Lihat ke Halaman Asli

Gapey Sandy

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Kurasi Artikel Ekonomi Hilman Fajrian, "Rhenald Kasali"-nya Kompasiana

Diperbarui: 13 Januari 2018   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Disruption. (Sumber: rumahperubahan.co.id)

Siapakah the little "Rhenald Kasali" di Kompasiana? Langsung saya kasih jawabannya yak, Hilman Fajrian. Profesional yang bermukim di Balikpapan ini memang lebih dari sekadar bertalenta dalam menulis, menuangkan gagasan briliannya. 

Memang sih, kebanyakan tulisannya berkutat melulu pada urusan 'dapur' alias Ekonomi. Tapi, begitu ia membeslah sebuah persoalan dalam lingkup Tekno dan Media pun, Hilman jua yang paling sanggup menjadi "penerang". 

Sesuai dengan namanya Fajrian, yang berarti Fajar. Sudah menjadi takdir bagi fajar untuk menyingsing dan usir gelapnya malam.

Tulisan-tulisan Hilman "Sang Fajar" Fajrian, memang sanggup membuka kegelapan plus kebebalan pikir. (Kalau dipuji begini, jangan cengengesan ingat kita makan "Soto Ayam Bu Samino" di Palmerah, dekat Kantor Kompasiana yak ... hahahahaaaa, nambah terus satenya)

Sepanjang 2017, "Sang Fajar" menulis 6 artikel Ekonomi. Hebatnya, semua selalu nangkring jadi Artikel Utama alias Headline. Ya, mau ditaruh dimana muka admin penanggungjawab konten Kompasiana kalau sampai berani hanya meletakkan sebagai PilihanEditor atas tulisan bernas, lugas dan mendalam besutan "Sang Fajar".

Screenshot tulisan Hilman Fajrian di Kompasiana.

Ini kurasi saya terkait 5 tulisan Ekonomi yang super duper karya "Sang Fajar".

1. Dilema Inovasi dan Kekalahan Sebuah Bangsa 

Ini tulisan Ekonomi perdana Hilman sepanjang tahun kemarin di Kompasiana. Ia mengunggahnya pada 20 Maret 2017, persis sebelum jam makan siang.

Tulisan ini membuka mata pembaca untuk memahami bahwa siapa saja pelaku usaha yang tidak siap mengikuti kekinian zaman, harus siap-siap tergusur oleh pendatang baru yang akrab dengan high-tech. Dengan begitu sederhana, Hilman mencontohkan industri penjaja rekaman musik melalui melalui Compact Disc yang sekarat lalu tergantikan teknologi MP3.

Belum selesai, penjaja rekaman musik yang menggunakan MP3 lantas kolaps lagi gara-gara muncul music streaming on demand. Artinya, orang tak perlu lagi membeli MP3 kemudian memilikinya dalam rentang waktu yang lama. 

Untuk apa? Bukankah orang mendengarkan musik juga tak perlu selama hidupnya tanpa henti. Orang mendengarkan musik pada saat-saat tertentu saja, sesuai dengan mood dan keinginannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline