Lihat ke Halaman Asli

Menggandrungi Dosen Muda nan Cantik

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Wajahnya segar, ia nampak profesional, mengenakan blus putih dan rok hitam berbelah yang lebih  tinggi sedikit di atas lututnya. Kulitnya kuning langsat, rambutya  yang hitam kemerahan terurai sebahu, terlihat rapih dan indah dipandang. Ia Seorang wanita Tionghoa, usianya nampak diatas 25, namun mungkin belum mencapai 33-an. Senyumnya manis dan bersimpul, ia masuk ke kelas kami dan mulai memperkenalkan diri sebagai seorang dosen. Bagiku ia lebih cocok main di serial drama asia, ketimbang menjadi dosen.

Mempesona, ia seorang wanita yang memiliki intonasi suara mengajar yang unik, Ia mengajar dengan baik juga menyenangkan untuk sebuah mata kuliah yang erat berhubungan dengan jurnal dan angka-angka itu. Ditambah lagi, ketika ia mengajar, pernah baju bagian bawahnya akan sedikit terangkat bila ia menulis di "whiteboard" beberapa  sentimeter lebih tinggi dari kepalanya. Pinggang atas dan punggung bawah yang mulus itu; sungguh terpaksa tak bisa kami tolak, sebagai para mahasiswa penikmat keindahan wanita. Hal itu begitu jelas terlihat saat ia sedang menulis membelakangi kami.

Wow!! astaga, kuharap ia tidak menyadarinya, saat itu terjadi. Karena Rudi seorang teman yang duduk dekat denganku juga nampak terbelalak, kemudian dengan spontan seorang teman  wanita disebelahnya, yang aku tahu cukup akrab dengannya berseru "ada apa sih!?", Rudi menjawab"Ya, Tuhan ampunilah dia karena dia tidak mengerti." Mendengarnya aku hanya tersenyum tenang, walau ngakak dalam hati. Namun naluriku dengan kuat tetap mengatakan kalau dosen cantik itu seorang wanita baik-baik.

***

Apa enaknya menjadi dosen? Seorang temanku cukup yakin, bahwa menjadi dosen itu menyenangkan. Ia memang berencana menjadi dosen, setelah menyelesaikan S3-nya, masih menjadi angan-angan baginya saat ini. Karena butuh biaya yang relatif tidak sedikit untuk itu. Sekitar Rp, 500.000.000,- sudah terkuras untuk menjadi seorang Doktor, katanya. Ibunya memang seorang Doktor, lulusan sebuah universitas negeri ternama di bilangan Depok, dan saat ini tengah sibuk menjadi dosen di beberapa universitas. Mungkin ia terinspirasi dari situ.

Nah, dari seorang dosen sendiri kira-kira ada beberapa hal positif seperti:

1. Ada kepuasan batin karena bisa mengajar sesuatu yang baik kepada orang lain. Bisa mewariskan sesuatu yang positif memang menyenangkan.

2. Karena sering melihat mahasiswa yang silih berganti, maka ada variasi sosial yang kontinyu. Hal ini menarik, karena tidak akan membuat hidup menjadi jenuh. Jadi bisa sekalian belajar menjadi peneliti "social human behavior."

3. Bisa buat aturan kelas, juga mengajar gaya dan kreatifitasnya sendiri. Ada yang sering "jalan-jalan" dan memberikan tugas yang akan dikumpulkan, bisa juga ceramah non-stop, ada juga yang presentasi kelompok. Ada yang "curhat" sebelum mengajar dengan serius, kadang curhatan bisa lebih banyak porsinya daripada bahan yang akan disampaikan, he he.

Maka itu, bagaimanapun juga siapa dosennya akan mempengarhui akan seperti apa mahasiswanya.

Memang seseorang merasa lebih nyaman dengan orang lain, jika orang tersebut dirasa akan mudah berempati dengan kita. Maka itu dibanding dengan dosen-dosen senior, maklum;dosen-dosen muda akan lebih cepat digandrungi, karena dirasa kurang-lebih akan mampu banyak memahami penderitaan mahasiswa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline