Lihat ke Halaman Asli

Gaston OttoMalindir

Mahasiswa Doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia

Dilema Demokrasi

Diperbarui: 28 Oktober 2023   12:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lipson mendeteksi bahwa pasca Perang Dunia II demokrasi telah mengalami pendewasaan dan pematangan yang demikian rupa dengan ditandai oleh semakin berkurangnya perbedaan-perbedaan prinsip mengenai penerapan konsep demokrasi di sejumlah negara.

Gejala ini terjadi di Amerika Serikat di mana perbedaan antara partai Republik dan Demokrat semakin berkurang, seperti halnya juga antara partai Buruh dan Konservatif di Inggris, dan Sosial-Demokrat dan Venstre-Konservatif di Denmark serta di negara-negara demokratis pada umumnya.

Gejela itu sekali lagi adalah sesuatu yang baik karena ia menunjukkan bahwa demokrasi semakin matang, dan ini melahirkan kesadaran masyarakat internasional bahwa sejauh ini memang tidak ada sistem lain yang sama baiknya atau lebih baikdari sistem demokasi.  Demokrasi telah berhasil mengatasi persoalan-persoalan tatakelola ekonomi; menghadirkan kesejahteraan; mengurangi bahkan menghilangkan diskriminasi berbasis rasial; menghilangkan sistem kelas, dan sebagainya.

Tetapi gejala ini bukan tanpa (potensi) bahaya di masa depan. Kecenderungan bahwa partai-partai besar di banyak negara (yang selama ini berkompetisi secara tajam menunjukkan dirinya sebagai pilihan yang lebih baik bagi rakyat) semakin mirip satu dengan yang lainnya perlahan akan menegasikan konsep oposisi dalam praktik penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

Sebuah tradisi berdemokrasi yang sebelumnya terbukti efektif dalam mengontrol penyelenggaraan pemerintahan dari kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau kesalahan-kesalahan manajemen pembangunan oleh pemerinth. Seperti sebuah ungkapan klasik, kaum oposisi pada dasarnya adalah para "advocatus diabolli", "setan yang menyelamatkan".

Dengan meminjam hasil pengamatan para ahli lain, Lipson mencemaskan bahwa gejala ini merupakan sinyal kemerosotan demokrasi. Kecenderungan semakin hilangnya perbedaan-perbedaan itu dari waktu ke waktu menurut Lipson akan melahirkan aliansi partai-partai secara permanen di parlemen dan menggantikan praktik sistem multi partai atau sistem dua partai.

Suatu kecenderungan aliansi yang dapat mengkonsolidasikan partai-partai itu, sekaligus pada akhirnya menghadirkan rezim satu partai. Inilah dilema pertama dari perkembangan demokrasi, justru pada saat demokrasi sudah sampai pada tahapan pematangannya di abad dua puluh satu ini.

Dilema berikutnya dari demokrasi dalam kesimpulan Lipson bermuara pada tiga permasalahan sekaligus tantangan-tantangan yang lazim ditemui dalam sistem pemerintahan demokrasi berikut ini; Pertama, adanya kecenderungan tirani oleh mayoritas (tyranny of majority). Kedua, sistem demokrasi cenderung menempatkan orang-orang bodoh kedalam tampuk kekuasaan (the leadership of ignorant). Ketiga, adanya kecenderungan bahwa yang berkuasa sesungguhnya hanyalah sekelompok kecil oligarkis (a small group actually rules).

Lipson mendefinisikan tirani sebagai perlakuan brutal atau sewenang-wenang oleh kelompok yang lebih besar terhadap sekelompok kecil orang (kaum minoritas), dan diabaikannya hak-hak mereka sebagai minoritas atau apa yang diyakini minoritas sebagai hak mereka.

Fenomena ini adalah fakta sejarah yang banyak terjadi di negara-negara yang menerapkan sistem demokrasi. Ironisnya, rezim-rezim yang berkuasa karena dukungan mayoritas itu terpilih dan memegang kekuasaan pemerintahan justru melalui suatu pemilihan umum yang demokratis. Dalam konteks ini dapat disimpulkan, bahwa demokrasi sesungguhnya bisa digunakan sebagai instrumen untuk meraih kekuasaan dan memperkuatnya, namun sekaligus pada akhirnya menjadi senjata yang dapat membunuh demokrasi itu sendiri.

Lantas bagaimana agar kecenderungan tirani mayoritas itu tidak terjadi dalam demokrasi di masa depan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline