Baru-baru ini dua peristiwa berlatar belakang sentimen SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) viral dalam waktu yang berdekatan. Dua-duanya punya outcome yang sama yaitu keresahan masyarakat. Bahkan salah satunya memicu kemarahan, membuat kerusuhan lokal yang berdampak nasional dan diberitakan oleh sejumlah media asing global. Hal ini membuat kita semua merasa prihatin.
Tapi semuanya telah terlambat. Seluruh dunia terlanjur tahu bahwa ada masalah dengan kehidupan orang Indonesia. Sontak kita malu. Apa yang bisa kita jelaskan kepada dunia, dan bagaimana reaksi mereka setelah mereka mengetahui akar permasalahannya ternyata dilatarbelakangi oleh sentimen SARA?
Saya melihat kalender, hari ini menunjukkan tanggal 20 Agustus 2019. Sekali lagi, tahun 2019. Cukup jauh dari tanggal 17 Agustus tahun 1945 dimana bangsa Indonesia mulai merasakan kemerdekaan. Tetapi tahun 2019 lumayan jauh dari tanggal 28 Oktober 1928 dimana ikrar Sumpah Pemuda pertama kali digaungkan dalam Kongres Pemuda II.
Kedua peristiwa penting di dua tanggal tersebut seharusnya menjadi titik balik kita sebagai orang Indonesia. Artinya, seharusnya kita sudah selesai dengan perbedaan terkait suku, agama, ras, antar golongan.
Perbedaan-perbedaan itu sudah dijawab dengan kata "PERSATUAN" yang tersirat secara eksplisit di tahun 1928 dan menjadi semangat yang mendasari lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1945.
Kalau ada yang lupa dengan isi Sumpah Pemuda, mari kita baca bersama teksnya berikut ini sebagai pengingat:
Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
(Lebih jauh tentang sejarah Sumpah Pemuda, simak kembali artikel ringkas di Kompas.com)
Jadi persatuan dalam kehidupan kita sebagai bangsa tidak perlu dipertanyakan kembali, apalagi diperdebatkan. Persatuan adalah final dan tidak bisa ditawar-tawar. Persatuan Indonesia menurut saya adalah predominant (yang paling utama), priceless (tidak ternilai) dan precious (mulia).