Terinspirasi dari tulisan Kompasianer Johanes Krisnomo yang berjudul "Bayi Nyamuk itu Bernama Jentik" tentang pencegahan penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau terkenal dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang belakangan mewabah di tanah air, saya merasa perlu membagikan pengalaman salah satu adik ipar saya yang terkena DBD akhir Januari 2019 lalu.
Pertama-tama saya pribadi merasa prihatin atas wabah DBD yang tercatat telah merenggut nyawa 188 jiwa. Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Anung Sugihantono, jumlah kasus DBD di tanah air tercatat 19.003 kasus (sumber). Syukurlah, saat ini menurut informasi trennya menurun. Semoga para pasien DBD bisa segera pulih.
Baru-baru ini adik ipar saya terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit. Ia terdiagnosa menderita DBD. Setelah perawatan selama empat hari di RS, ia boleh pulang tetapi tetap harus meminum obat-obatan dan harus kontrol ke rumah sakit. Sepulang dari rumah sakit, ia mulai mengkonsumsi sari kurma. Entah bagaimana, sepertinya sari kurma itu punya khasiat. Setelah dua hari mengonsumsinya sepulang dari rawat inap, ada peningkatan angka trombosit dalam darah yang sangat signifikan.
Jadi begini cerita lengkapnya, suatu hari adik ipar saya mengeluh demam tinggi yang tak berhenti terutama di kala malam, pusing, sekujur badannya lelah, perut mual, beberapa kali muntah. Ia memang amat kelelahan usai kerja keras bagai quda hingga tengah malam selama beberapa hari guna memenuhi tenggat waktu.
Beberapa hari berikutnya, karena nampaknya keluhannya tidak berkurang setelah mengalami penderitaan selama tiga hari, termasuk sudah memeriksakan diri ke dokter umum (oleh dokter ia diduga menderita typhus dan diberi rujukan periksa darah WIDAL), kami memutuskan untuk membawanya ke UGD Rumah Sakit (RS). Waktu itu sudah hampir tengah malam.
Baca Juga: Menelaah Tata Logika Media Massa, Lebih Silent Killer mana DBD atau Covid-19 di Indonesia ?
Dari hasil pemeriksaan darah di RS ia terdiagnosa menderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau terkenal dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Trombositnya sangat rendah, 15.000 saja. Angka normal trombosit dalam darah adalah 150.000 hingga 450.000.
Terus terang kami was-was dengan kondisi adik ipar saya waktu itu. Dokter menginformasikan kemungkinan adanya pendarahan di gusi, BAB darah, muntah darah dan lain-lain. Hingga tiba di ruang rawat inap, adik ipar saya belum menunjukkan gejala tersebut. Tapi tetap saja kami was-was.
Kami melihat penanganan medis nampaknya sudah maksimal, tim medis di ruang rawat inap secara intensif memeriksa adik ipar saya dan memberikan sejumlah obat-obatan. Kami hanya berdoa untuk kesembuhannya.
Di hari pertama dirawat di RS ia hampir tidak bisa makan dan minum karena mual. Tetapi kami memaksanya makan dan minum air putih walaupun tidak banyak yang bisa masuk. Ini demi menambah nutrisi tubuhnya.
Hasil pemeriksaan darah di hari pertama itu sangat mengejutkan kami, angka trombositnya terjun bebas di angka 8.000 saja! Resep 10 kantong darah pun kami terima. Pengambilan kantong darah akan diambil sesuai instruksi tim medis. Terus terang kami pasrah, tetapi terus berupaya memaksa adik ipar saya untuk makan dan minum air putih walau sedikit.