Lihat ke Halaman Asli

Balsabah Gatholojo

Setiap tulisan adalah anak jamannya

Merawat Tradisi Soedurisme ala Cak Imin

Diperbarui: 7 Juli 2018   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: @cakiminow

Politik itu seperti udara,

semua menghirup dan membutuhkan,

biarkan saja semakin berargumen,

semakin mencerdaskan dan jangan dipusingkan. 

Cak Imin (Ketua Umum DPP PKB)

Tak banyak politikus yang nyambi sebagai pemikir. Terlebih politisi yang berangkat dari ideology sebagai jalan politiknya. Sebab, ideologi saling bahu membahu merangkai pola kebhinekaan di Negara yang majemuk ini. Keapatisan dalam dunia politik juga menjadi salah satu factor mengapa politik di Indonesia terasa hambar.  

Dulu, kita mengenal sosok H.O.S Cokroaminoto, Ki Hadjar Dewantara, dan lain-lain yang merangkai pola pemikiran tentang Nasionalisme dan Agama. Mereka merupakan pioneer dalam menentukan arah perjuangan politik di masa lalu sebelum Indonesia merdeka. Selain berprofesi sebagai politikus, para tokoh di tahun 1930-an ini juga merupakan pelopor kebangkitan nasional.

Pasca orang tua itu, kita mengenal tunas baru melalui pemikiran Soekarno, Syahrir, Hatta, Tan Malaka, H. Agus Salim dan lain sebagainya yang melanjutkan tongkat estafet pendahulunya. Para anak muda ini saling bahu membahu dalam merajut kebhinekaan paska kemerdekaan. Meski pada akhirnya terjadi kemelut diantara mereka, namun kita patut berbahagia memiliki politisi cum pemikir.

Sebagai Presiden pertama, pola pemikiran Soekarno tercermin di dalam tulisanya yang mengangkat tentang Islam. Dalam visi Presiden Soekarno api Islam harus tetap menyala dan menjadi semangat. Selain itu, ia melihat kaum muslimin kala itu hanya mewarisi "abu" dan "arang" yang mati dan statis dari warisan kultural mereka. Lantas munculah Pancasila, marhaenisme, dan kerakyatan. Bung karno, sapaan akrabnya, juga berhasil menarasikan kemandirian bangsa, anti imperialis dan antikolonialis.

Pasca Orde Lama runtuh, sistem politik di Indonesia mengedepankan slogan "Asal Bapak Senang" agar penguasa yang gemar dengan stabilitas negara, Soeharto, dapat melanggengkan tampuk kekuasaanya selama 32 tahun. Semua arus pemikiran dan gerakan politik terdesentralisasi dibawah naungan rezim Orde Baru. Hal ini turut mengebiri para pemuda yang memiliki potensi untuk menjadi politikus cum pemikir.

Ketika Orde Reformasi naik menggantikan Orde Baru yang mulai rapuh, muncul para politikus cum pemikir yang brilian. Gus Dur (Abdurahman Wahid), salah satu tokoh reformasi tampil ke panggung nasional dengan corak cendikiawan dan budayawan. Hingga akhirnya beliau menjadi pimpinan tertinggi di republik ini meski tidak lama sebab dijegal oleh lawan-lawan politiknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline