Manusia itu hidup dengan bebagai situasi kondisi, ada yang lahir sudah menjadi selebritis, menjadi orang yang populer karena lahir dari rahim seseorang yang kaya dan terkenal. Ada juga yang susah setengah mati, karena lahir dari dari mereka yang kekurangan dan serba sulit ekonominya.
Selebritis yang sudah nyaman dengan hidupnya yang glamor bisa-bisa shock jika harus menjalani hidup yang serba pas-pasan, ada yang akhirnya bisa tabah setelah lama berada pada posisi tersebut, ada juga yang depresi dan mulai sibuk cari sensasi.
Jadi bagaimana ya? Memang hidup yang nikmat itu penuh dengan rasa bersyukur, mensyukuri apa yang sudah ada namun tetap memperjuangkan apa yang diharapkan dan di cita-citakan dengan sabar dan konsisten, walau bisa jadi hal tersebut tidak akan kesampaian sampai ajal menjemput sekalipun, namanya juga usaha.
Ya sudah, bersyukur saja, jika masih bisa menikmati nasi setiap hari, menikmati air bersih, bahkan menikmati nafas hidup dan kesehatan. Terlalu terbiasa sampai tak terasa pentingnya, kelabakan luar biasa jika hal-hal tersebut berubah menjadi sulit, menjadi krisis.
Sebenarnya manusia bisa bersyukur kapan saja, karena selalu ada yang bisa disyukuri. Di sisi lain manusia juga bisa mengeluh dan protes kapan saja akan hidupnya yang diluar standard, standard yang sadar dan tidak sadar ia ciptakan sendiri.
Yang sulit itu memang untuk menaklukan budaya dan lebih khususnya belief sistem, lihat saja dalam konflik Israel-Palestina, karena masalah tanah warisan nenek moyang yang ada di wilayah Jerusalem, mereka terus berperang tanpa henti sampai salah satu musnah.
Tidak ada yang mau mengalah, tidak ada yang mau mensyukuri posisi mereka saat ini, mereka berada pada titik ketidakpuasan, menjadi kewajiban dan kebanggaan untuk menguasai tanah milik nenek moyang mereka. Ditambah lagi masalah ini berhubung erat dengan kepentingan atas keyakinan spiritualitas mereka.
Keduanya sama-sama ingin beribadah dengan nyaman di tempat yang diperebutkan tersebut. Tidak ada bisa karena biasa dalam kamus mereka, yang ada hanyalah keharusan untuk terus mengejar cita-cita mereka, walau harus berkorban habis-habisan.
Tragedi kapal Mavi Marmara yang terjadi belum lama berselang, juga sebaiknya disikapi dengan tenang dan mendalam. Israel yang begitu sensitif itu, ditambah lagi dengan begitu banyaknya masyarakat yang membencinya, memang berpotensi menimbulkan konflik spontan yang akan berbuntut panjang.
Rumit kalau begini, sebuah konflik kepentingan yang ekstrim. Bisa depresi dan hilang arti keberadaan mereka di dunia ini jika tidak mampu menguasai Jerusalem. Panggilan setiap orang Yahudi yang baru lahir untuk menjadi Tuan kembali atas Jerusalem.
Lebih baik tidak pernah dilahirkan jika tidak memperjuangkan kepentingan tersebut, Oh ya? bisa jadi sampai sehebat itu kadar dan porsi kepentingan bagi Israel dan juga Palestina. Sama saja, sama-sama tidak akan mau mengalah, tidak mau mencari jalan tengah yang dirasa cukup adil.