Rintik gerimis sore hari membasahi kaca depan mobil mewah Arul yang membawanya ke rumah Dilo Corsa, seorang podcaster terkenal di seluruh negeri. Brama, sang sopir, menawarkannya untuk mampir ke sebuah kafe setelah melihat raut muka tuannya yang duduk di baris kedua tampak tegang.
"Mampir kafe dulu, Pak. Acara Pak Dilo masih dua jam lagi. Americano anget dan kue sepertinya enak pas hujan begini," kata Brama kepada majikannya sambil menatap kaca spion di atasnya.
Arul menghela nafas, lalu merespon dengan nada agak ketus, "Di tempatnya Dilo juga pasti disuguhin kopi dan kue-kue."
"Belum tentu, Pak. Palingan juga air mineral. Minggu lalu sopir Pak Wendha bilang kalau sepulang dari sana Pak Wendha ngomel-ngomel melulu. Jauh-jauh dari luar kota masak disuguhin air mineral dan keripik singkong doang, gitu katanya. Oh ya, Bapak juga belum makan siang, kan?" tanya Brama.
Tiba-tiba suara ponsel Arul berbunyi. Pria 53 tahun itu meraih tas kerjanya yang berada di jok samping lalu mengambil ponselnya dari situ.
"Wah, panjang umur tuh Wendha. Nih dia telpon. Oke, kita mampir ke kafe aja dulu," kata Arul kepada Brama sesaat sebelum menjawab telepon.
"Siap, Bos," kata Brama sambil tersenyum senang.
Mereka memilih duduk satu meja dengan kursi saling berhadapan di dekat jendela. Sore itu kafe tampak sepi. Selain Arul dan Brama, ada dua pengunjung lainnya yang duduk di ujung kafe.
Rintik gerimis kini menjelma menjadi hujan yang cukup deras. Brama duduk manis sambil menikmati secangkir kopi americano hangat dan meringue cake yang nikmat. Majikannya malah belum mencicipi kopi dan kuenya sama sekali karena masih berbicara lewat ponselnya.
Brama tidak memahami pembicaraan antara sang majikan dengan Pak Wendha. Mereka berbicara dalam bahasa Inggris yang tak sepatah kata pun dimengerti oleh Brama.
(Sebenarnya pembicaraan antara Arul dan Wendha bukan dalam bahasa Inggris, melainkan bahasa Perancis. Keduanya pernah mengikuti studi singkat di Metz, sebuah kota di timur laut Perancis.)