Sara membuka kedua matanya dengan perlahan. Cahaya terang di depannya membuatnya silau.
Sadar bahwa yang ia lihat adalah kobaran api yang menyala-nyala, ia pun berteriak. Akan tetapi suaranya terhenti di pangkal lidahnya. Rupanya mulutnya disumpal dengan kain lalu diplester dengan isolasi plastik.
Sara menyadari bahwa tubuhnya terikat dalam posisi berdiri di sebuah tiang kayu. Kedua pergelangan tangannya terikat erat di atas, begitu pula kedua pergelangan kakinya juga terbelenggu dengan rapat. Ia melihat dirinya mengenakan pakaian dari kain satin berwarna merah yang menutupi tubuhnya dari dada hingga mata kakinya.
Ia berada di sebuah ruangan dengan atap berbentuk kubah terpancung yang cukup tinggi. Jadi ruangan itu tidak beratap atau terbuka. Dindingnya yang berbentuk lingkaran bercat biru dan mengandung ornamen aneh yang berwarna marun dan warna emas.
Terdapat sejumlah jendela dengan lis berwarna marun di sejumlah bagian dinding. Gedung itu tidak berlantai alias berlantai tanah.
Perlahan Sara menolehkan kepalanya ke kanan. Ia melihat sejumlah orang yang mengenakan jubah berwarna sama. Mereka mengenakan tudung yang menutupi kepala mereka, wajah mereka kurang terlihat jelas. Sara melihat mata mereka terpejam dan mulut mereka komat-kamit seperti sedang merapal mantera.
Sara merasa cemas. Perlahan ia menoleh ke kiri dan merasa terkejut dengan sosok di sebelahnya.
Biyan... Posisi tubuhnya sama persis seperti dirinya, tergantung setengah telanjang dengan kedua tangan dan kaki yang terikat erat. Kain merah yang sama menutupi area perut hingga lututnya.
Biyan masih belum siuman. Kepalanya tampak terkulai lemas, kedua matanya masih terpejam.