-saat kemenangan. Eh di menit-menit akhir, gubrak, Ustad Fahri bilang santri sinting. “Dhoor!” meletus balon hijau. Harapan Prabowo pun pecah berantakan seiring dengan ucapan “sinting” Ustad Fahri.

Tapi, teorinya memang begitu, aksi = reaksi. Ada yang terhibur ada yang bersedih. Jadi, teori Menghina = Menghibur tidak bertentangan dengan teori fisika klasik. Siapa tahu, nantinya Johanes Surya akan merekrut Ustad Fahri menjadi staf pengajar di sekolahnya. Setidaknya membawa mulut Ustad Fahri ke laboratorium sebagai bahan penelitian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline