Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Jokowi Tidak Lagi "Aku Ra popo"

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi mengaku, pernyataan keras perlu sesekali dilontarkan untuk memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang menyerangnya, agar tidak melulu menjadikan dirinya sebagai sasaran serangan politik. Jokowi menegaskan, dia akan mencari tahu siapa pihak yang memasukan namanya di dalam soal UN itu.

"Kalau ndak diurus, mereka mikirnya Jokowi ini sabar-sabar saja dizolimi. Jadi, nanti harus diurus," ujar Jokowi kepada wartawan di Balaikota sebagaimana dikutip Kompas.com.

Jokowi memang sudah sepantasnya bereaksi atas serangan-serangan membabibuta yang dilancarkan terhadap dirinya. Ia sudah tidak bisa lagi membalas serangan-serangan tersebut dengan mengatakan “Aku rapopo”. Sejak Pilgub DKI Jakarta sampai pileg 2014, belum pernah sekalipun Jokowi menanggapi serangan-serangan tersebut secara serius. Padahal, serangan-serangan tersebut semakin masiv dilontarkan lawan politik dan lawan ideologinya.

Munculnya nama Jokowi dalam soal UN dapat mudah ditelusuri pelakunya. Untuk mengungkapnya pun tidak membutuhkan waktu lama karena mekanisme pembuatan soal UN sudah sangat jelas. Tinggal bagaimana membongkar siapa dalang dan apa motifnya.

Memang tidak perlu membalas semua serangan dengan serius. Sesindiran puitis yang dilontarkan kubu Prabowo Subianto, misalnya, tidak perlu ditanggapi. Biarkan saja Prabowo gembar-gembor marah dengan puisi “santunnya”. Biarkan pula Fadli Dzon dengan puisi “ikan kerempengnya”. Demikian pula dengan serangan-serangan yang berbalut fitnah yang umumnya dilancarkan oleh media-media Islam dan kader-kader PKS. Jika tidak berlebihan, Jokowi dan PDIP tidak perlu membuang waktu untuk menanggapi serangan model ini. Tapi, jika dipandang perlu sebaiknya Jokowi melaporkan penyerangnya ke pihak berwajib. Jokowi tidak bisa lagi bersikap lunak, seperti yang dilakukannya pada Rhoma Irama yang melancarkan aneka ragam fitnah terhadap Jokowi dan keluarganya.

Tapi, untuk serangan-serangan yang bisa dijelaskan dengan akal sehat, Jokowi dan PDIP harus meresponnya. Contoh, serangan Fahri Hamzah soal kebijakan-kebijakan Presiden Megawati. PDIP harus menjelaskannya kenapa Megawati harus mengambil kebijakan-kebijakan yang disebut Wasekjen PKS ini merugikan negara. Lewat Metro TV yang pemiliknya sudah menyatakan berkoalisi mendukung pencapresan Jokowi, Fahri bisa diundang untuk berdialog. Demikian juga soal bus transjaarta baru yang berkarat dan dugaan korupsi yang terjadi di dinas pendidikan DKI, Jokowi harus segera menjelaskannya. Jangan hanya mengatakan “Aku ra popo”.

Tindakan Jokowi yang akan mengunkap kasus pencemaran nama baiknnya dalam soal UN dapat menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini untuk tidak lagi menggunakan cara-cara kotor dalam meraih kekuasaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline