Januari kemarin mendarat dengan aman satu paketan buku, buku yang ditulis oleh seseorang yang tumbuh besar di salah satu pesantren di Madura sana. Sebetulnya buku ini adalah catatan-catatan harian bebasnya yang dituangkan untuk merespon dan mempertanyakan segala kondisi saat itu. Akibat kecelakaan yang menimpa belio, Ahmad Wahib tutup usia pada akhir bulan maret tahun 70an. Atas inisiatif koleganya sperti Cak Nur, Dawan Rahardjo dkk barulah catatan tsb dibukukan dan di beri judul "Pergolakan Pemikiran Islam".
Rasa-rasanya nama seperti Ahmad Wahib, Cak Nur, Gus Dur, Dawam Raharjdo dll ato yang belum lama ini meninggal Jalaludin Rahkmat bukan lgi hal yang asing ditelinga mahasiswa, khususnya mahasiswa yang ngehaha-hihi di Fak Ushuludin. Seingetku awal mula tahu nama Ahmad Wahib itu dari catatan kaki dari buku yang pernah tak baca.
Nama-nama yang barusan di baca itu, adalah belio" yang berada di gerbong gerakan "Pembaharuan Islam di Indonesia" sebuah upaya pemahaman ulang terhadap teks-teks keagamaan agar tetap relevan dengan zaman. Sebagai mahasiswa eksakta di univ Jogja, Ahmab Wahib juga aktif bergeliat di HMI mendiskusikan soal soal keagaman,sosial dsbg. percikan dan curahan pemikirannya tersalurkan di setiap lingkaran HMI, bahkan kerap kali pemikirannya itu dianggap aneh dan pendapat yang tidak biasa di dengar oleh banyak orang. seperti catatannya yang berbunyi :
"Aku bukan nasionalis, bukan Katolik, bukan sosialis, Aku bukan Buddha, bukan Protestan, bukan westernis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut Muslim" 9 oktober 1969. Atau "Saya ingin berbicara langsung dengan Tuhan dan berkenalan langsung dengan Muhammad. Saya yakin tuhan mencintai dan menghargai pikiran-pikran yang meragukan sebagian ajarannya. Tuhan memberi hak hidup dan memberi kesempatan pada "musuh-musuhnya" untuk berfikir, untuk kemudian menjadi "sahabat-sahabatnya". 15 oktober 1969.
Tuhantidak membatasi &Tuhan akan bangga dengan otak saya yang selalu bertanya tentang dia". Dlsbg
Ahmad Wahib adalah sosok yang selalu resah, gelisah akibat keraguan atas sebuah kebenaran, kalo kata Gus Dur "seorang muslim yang meragukan Tuhan justru untuk lebih meyakini kehadiran-Nya. Itulah kesan dari catatan harian Ahmad Wahib". Berkenaan dengan liarnya pikiran Ahmad Wahib ini, antara lain disemangati oleh kebebasan perseorangan untuk berfikir. Kebebasan berfikir adalah suatu keniscayaan bagi seluruh manusia, semua berhak berfikir.
Saya pun sadar bahwa para pemikir bebas itu adalah orang-orang yang senantiasa gelisah. Kegelisahan itu memang dicarinya. catat Ahmad Wahib
Menurut Cak Nur di makalahnya (Keharusan pembaruan Pemikiran Islam) bahwa Di antara kebebasan perseorangan, kebebasan berpikir dan menyatakan pendapatlah yang paling berharga. Seharusnya kita mempunyai kemantapan kepercayaan bahwa semua bentuk pikiran dan ide, betapapun aneh kedengarannya di telinga, haruslah mendapatkan jalan untuk dinyatakan. Tidak jarang, dari pikiran-pikiran dan ide-ide yang umumnya semula dikira salah dan palsu itu, ternyata kemudian benar. Kenyataan itu merupakan pengalaman setiap gerakan pembaruan, perseorangan maupun organisasi, di mana saja di muka bumi ini. Selanjutnya, di dalam pertentangan pikiran-pikiran dan ide-ide, kesalahan sekalipun memberikan kegunaan yang tidak kecil, sebab ia akan mendorong kebenaran untuk menyatakan diri nya dan tumbuh menjadi kuat.
Membaca catatan dan gagasan-gagasan Ahmad Wahib cukup menggertak jasad dan menyegarkan otak, ini yang kiranya, antara lain memperalus gerakan pembaruan Islam sebuah upaya yang tidak akan berakhir, begitu seterusnya.
Selamat Ahmad Wahib, catatan-catatan mu abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H