Lihat ke Halaman Asli

Gatot Tri

TERVERIFIKASI

Swasta

Asuransi yang Memanusiakan Manusia

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1428598196416416149

[caption id="attachment_409008" align="aligncenter" width="300" caption="Asuransi yang memanusiakan manusia (Sumber: Gargash Newsletter)"][/caption]

Beberapa hari ini saya mengunjungi sebuah RS swasta di Surabaya untuk menjalani pemeriksaan dan terapi untuk pemulihan cedera yang saya alami. Saya menggunakan asuransi BPJS Kesehatan.

Selama beberapa kali datang ke RS, saya cukup kaget dengan banyaknya pasien yang datang memeriksakan masalah kesehatannya. Pada kunjungan saya kemarin (8 Apr 2015), jam 09.30, pasien yang menggunakan asuransi BPJS Kesehatan sudah mendekati 300 pasien yang dirujuk dari klinik ke sejumlah poli spesialis. Sementara untuk asuransi lainnya berkisar 30an orang dan pasien umum yang membayar sendiri ada 43 orang. Jumlah pasien pasti akan bertambah hingga malam, apalagi jumlah pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan. Saya pernah melihat jam pelayanan administrasi RS bahkan berlangsung hingga hampir tengah malam ketika saya masih menunggu obat resep di instalasi farmasi. Loket pelayanan pasien BPJS masih buka dan suasananya cukup sibuk.

Harus kita akui bahwa BPJS Kesehatan memiliki dampak yang fenomenal, yang mampu membuka kesadaran orang Indonesia berasuransi, minimal telah sadar akan pentingnya asuransi kesehatan. Dengan dasar hukum UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan kini kabarnya telah memiliki sekitar 133 juta peserta di seluruh pelosok Indonesia dan akan terus bertambah (http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/26/20183041/Perbaiki.Sistem.Pendaftaran.dan.Kualitas.Layanan.BPJS). Dengan premi bulanan yg cukup terjangkau, masyarakat dapat secara optimal memperoleh akses ke pusat layanan kesehatan dalam jaringan BPJS Kesehatan.

Di sisi lain, keberhasilan BPJS Kesehatan merupakan peluang bagi dunia bisnis asuransi untuk memperkenalkan produk-produk asuransinya kepada masyarakat tanpa banyak berpeluh memberikan edukasi awal mengenai asuransi. Masalahnya, buah yg mana yg akan dipetik oleh perusahaan asuransi swasta itu bergantung pada cara atau strategi masing-masing.

Dalam tulisan ini, saya hendak menyajikan sejumlah fakta tentang asuransi yang saya tangkap selama saya menjalani pemeriksaan di Surabaya. Pertama, masyarakat sudah sadar berasuransi. BPJS sudah memberikan layanan terbaiknya bagi masyarakat Indonesia yang sudah rela menyisihkan penghasilannya untuk “membeli” produk asuransi kesehatan.

Kedua, masyarakat makin paham mengenai produk asuransi. Ketika menunggu antrian di loket pelayanan BPJS di RS ataupun di ruang tunggu poli spesialis dan instalasi farmasi, saya mendengar beberapa orang yang antusias menjelaskan alur administrasi pelayanan BPJS kepada pasien yang mungkin baru pertama kali menggunakan layanan BPJS. Cukup sering kegiatan berbagi informasi itu dilakukan oleh seorang pasien atau keluarga pasien ke pasien atau keluarga pasien lainnya. Jadi, masyarakat kini selain makin sadar terhadap pentingnya asuransi juga makin berpengetahuan atau mengenai layanan suatu produk asuransi.

Ketiga, sakit tapi bahagia. Sebelum ada BPJS Kesehatan, pasien dan keuarga pasien mungkin kurang bahagia karena biaya-biaya pemeriksaan, obat-obatan, terapi dan lain-lain harus ditanggunng sendiri. Namun kini, dengan premi bulanan yang terjangkau, segala masalah kesehatan sudah ada backup-nya. Saya pernah melihat tagihan RS perawatan inap ayah saya di sebuah RS swasta di Surabaya yang nilainya 40an juta rupiah. Di sisi lain saya bahagia karena ayah saya telah pulih, namun di sisi lainnya tagihan RS itu membuat saya kurang bahagia karena angka itu sangatlah besar. Namun kini saya melihat keceriaan di RS tempat saya menjalani pemeriksaan. Ratusan pasien di RS yang saya amati tidak menunjukkan nuansa sedih sendu bahkan derai tawa sering terdengar di berbagai tempat sehingga suasana RS hampir mirip mal. Mereka pasien-pasien yang kebetulan punya masalah kesehatan, namun tetap merasa bahagia karena ada asuransi BPJS kesehatan yang menjamin semuanya. Tiadanya perasaan was-was akan tagihan biaya perawatan di RS, secara psikologis menghasilkan perasaan lega yang menstimulasikan optimisme akan kesembuhan. Masa sudah sakit, harus menderita lagi karena was-was dengan tagihan RS?

Saya ingat ketika menunggu fisioterapi, ada seorang pasien penderita stroke yang berlatih berjalan. Tidak ada gurat sedih baik di wajah penderita ataupun keluarga. Bahkan sesekali tawa meledak karena petugasnya juga humoris. Katanya "Hati yang gembira adalah obat" . Semoga kegembiraanya dapat mempercepat kondisinya.

Keempat, layanan medis yang semakin optimal. Baik praktek dokter swasta, poliklinik hingga rumah sakit kini seakan berlomba memberikan layanan terbaik demi kesembuhan pasien. Saat ini iklim dunia kesehatan cukup kondusif apalagi dengan adanya jaminan asuransi BPJS Kesehatan yang melindungi masyarakat berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan. Hal ini membuat masyarakat makin percaya dengan langkah-langkah medis yang dilakukan pusat layanan kesehatan kepada masyarakat. Namun di sisi lain, kasus malpraktik sejauh ini tetap ada namun rasanya bagai butir pasir di karung garam. Sejumlah media baru-baru ini meliput tentang kasus malpraktik yg terjadi di Gresik, Jawa Timur dimana seorang anak meninggal dunia setelah koma selama 72 hari lamanya setelah menjalani operasi pengangkatan tumor. Meskipun kasus ini seakan kerikil dibanding keberhasilan pusat-pusat layanan medis kepada masyarakat, kasus tersebut harus menjadi perhatian serius karena bagaimanapun hal ini menyangkut nyawa orang lain. Penyelesaian kasus-kasus malpraktik ini diharapkan positif sehingga dampaknya tidak mencoreng layanan medis secara umum dan dampak ikutan ke sektor asuransi khususnya asuransi kesehatan.

Dari pengamatan yang saya lakukan selama beberapa hari di RS, saya berupaya menarik benang merah dari industri asuransi secara umum. Industri asuransi yang diselenggarakan oleh pihak swasta punya potensi untuk melangkah lebih jauh namun harus dengan riset dan strategi yang matang yang menurut saya harus dilakukan secara personal. Jadi, konsep-konsep marketing di industri asuransi sudah waktunya beradaptasi dengan makin memberikan layanan yang bersifat personal.

Menurut saya penyelenggara layanan asuransi swasta harus konsisten dan memberikan layanan terbaik pada beberapa aspek berikut ini. Pertama, produk yang berkualitas dan terjangkau. Produk asuransi yang preminya terjangkau tentu lebih diminati masyarakat Indonesia apalagi dengan iming-iming benefit atau keuntungan maksimal. Sekedar informasi, peserta BPJS Kesehatan adalah semua lapisan masyarakat baik muda-lanjut usia, kaya-tidak kaya, maupun fisik sempurna-fisik kurang sempurna. Sekali lagi saya mengambil contoh selama pengamatan saya di RS. Saya kerap melihat pasien berpenampilan mentereng dan pasien ber-gadget mewah di ruang tunggu poli spesialis. Saya juga melihat pasien yang berpakaian kumal dan bau tak sedap. Semua orang kini mampu membeli asuransi kesehatan dengan pilihan premi bulanan yang terjangkau.

Mengenai kualitas layanan, saya hendak membagi sedikit pengalaman saya. Saya pernah menjadi peserta asuransi swasta yang merupakan fasilitas.kantor. Saya merasakan adanya layanan privilege ketika berobat di sebuah RS swasta di Surabaya, saya menerima layanan bak raja atas layanan RS. Misalnya, petugas RS membawa berkas-berkas saya ke ruang dokter spesialis dan langsung masuk ruang praktik tanpa antrian hingga membantu menyampaikan resep ke instalasi farmasi. Pengalaman lainnya, ketika berobat ke poli spesialis RS swasta lainnya, oleh petugas administrasi poli spesialis, saya sudah mendapatkan nomor urut sekian, namun saya diwanti-wanti agar langsung masuk saja ke ruang praktik begitu melihat dokter masuk ke ruang praktik. Saya mengiyakan namun saya merasa sungkan dengan pasien lain dan ikut menunggu saja sesuai nomor antrian. Nah, saatnya produk asuransi kesehatan swasta mengambil ceruk pasar dengan konsep layanan privilege. Bagaimana bentuknya silakan penyelenggara asuransi swasta memikirkan.

Kedua, klaim yang mudah. Sudah sering pengalaman individu yg dibagikan di internet mengenai susahnya mengajukan klaim asuransi. Hal ini bisa kita search sendiri di internet dengan bantuan mesin pencari. Pendeknya, balaslah kepercayaan dari masyarakat yang sudah menjadi peserta asuransi dengan memberikan kemudahan-kemudahan layanan. Kerap kita dengar cerita peserta asuransi yang tidak bisa mengklaim asuransi, seakan-akan ikut asuransi itu mendapatkan keamanan tapi mbendhol mburi (bahasa Jawa Suroboyoan, artinya apes belakangan).

Ketiga, kejelasan informasi produk asuransi. Saya mengambil contoh untuk produk asuransi kesehatan, umumnya tidak semua penyakit dijamin oleh pihak asuransi swasta. Contoh lainnya untuk asuransi kendaraan dimana salah seorang kompasianer membagikan pengalaman bahwa goresan yang merusak cat bodi mobil susah diklaimkan ke pihak asuransi yang menganggap item tersebut tidak masuk dalam pertanggungan. Mengenai hal ini, sebaiknya pihak asuransi, dalam hal ini agen asuransi, harus menjelaskan secara detail pasal demi pasal kepada peserta asuransi agar tidak terjadi kesalahpahaman. Agen asuransi harus bekerja keras bukan hanya dalam menarik peserta baru namun juga membuat peserta asuransi atau pemegang polis paham akan produk asuransi yang ia gunakan karena peserta asuransi sudah bekerja keras dan menyisihkan pendapatannya untuk premi asuransi. Secara pribadi saya kurang setuju dengan pemasaran asuransi lewat telepon karena tidak lengkap memaparkan informasi produk asuransi yang ditawarkan. Umumnya agen asuransi yang menawarkan produknya secara telemarketing berbicara cepat-cepat dan susah disela dengan pertanyaan dari prospek yang dihubungi.

Keempat, asuransi tidak sama dengan investasi. Saya pribadi tidak menyetujui bahwa asuransi sama dengan investasi. Contoh, produk asuransi pendidikan anak. Saya pribadi mungkin akan memilih menabung saja dengan disiplin tinggi, saya kira tabungan saya kelak akan cukup untuk biaya pendidikan anak. Atau membeli tanah di lokasi yang cukup strategis dengan cara kredit di bank selama masa pertumbuhan anak kira-kira hingga lima tahun. Menjelang usia sekolah, katakanlah sekolah dasar, nilai tanah sudah berlipat dan bisa dijual untuk biaya pendidikan anak. Saya kira pemahaman sebagian masyarakat mampu yang tadinya mengikuti asuransi sambil berinvestasi menjadi tergeser. Ada juga produk asuransi yang preminya dibayarkan selama "masa kontrak", yang mensyaratkan premi bulanan yang disetorkan tidak boleh diambil selama masa satu, lima atau sepuluh tahun. Peserta pemegang polis asuransi tersebut dijanjikan dapat menarik investasinya (atau tabungannya) setelah kontrak berakhir dengan nilai yang cukup menggiurkan, namun bisa jadi nilai uang yang ia terima makin kecil setelah sepuluh tahun rutin membayar premi. Menurut saya, masyarakat kini makin paham akan instrumen investasi sehingga "dogma" asuransi sambil berinvestasi lambat laun akan terkikis. Perusahaan asuransi swasta di masa mendatang sebaiknya mulai menyusun citra baru yang berbeda dan positif untuk produk-produk asuransinya.

Kelima, public relation yang positif. Perusahaan asuransi sebaiknya memiliki “attitude” atau sikap, dalam hal ini sikap positif yang melihat peserta asuransi sebagai bagian dari ekosistem industri asuransi yang bersimbiosis mutualisme, bukan sebagai obyek asuransi, bukan sebagai sekedar target market lagi, melainkan sebagai MANUSIA -  dimana mereka sudah memberikan kepercayaan yang besar kepada perusahaan asuransi swasta. Saya pribadi merasa jengah dengan pesta-pesta atau acara malam penghargaan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan asuransi terkemuka. Saya kira bukan saya saja yang merasakannya. Apalagi dengan indoktrinasi menjadi kaya dengan menjadi agen asuransi. Menurut saya, jika perusahaan asuransi merasa perlu mengapresiasi tim pemasaran atau agen produk asuransi, sebaiknya dilakukan secara internal dan tidak diekspose secara berlebihan apalagi diiklankan di media massa. Bagaimanapun masyarakat sudah mempercayakan dananya untuk dikelola oleh perusahaan asuransi dan masyarakat berharap mendapat manfaat dari uang yang mereka sisihkan dari jerih payahnya menggunakan otak dan tenaga fisik setiap harinya demi membayar premi bulanan.

Industri asuransi tidak terlepas dari manusia baik sebagai pemasar dan manusia sebagai konsumen. Karena inti dari asuransi adalah kepercayaan dari seorang manusia (peserta, pemegang polis), maka sudah waktunya manusia lainnya (penyelenggara asuransi, termasuk agen di dalamnya) memanusiakan manusia. Sebaiknya sisihkan tradisi mengejar kuantitas dan mulai mengejar kualitas. Masyarakat juga sudah semakin cerdas, apalagi di era sosial media ini, masyarakat gampang mengungkapkan suka cita dan gampang pula menebar keluh kesah. Termasuk dalam hal memuji atau mencaci produk asuransi yang ia ikuti.

Sebagai penutup, karena layanan asuransi adalah pelayanan terhadap manusia, sudah siapkah industri asuransi memanusiakan manusia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline