Lihat ke Halaman Asli

Surat Untuk Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam Indonesia Raya, Bapak Ketua Dewan Pembina. Ijinkan wong cilik dari kader Partai Gerindra menulis surat untuk Bapak.

Bapak Prabowo yang kami banggakan.

Perkenalkan, saya Gatot Aribowo, eks Caleg DPRD Kabupaten Blora dari Partai Gerindra. Meski tak terpilih di pemilihan legislatif 9 April lalu, saya tetap merasa menjadi bagian dari partai. Saya masih merasa menjadi kader, walau dalam struktur internal DPC Kabupaten Blora tidak masuk dalam timses pemenangan Pilpres 9 Juli 2014. Walau begitu, dangan cara tersendiri saya tetap turut ambil bagian untuk proses kemenangan partai dalam mengantarkan salah satu kadernya guna mencapai tingkat prestasi tertinggi dalam karir politiknya.

Bapak Ketua Dewan Pembina yang kami hormati.

Seluruh rangkaian proses perjuangan partai dalam pemilihan umum ini telah kita lalui. Karenanya, saya beranikan diri untuk menulis surat buat Bapak. Kalaupun dianggap lancang, saya siap menerima sanksi apapun, termasuk pemecatan kader, yang secara otomatis akan menghentikan saya dalam perjuangan melalui politik, dan kembali ke perjuangan melalui jurnalistik. Saya tidak akan berganti ke partai lain, karena saya telah berikrar, "sekali masuk politik, dan pilihan telah saya jatuhkan ke Partai Gerindra, begitu keluar dari Partai Gerindra berarti keluar dari dunia politik."

Bapak Prabowo yang kami banggakan.

Saya sangat memahami perasaan Bapak ketika dalam posisi hitung-hitungan di KPU pada 22 Juli kemarin kita tertinggal cukup jauh dengan pihak lawan, hingga akhirnya pihak lawan ditetapkan oleh penyelenggara even pemilihan sebagai pemenang.

Perasaan itu juga saya rasakan secara tidak langsung. Secara langsung, saya pernah merasakannya pada hitung-hitungan hasil pemilihan legislatif 9 April silam. Bercampur aduk perasaan saya ketika itu. Kesal, marah, kecewa, dan terluka. Apalagi, dalam proses pemilihan tersebut saya selalu menjaga agar berjalan di atas rel peraturan.

Di masa-masa kampanye pemasangan APK, saya selalu berusaha untuk tidak memasang APK di pohon. Selain tidak taat peraturan, saya juga merasa kasihan terhadap pohonnya. Pernah suatu sore saya memerintahkan orang saya untuk melepas APK saya yang dipaku di pohon. Saya memang lupa berpesan ke pemasang agar tidak memasangnya di pohon.

Saya juga menghindari sejauh mungkin untuk melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang. Berbagai selebaran, mulai dari pasal tindak pidana politik uang dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2012 hingga fatwa MUI dan PBNU soal haramnya politik uang saya cetak. Jumlahnya belasan ribu, saya sebar di kantong-kantong suara sasaran. Di situ pula saya sertakan visi, misi, tekad, dan cita-cita saya untuk mengembalikan politik sebagai alat perjuangan rakyat dalam membebaskan dirinya dari kebodohan dan kemiskinan.

Tak luput, dalam arak-arakan Caleg Kabupaten 16 Maret 2014 pun saya sasar untuk menyadarkan tentang pentingnya taat hukum dan tertib peraturan dalam berpolitik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline