Kalangan difabel menyarankan sejumlah layanan keuangan perbankan ditingkatkan menjadi semakin ramah terhadap mereka. Sedikitnya, ada empat hal yang mereka harapkan. Pertama, peningkatan aksesibilitas difabel yang selama ini terkendala 'hardware' atau infrastruktur perbankan.
Contoh, seperti dialami Ketua Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo (PPDIS) Jawa Timur, Luluk Ariyantiny. Ia yang difabel fisik (polio kiri) dan mengenakan tongkat/kruk kiri kanan, mengeluhkan kekurangnyaman saat hendak bertransaksi perbankan di anjungan tunai mandiri (ATM).
"Undakan tangganya kadang tinggi sekali. Belum lagi, pintunya juga berat sekali untuk didorong atau dibuka," ujarnya saat wawancara dengan penulis, Sabtu (30/7/2022).
Kedua, peningkatan aksesibilitas terkait software yang memudahkan transaksi perbankan. Komisioner Kominisi Nasional Disabilitas (KND) Jonna Aman Damanik mencontohkan, saat membuka aplikasi salah satu layanan perbankan, banyak sekali popup notifikasi yang muncul otomatis.
"Saya sampai harus 'jungkir balik' untuk menuntaskan transaksi perbankan secara daring itu. Sangat tidak nyaman akibat munculnya updating popup notifikasi aplikasi seperti itu," tutur difabel netra low vision itu kepada penulis, Sabtu (30/7/2022).
Ketiga, meningkatkan layanan sumber daya manusia (SDM) perbankan dan jasa keuangan lainnya, dengan disertai pemahaman terhadap beragam tipe disabilitas. Luluk mencontohkan kasus yang ia alami ketika menemani seorang teman yang difabel ke kantor salah satu bank.
"Teman saya yang difabel fisik itu justru diminta melakukan tanda tangan dalam bentuk beberapa garis saja. Padahal ia mampu membuat tanda tangan sendiri," ungkap Luluk yang berharap digencarkannya literasi keuangan untuk difabel.
Keempat, perbaikan regulasi layanan perbankan dan jasa keuangan yang lebih ramah disabilitas. Terkait hal ini, Jonna memberi saran dan masukan agar layanan perbankan yang berkaitan dengan form dokumen yang biasa dicetak, juga dibuat dalam bentuk template dokumen berhuruf braille. Atau, menjadi file khusus yang bisa dikirim ke telepon seluler atau komputer jinjing milik nasabah netra.
"Bahkan bila perlu, segala bentuk kontrak dan dokumen legal antara pihak bank dengan nasabah netra dibuat dalam format huruf braille. Atau dijadikan program file yang bisa dikirim ke kami secara daring," harap Jonna.
Semua yang disampaikan Jonna dan Luluk, mewakili asa para difabel untuk aksesibilitas melakukan transaksi perbankan dan layanan jasa keuangan lainnya.