Penyanyi pria tanah air Teddy Adhitya, baru saja merilis album keduanya yang berjudul "Question Mark (?)" (catatan: tanda tanya berada dalam lingkaran). Album berisi sepuluh lagu ini secara resmi dirilis pada 23 Agustus 2019 lalu di bawah label Ted Records ID, bergenre R&B/soul /neo soul.
Hadirnya album Teddy cukup memberi warna bagi musik Indonesia karena pertama, kita kekurangan solois pria. Kedua, kita kekurangan penyanyi genre R&B/soul. Ketiga, kita kekurangan album musik berkualitas dengan taste internasional.
Nah, album Teddy ini hadir ketika kita bertanya, dimanakah para musisi kita? Karena hampir tidak terdengar album musik baru dari musisi tanah air khususnya solois pria.
Apakah mereka sedang sibuk menyusun komposisi baru? Atau sedang sibuk tur di kota-kota atau daerah? Atau apakah mereka sedang tidak melakukan apa-apa? Sedang berhibernasi?.
Rasanya banyak juga pertanyaannya. Tetapi, bukankah hidup kita selalu diliputi dengan pertanyaan? Bahkan mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi kita pasti akan bertanya, minimal kepada diri sendiri. Itulah yang menjadi latar belakang mengapa Teddy memberi judul albumnya "Question Mark ((?))" yang artinya tanda tanya.
Pemilihan judul album dengan kalimat sudah tepat karena mendiang XXXTentacion, musisi hip hop / R&B / soul dari Amerika Serikat, juga punya album berjudul "?" yang juga dilafalkan sebagai question mark.
Album ini bukan representasi pertanyaan remeh seperti "sekarang jam berapa?", "nanti makan dimana?", "nanti mau mengerjakan apa?", "baju apa yang akan aku kenakan hari ini?". Tidak, bukan tentang itu.
Album ini tentang memandang diri sendiri, tentang kontemplasi. Tentang cinta, itu pasti. Tema cinta tidak pernah usang untuk digali. Bahkan di tangan Teddy, tema tersebut segar kembali.
Album ini juga tentang apa yang harus dilakukan. Tidak selalu pragmatis, bisa juga berupa angan yang nantinya akan datang dengan sendirinya. Album ini ibarat sebuah refleksi diri, sebuah upaya menyelami letupan emosi menuju ke sebuah arah, yaitu transformasi diri.
Oleh karena itu album ini terasa personal, mengejawantahkan Teddy dan eksplorasi musiknya kepada penikmat musiknya yang tidak datang dari tanah air saja. Karena seluruh lirik lagunya dalam bahasa Inggris, karya musiknya berpeluang didengar oleh penikmat musik global.
Lho, katanya musik adalah bahasa universal yang bisa menyatukan umat manusia berbagai bahasa? Tetapi, bukankah kita juga mendengarkan lirik lagu ketika menikmati musik? Kecuali musik instrumental, biasanya kita menangkap emosi sebuah lagu lewat liriknya.