Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Tuding KPU Didikte Lembaga Survei, Pendapat Saksi Prahara Jungkir Balik

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Ternyata, saksi ahli pada sidang PHPU di MK tidak kalah kocaknya dengan saksi-saksi yang dihadirkan PraHara sebelumnya. Salah satu saksi yang opininya kocak adalah Dwi Martono. Dwi yang juga mantan anggota KPU Kota Batu, Provinsi Jawa Timur, periode 2003-2009 ini menuding KPU terpengaruh hasil survei dalam mengambil keputusan terkait pemenang pilpres tersebut.

"Pemilu ini didukung oleh survei ilmiah, yang digunakan untuk menggiring opini tentang pemenang pemilu," kata Dwi yang mengaku fokus mengkaji permasalahan pemilu dan intens di bidang sistem teknologi pemilu dan telah mencoba untuk membuktikan adanya scientific criminal dalam pemilu. "Sehingga, seolah-olah hasil KPU didikte oleh lembaga survei atau sebenarnya memang begitu sehingga pemilu jadi berat sebelah," tegasnya.

Survei ilmiah yang dimaksud Dwi di sini jelas adalah quick count. Ini sesuai dengan penjelasannya yang mengatakan, beredar banyak informasi mengenai hasil pilpres yang membingungkan masyarakat pada 9-22 Juli 2014.

Publikasi survei sebelum hari-H pilpres memang bisa digunakan untuk menggiring pemilih untuk mencoblos pasangan yang dinyatakan sebagai pemenang menurut versi survei. Dalam kasus ini hasil survei bisa digunakan sebagai alat propaganda. Semakin masih penyebaran hasil survei semakin banyak pemilih yang dipengaruhi. Jika survei itu dilakukan tanpa metodologi yang benar bisa disebut sebagai tindakan kriminal. Tapi, kalau metodologinya benar tidak bisa rilis survei dituding sebagai kriminal.

Tapi, karena yang dimaksud Dwi adalah quick count jelas tidak benar. Data quick count didapat dari hasil penghitungan suara di TPS sample. Jadi lembaga survei baru bisa mendapat data yang kemudian diolah sebagai hasil quick count setelah TPS selesai melakukan penghitungan suara. Dengan demikian data quick count bersumber dari KPU sendiri. Jadi, di mana logikanya KPU didikte oleh lembaga survei.

Proses rekapitulasi suara oleh KPU pun dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat TPS sampai tingkat pusat (nasional). Dan, dalam setiap jenjang dihadiri oleh penyelanggara pemilu dan saksi kedua pasang capres-cawapres. Hasil rekapitulasi dari setiap jenjang itulah yang kemudian menjadi dasar bagi KPU untuk mengumumkan pemenang pilpres. Jadi, bagaimana mungkin KPU mengubah perolehan suara dengan mencocok-cocokkannya dengan hasil quick count.

Kalau ada rilis quick count yang mendekati hasil KPU bukan karena lembaga survei itu berhasil mendikte KPU, tapi karena ketepatan metodologinya. Semakin akurat sebuah lembaga survei memilih sample TPS, semakin luas penyebaranya, dan semakin banyak TPS yang dijadikan sample, maka hasilnya semakin mendekati perolehan suara resmi KPU.

Jadi, jelas bila pendapat saksi ahli PraHara ini jungkir balik tidak menentu, terbolak-balik, ujung jadi pangkal, pangkal jadi ujung.

http://nasional.kompas.com/read/2014/08/15/13234021/Saksi.Ahli.Prabowo.Tuding.Keputusan.KPU.Terpengaruh.Hasil.Survei




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline