Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

SBY Bisa Manfaatkan Polemik KRI Usman Harun

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1392048355182183894

[caption id="attachment_311366" align="aligncenter" width="285" caption="Foto TNI AL Sumber : http://news.detik.com/read/2009/05/30/184248/1139896/10/kapal-perang-malaysia-kembali-dekati-blok-ambalat"][/caption]

Suhu hubungan Indonesia dengan negara-negara tetangganya turun-naik. Kadang akur, kadang ribut. Pastinya masih banyak yang mengingat bagaimana pada kapal perang Tentara Diraja Malaysia kerap menerobos masuk wilayah kedaulatan Republik Indonesia.

Pada 25 Mei 2009, misalnya, kapal perang Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) KD Yu-3508 yang mencoba memasuki wilayah kedaulatan Republik Indonesia di perairan Blok Ambalat. Dari catatan TNI AL, diketahui sejak Januari-April 2009 kapal milik tentara Malaysia sudah masuk perairan Indonesia sebanyak sembilan kali (“sembilan” sengaja ditebalkan).

Kemudian pada Jumat 29 Mei 2009 kapal patroli Malaysia kembali memasuki wilayah Indonesia pergerakan kapal ini terekam melalui foto udara.

http://news.detik.com/read/2009/05/30/184248/1139896/10/kapal-perang-malaysia-kembali-dekati-blok-ambalat

Atas perilaku “preman” Malaysia tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan perang adalah jalan terakhir jika cara lain sudah tidak bisa dilakukan lagi.

"Ada diplomasi, jalan damai. Perang adalah jalan terakhir," kata SBY dalam jumpa pers sesaat sebelum meninggalkan Korsel, Selasa (2/6/2009).

SBY yang saat itu maju sebagai capres petahana menambahkan, Blok Ambalat yang diklaim Malaysia adalah sepenuhnya milik Indonesia.

"Apa yang diklaim Malaysia tidak bisa kita terima. Sejengkal wilayah laut pun kalau itu milik kita harus kita pertahankan, tidak ada kompromi," tegas SBY

http://news.detik.com/read/2009/06/02/183146/1141643/10/sby-perang-adalah-jalan-terakhir

Sikap SBY tersebut sejalan dengan iklan kampanyenya yang menggambarkan dirinya sebagai ksatria jenderal berbintang empat yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

Sekali pun sulit diketahui kaitan antara penerobosan kapal perang Malaysia, pernyataan tegas SBY, dan iklan kampanyenya, namun pada 8 Juli 2009 SBY memenangi pemilu presiden dengan meraih 60,80% suara. .

Kini jelang pemilu 2009 hubungan Indonesia dengan negeri jiran kembali memanas. Kali ini yang menjadi persoalan adalah pemberian nama Usman Harun sebagai nama KRI yang diprotes Singapura. Singapura memprotesnya karena menganggap kedua pahlawan itu sebagai teroris. Menariknya persoalan yang sudah lama terkubur dan rakyat Singapura pun sudah melupakannya kembali diungkit lagi.

Saat berdialog di stasiun Metro TV, TB Hasanuddin mengungkapkan polemik ini dimanfaatkan Singapura untuk kepentingan politik internal negaranya. Jika saja Hasanuddin mengingat peristiwa jelang pilpres 2009, pastinya ia pun akan berpikir bila polemik nama KRI Usman-Harun pun bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Partai Demokrat untuk memperbaiki citranya.

Presiden SBY sendiri belum secara langsung menyampaikan pernyataan sikapnya, namun Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku kepala negara dan kepala pemerintahan memberikan atensi yang serius terhadap isu penamaan KRI Usman Harun. Dan, masih menurut Faizasyah sikap SBY tegas tidak akan merubah nama KRI Usman-Harun.

Jika sikap SBY demikian, maka Partai Demokrat tinggal mengemasnya dengan strategi komunikasi yang jitu. Tentu saja sikap ksatria SBY sebagai pelindung tanah tumbap darah akan kembali ditonjolkan.

Sama halnya dengan panasnya hubungan Indonesia-Malaysia pada 2009, polemik penamaan KRI ini pun tidak berdampak signifikan bagi hubungan kedua negara. Apalagi, bagi Singapura pun peristiwa pengeboman Gedung MacDonald di Orchad Road pada 10 Maret 1965, saat era konfrontasi Indonesia-Malaysia sudah menjadi catatan sejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline