Musim 2003/04, peta persaingan di kompetisi Liga Primer Inggris berada pada gairah tak terlupakan. Beberapa tim besar memiliki kekuatan nyaris setara, yang pada saat itu, Chelsea menjadi satu kelompok yang cukup diingat usai miliarder asal Rusia, Roman Abramovich, datang menggebrak dengan gelontoran dana besar. Sementara itu Manchester United, yang ditukangi Sir Alex Ferguson, berhasil datangkan sosok fenomenal asal Portugal, Cristiano Ronaldo, untuk dijadikan sebagai amunisi andalan dari sisi lapangan.
Selain dua raksasa yang diprediksi bakal berikan atmosfer membara pada kompetisi Negeri Tiga Singa, Arsenal, yang pada musim sebelumnya sukses bertahta di gelaran FA selama dua tahun lamanya, juga tak mau ketinggalan dengan mengusung misi dapatkan gelar liga kedua pada lintang milenium anyar.
Tim Meriam London, yang dahulu bermarkas di Stadion Highbury, akan menjadi nama yang mengukir musim suci. Musim yang bagi seluruh penggemar Arsenal disebut sebagai musim dimana kebahagiaan tak pernah berhenti. Hal itu bahkan sudah terlihat ketika para penggawa belum memasuki lapangan. Lorong stadion yang jadi awal keberangkatan pemain menuju pertandingan, sudah lebih dulu melambungkan parade kemenangan sebelum masuk ke medan perang.
Kemenangan memang menjadi hal yang tidak selalu didapat. Namun setidaknya mereka tak pernah menyentuh satupun kekalahan.
Maka, untuk mengenang musim luar biasa pasukan meriam di bawah asuhan Arsene Wenger, sebuah julukan "The Invincibles" masih menjadi yang begitu agung ketika para penggemar membuka ulang kisah lama yang pernah membuat semua orang terpana.
Arsene Wenger
Status juara Arsenal tanpa tersentuh kekalahan terbalut rapi dalam rangkaian 38 pertandingan, dengan rincian 26 kali menang dan 12 kali seri. Mereka berhasil mengumpulkan 90 poin, unggul 11 angka dari Chelsea yang duduk di tangga kedua.
Satu nama yang layak mendapat penghargaan sebelum masuk ke dalam skuad spektakuler yang dimiliki Arsenal adalah sosok Arsene Wenger. Pelatih asal Prancis tersebut telah berhasil menciptakan sebuah mahakarya yang sampai saat ini belum ada yang mampu menyamai raihannya.
Wenger berhasil memadukan secara sempurna setiap kelebihan yang dipunya, untuk menghasilkan tim yang paripurna. Penulis The Guardian, Kevin Mitchell, bahkan menyebut sang profesor sebagai pelatih paling cerdik di Liga Primer, atau mungkin pelatih terbaik sepakbola di masa itu.
Apa yang ditulis oleh Kevin Mitchell memang bukan sebuah pujian biasa. Ada maksud dan alasan impresif, yang memang menggambarkan betapa fantastisnya Wenger ketika itu. Wenger dianggap tidak hanya merevolusi Arsenal namun juga seluruh elemen sepakbola Inggris. Dia memperkenalkan gaya pelatihan baru, yang mana seorang nahkoda tim tidak hanya berfokus pada taktik yang akan diterapkan, namun juga pada pentingnya kebugaran, gaya hidup setiap pemain, dan diet khusus untuk memproduksi penggawa yang profesional dan memiliki disiplin tinggi.