Senin kemarin, 19/1/2015 di Istana Negara Jokowi melantik 9 anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dari formasinya bisa dikatakan bila Wantimpres ini mirip-mirip dengan formasi Kabinet Kerja, ada yang berasal dari parpol pendukung, ada juga dipilih dari kalangan profesional.
Sejalan dengan namanya, Wantimpres bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden terkait pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres. Dalam UU tersebut, baik diminta ataupun tidak anggota Wantimpres wajib memberikan nasihat dan pertimbangannya. Nasihat dan pertimbangan tersebut dapat disampaikan oleh anggota Wantimpres secara perorangan maupun kesatuan kelompok.
Nasihat dan pertimbangan kepada presiden ini bersifat rahasia. Inilah yang tersirat dalam Ayat 1 Pasal 6 UU Wantimpres yang menyebutkan, Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, anggota Dewan Pertimbangan Presiden tidak dibenarkan memberikan keterangan, pernyataan, dan/atau menyebarluaskan isi nasihat dan pertimbangan kepada pihak mana pun. Tapi, bagaimana jika nasihat dan pertimbangan untuk presiden itu bocor atau bahkan dibeberkan sendiri oleh anggota Wantimpres?
Pada tahun 2012, tepatnya 25 Mei, Adnan Buyung Nasution meluncurkan buku “Nasihat untuk SBY”. Buku itu bukan saja mengungkap pengalaman empiris Buyung sebagai anggota Wantimpres 2007-2009, tetapi juga membeberkan nasihat-nasihat yang disampaikan Buyung kepada Presiden SBY. Seketika buku ini menjadi kontroversi mengingat kejadian yang disebutkan dalam buku tersebut masih hangat dan presiden yang dimaksud pun masih hidup. Bahkan masih menjabat. Ada yang menilai Buyung telah melanggar UU, tapi ada juga yang beranggapan Buyung hanya melanggar etika.
Dalam buku yang ditulisnya, Adnan menceritakan pengalamanannya ketika Presiden SBY meminta salah satu tayangan Kick Andy di Metro TV untuk disetop. Konon SBY keberatan dengan jawaban Buyung ketika ditanya tentang indikator keberhasilan Buyung sebagai Wantimpres.
Buyung yang dihadirkan sebelum pelantikannya sebagai Wantimpres menjawab, “Taruhlah dengan berpikir sederhana, ada sepuluh point of interest kepentingan bangsa dan negara yang dipertaruhkan, dan saya memberikan nasihat. Kalau sembilan dari sepuluh nasihat saya diterima, berarti berhasil nasihat saya itu. Tetapi kalau dari sepuluh nasihat saya hanya satu yang diterima, berarti gagal, tidak ada gunanya saya kasih nasihat, lebih baik saya keluar, saya cabut saja dari situ. Buat apa saya di situ," ujar Buyung disambut tepuk tangan meriah. (hal 19)
SBY keberatan dengan “'Kalau dari sepuluh nasihat saya hanya satu yang diterima, berarti gagal, tidak ada gunanya saya kasih nasihat, lebih baik saya keluar, saya cabut saja dari situ” apalagi jawaban itu dikutip dan dijadikan iklan Promosi Kick Andy setiap hari selama dua minggu. Lewat Sudi Silalahi, SBY meminta Buyung untuk menghentikan iklan tersebut.
"Bang, saya ini dekat dengan Presiden. Saya tahu perasaannya terpukul sekali dengan pernyataan abang ini. Abang kan belum dilantik, belum mulai bekerja tapi sudah ngancam mau keluar. Kenapa sih Abang begitu?"
Buyung bersikeras mempertahankan pendapatnya. Keduanya ribut di telepon.
Kemudian giliran Menseskab Sudi Silalahi yang menelpon Buyung. "Tolong Bang, disetop itu advertensinya jangan terus-terusan," ujar Sudi.
Buyung kukuh saja. "Lho tidak bisa. Bukan hak saya untuk menghentikan. Itu haknya pers. Haknya Metro TV," balas Buyung.
Rupanya pihak istana menelepon Andy F Noya, Andy pun menelepon Buyung. "Bagaimana nih Bang, promosi ini penting untuk Metro TV. Ini kan untuk menarik pemirsa," jelas Andy di telepon.
Buyung menjawab, "Abang tahu. Abang tidak keberatan kok. Bukan Abang yang minta dihentikan. Abang senang saja, terserah kalianlah bagaimana mengatasinya," balas Buyung.
Namun protes penguasa tersebut ternyata tak dihiraukan Metro TV. Acara tetap ditayangkan tanggal 3 Mei 2007. Iklan yang mengganggu pihak Istana pun tetap dilanjutkan.
Itulah sebagian dari isi “Nasihat untuk SBY” yang menghibur pembacanya. Sebenarnya jawaban Buyung tersebut tidak perlu dirisaukan oleh SBY. Apalagi ketika itu Buyung belum dilantik sebagai Watimpres. Tetapi, faktanya, SBY meminta iklan yang mengulang-ulang jawaban Buyung untuk dihentikan.
Dalam pengakuannya, Buyung secara sadar menerobos UU tersebut untuk memberi pertanggungjawaban moral, politik, dan hukum kepada masyarakat. Menurutnya, keberadaan Wantimpres dengan segala status, wewenang, dan hak istimewa dibayar dari dan oleh uang rakyat. Dengan demikian harus ada pertanggungjawaban kepada rakyat atas tugas konstitusional tersebut. Apalagi Buyung berpendapat bahwa tidak ada kerahasiaan yang bersifat mutlak. Tidak semuanya harus dirahasiakan.
Dan, memang dari “Nasihat untuk SBY” tidak satu pun yang membeberkan nasihat yang berkaitan dengan kerahasiaan negara atau kebijakan strategis yang harus dirahasiakan. Buku itu tidak lebih dari sekedar keluh-kesah Buyung yang menceritakan bila nasihatnya kerap tidak dihiraukan, seperti nasihatnya kepada SBY untuk tidak menandatangani UU Pornografi.
Muncul pertanyaan, bagaimana jika suatu saat nanti ada anggota Wantimpres yang mengungkapkan bila dirinya memberi nasihat kepada presiden untuk tidak menyerang negara tetangga. Pastilah pengungkapan ini nantinya menimbulkan ketegangan antara Indonesia dengan negara yang rencananya akan diserang itu.
Sekilas Buyung benar, sebagaimana yang ditulisnya, “Perlu dipertanyakan lebih jauh sampai di mana kerahasiaan itu berlaku? Apakah segalanya itu serba rahasia sehingga masyarakat tidak boleh mengetahui apapun?” Tapi, bila disandingkan dengan UU yang menyatakan isi nasihat dan pertimbangan kepada presiden tidak boleh disebarluaskan, maka "Nasihat untuk SBY" dapat dikatakan telah melanggar UU. Karenanya, bersifat rahasia atau tidak, nasihat dan pertimbangan untuk presiden seharusnya dirahasiakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H