Ki Hadjar Dewantara menekankan tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak murid sehingga dapat memperbaiki budi perkertinya. Paradigma Berpikir Among menjadi sebuah kekuatan pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.
Budaya sekolah menurut Fullan (2007) "keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang terlihat dari bagaimana sekolah menjalankan aktivitas sehari-hari". Deal dan Peterson (1999) mendefinisikan budaya sekolah sebagai berbagai tradisi dan kebiasaan keseharian yang dibangun dalam jangka waktu yang lama oleh guru, murid, orang tua, dan staf administrasi yang bekerja sama menghadapi berbagai krisis dan pencapaian. Maka seorang guru menjadi pembelajar sepanjang hayat sesuai kodrat dan zamannya dalam mendidik dan mengajar murid.
Terima kasih kepada Ibu Debora L.Yepese S.Pd Kepala SDN INPRES VIM II yang memberikan fasilitas dalam melaksanakan praktik sekolah baik bagi Calon guru penggerak untuk daerah intensif angkatan 9, Bapak Wandy Praginda M,Si sebagai fasilitator dan Ibu Batseba Yass S.Pd guru mitra 4A bersama dewan guru SDN INPRES VIM II serta teman calon guru penggerak seperjuangan dalam ilmu pengetahuan mengenai kurikulum merdeka belajar dimana fase Mandiri Berubah pada SDN INPRES VIM II . Sungguh sangat berharga bagi saya memperoleh dan berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan baru di BPSDM untuk berlatih menjadi calon guru penggerak yang diselenggarakan oleh BGP Papua melalui pendidikan guru penggerak.
Praktik baik saya pertama berusaha menuntun dalam pembelajaran PJOK pada anak murid dengan menyediakan mempertimbangkan kebutuhan murid dengan menggunakan gaya belajar untuk memperoleh suatu proses pengetahuan dan informasi bagaimana dapat dipahami, diterima dan dilaksanakan sesuai harapan tujuan pembelajaran diantara lain gaya belajar auditori dimana seorang murid membaca modul yang telah dibagikan untuk dibaca dan gaya belajar visual dimana seorang murid melihat gambar modul yang dibagikan untuk dilihat serta gaya belajar kinestetik dimana seorang murid mempraktikkan gerakan pada tema yang diingikan secara berpasangan dengan memperagakan gerakan. Maka saya sebagai guru sudah menyiapkan praktik pembelajaran berdeferensiasi konten mempertimbangkan kebutuhan gaya murid dengan mengelompokan secara hetrogen.
Praktik baik saya yang kedua memanfaatkan halaman yang luas dan rindang milik Ibu guru Elisabeth Toroby seizin beliau dengan harapan murid dapat mencintai lingkungan dan bersenang-senang dalam melaksanakan permainan sepak bola dengan dimodifikasi didalam permainan yang sederhana agar dapat menimbulkan kebahagian dalam diri murid sendiri secara interensik sesuai harapan tujuan pembelajaran.
Sebelum menjadi calon guru penggerak saya belum mengetahui cara menangani murid dengan budaya positif dan belum mengetahui untuk rencana pembelajaran berdeferensiasi Konten, Proses, Produk untuk menambahkan demensi kompetensi sosial emosional serta belum mengetahui bagaimana percakapan yang baik dalam coaching.
Setelah melaksanakan Pendidikan calon guru penggerak saya merefleksi pada diri saya banyak hal yang harus saya perbaiki pada diri sendiri secara sadar untuk terus-menerus membudayakan dalam tindakan dan ucapan yang positif dan berusaha menuntun kebutuhan belajar murid sesuai kodratnya untuk memperoleh kesenangan dan kebahagian setinggi-tinginya secara individu dengan menanamkan kompetensi sosial emosional diantara lain : kesadaran diri, manajeman diri, kesadaraan sosial, ketrampilan berelasi, pengambilan keputusan yang bertanggung jawab untuk bisa dituangkan didalam perencanaan pembelajaran untuk menciptakan karakter murid dalam budaya positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H