Piala Dunia 1978 bergema di Argentina. Mandat sebagai tuan rumah yang diterima oleh pemimpin setempat, memunculkan tarian Tango sebagai pemegang panggung utama. Terlepas dari segala kontroversi dan permasalahan yang ada, Daniel Passarella dan kolega sukses menggondol trofi dunia pertama sepanjang sejarah.
Dari depan layar televisi yang terletak di ruang keluarga, seorang bocah bernama Gabriel Omar Batistuta menjadi salah satu saksi hebatnya. Jiwa petarung yang dimiliki pria kelahiran Santa Fe ini sejatinya telah ditumpahkan ke olahraga basket. Namun ketika melihat kisah kepahlawanan Mario Kempes dan kawan-kawan, hasratnya langsung tertuju pada olahraga sepak bola.
Batistuta yang usianya ketika itu belum genap sepuluh tahun, berikrar, bahwa sepak bola akan dijadikannya sebagai tujuan hidup. Dia akan melakukannya secara profesional, meski nantinya ia enggan bersentuhan dengan benda berbentuk bulat itu ketika berada di luar lapangan.
Memompa Semangat di Negeri Kelahiran
Sekitar sepuluh tahun setelah Argentina menjadi juara dunia, Batistuta baru menekuni olahraga sepak bola. Tepat pada 1987, dia menjadikan akademi Newell's Old Boys sebagai pijakan pertamanya. Akademi kelahiran dewa sepak bola bernama Lionel Messi itu menampung bakat sepak bola Batistuta selama dua tahun. Lantas, dia diterbangkan ke tim utama karena dinilai punya kemampuan luar biasa.
Tak butuh waktu lama bagi Batistuta untuk melahirkan namanya sendiri sebagai calon bintang besar. Sebab, pada tahun 1989, raksasa River Plate memboyongnya ke Stadion el Monumental. Setahun berseragam klub berjuluk La Banda, Batistuta lantas melanjutkan perjalanan karir ke raksasa lainnya, yakni Boca Juniors.
Disana, namanya kian agung dengan torehan 13 gol. Tak ada alasan untuk tidak mencintai Batistuta. Bintang muda dengan rambut panjang khasnya itu telah menyihir seluruh penggemar sepak bola di Argentina untuk terus mendukungnya.
Tepat di tahun 1991, dalam turnamen besar yang diperuntukkan bagi negara-negara di selatan Amerika, Batistuta muncul sebagai penyerang andalan. Di Chile yang bertindak sebagai tuan rumah, dia berhasil keluar sebagai pencetak gol terbanyak turnamen, mengungguli penyerang tajam lainnya, yakni Ivan Zamorano.
Tak hanya duduk sebagai pemuncak top skor, Batistuta juga sekaligus membawa negaranya juara. Sebuah mimpi besar yang diraih olehnya itu pun memunculkan banyak pencari bakat di stadion-stadion yang menggelar ajang Copa America.
Ketika itu, Batistuta tampak lebih seksi dari siapapun di atas lapangan. Rambut panjang yang terlihat rapi dengan ikat kepala, kaki langsing yang memiliki tenaga besar, serta gocekan maut yang memporak-porandakan lini pertahanan lawan, menjadi pemandangan indah yang disaksikan oleh para penonton yang hadir langsung di lapangan.