Kompas.com, almarhum Mas Aji gugur dalam tugasnya setelah dipatuk ular King Cobra ketika sedang memberikan pelatihan menangani ular di acara basic training muscle di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Baru-baru ini tersiar kabar meninggalnya Aji Rachmat Purwanto, ketua sekaligus pendiri Yayasan Sioux Ular Indonesia. Dilansir dariAlmarhum segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namun setelah dirawat di ICU selama dua hari, almarhum menghembuskan nafas terakhirnya pada Rabu dini hari (14/2/2023).
Sebelumnya menyampaikan tulisan ini lebih jauh, saya pribadi mengucapkan duka cita yang dalam atas berpulangnya Mas Aji. Teriring doa semoga semua amal ibadah almarhum semasa hidupnya diterima oleh Yang Maha Kuasa. Aamiin.
Juga terbersit harapan bahwa insiden yang menimpa almarhum Mas Aji menjadi insiden yang terakhir kalinya. Rasanya sudah terlalu banyak korban gigitan ular yang bisanya sangat mematikan ini.
King Cobra, berbisa dan gesit
Kabar meninggalnya Mas Aji tentu membuat sedih bagi siapapun yang concern terhadap spesies hewan melata satu ini. Tapi di sisi lain, insiden tersebut menjadi semacam alarm bahwa sudah saatnya Indonesia memiliki serum anti-bisa ular (SABU) King Cobra.
Sejauh ini, SABU khusus King Cobra cuma ada di Thailand dan harganya luar biasa mahal. Detik.com pernah menginformasikan harganya sekira USD 76,000 hingga USD 115,000 atau setara 264 juta sampai 1,7 miliar rupiah. Sayangnya di dalam artikel tersebut tidak terdapat informasi apakah harga tersebut untuk per vial, per paket vial atau per galon?
Ular King Cobra yang bernama Latin Ophiophagus hannah merupakan salah satu ular paling berbisa di dunia. Menurut informasi dari Live Science, King Cobra adalah ular paling berbisa ketiga di dunia setelah ular Inland taipan / western taipan (Oxyuranus microlepidotus) dan Coastal taipan (Oxyuranus scutellatus).
Racun ular bertubuh cantik ini bisa membunuh orang dewasa kira-kira dalam 15 menit atau gajah dewasa dalam beberapa hari. Sekali mematuk, ular King Cobra mengeluarkan racun dengan volume sekira tujuh mililiter atau sekira seperempat gelas sloki! Racun itu dikeluarkan melalui mekanisme tertentu pada taringnya yang panjangnya kira-kira 12 cm.
Dirangkum dari artikel yang ditulis oleh Sean Carroll, pakar biologi molekuler dari University of Maryland Amerika Serikat, bisa ular King Cobra bekerja sangat cepat dengan melumpuhkan sistem saraf. Racun tersebut mengikat reseptor pada sel otot.
Secara bersamaan, racun itu juga menghalangi kemampuan asetilkolin, salah satu neurotransmitters kimia tubuh, untuk mengontrol kontraksi otot. Nah, pemblokiran reseptor inilah yang menyebabkan kelumpuhan, gagal napas, dan kematian.
Ketika merasa terancam, bagian leher ular King Cobra akan mengembang seperti centong nasi. Ada mekanisme tertentu yang terjadi pada tulang dan otot lehernya. Ketika sedang mode marah seperti ini, ular ini bisa mengangkat kepalanya ke atas dengan tinggi kira-kira sepertiga badannya.