Lihat ke Halaman Asli

Gapey Sandy

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Bersih dan Senyum untuk Buktikan Pesona Indonesia

Diperbarui: 9 Oktober 2016   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jemuran pakaian milik warga menggantung di pagar besi kompleks cagar budaya dan obyek wisata sejarah Keraton Kaibon di Serang, Banten. (Foto: Gapey Sandy)

Lihatlah foto di atas. Jemuran pakaian warga bergelantungan di pagar besi. Padahal, asal tahu saja, di balik pagar besi itu adalah obyek wisata teramat bersejarah yaitu sisa-sisa reruntuhan Keraton Kaibon yang berlokasi di Banten Lama.

Sebagai pelancong domestik, beberapa bulan lalu, saya sempat penuh semangat ’45 sejak sedari rumah menuju keraton yang terletak di Kampung Kroya, Desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota Serang ini. Alih-alih ingin melihat langsung kompleks bangunan bekas kediaman raja Kesultanan Banten Sultan Syafiudin (1809 – 1813), ternyata kepuasannya kurang maksimal.

Betapa tidak? Sisa reruntuhan keraton yang pada 1816 oleh Pemerintah Hindia Belanda sempat dijadikan pusat pemerintahan Bupati Banten pertama Aria Adi Santika, sebagai ganti pemerintahan Kesultanan Banten, rupanya kini menampakkan sisi kurang terawat secara baik. Padahal, Keraton Kaibon yang dibongkar pada 1832 dan hanya menyisakan pondasinya saja ini, termasuk cagar budaya yang dilindungi UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Kondisi pemukiman warga yang berada persis di belakang Keraton Kaibon, Serang, Banten. (Foto: Gapey Sandy)

Pemukiman warga yang langsung berhadapan dengan lokasi cagar budaya dan obyek wisata bersejarah Keraton Kaibon di Serang, Banten. Nampak ada warga yang MCK di WC cemplung. (Foto: Gapey Sandy)

Selain jemuran pakaian yang menggelantung seenaknya di pagar lokasi wisata sejarah sekaligus cagar budaya ini, pemandangan di balik reruntuhan bangunan sangat membuat saya sebagai pelacong semakin kurang merasa nyaman. Mau tahu kenapa? Silakan cermati foto-foto di atas ini, yang menggambarkan pemandangan rumah-rumah dan keseharian warga yang bermukim persis di sebelah tembok keraton. Perhatikan, ada warga yang tengah buang air besar di WC nangkring di atas permukaan air, sementara warga lain seperti tak terganggu, juga asyik beraktivitas tak jauh dari WC “cemplung langsung” itu.

Saya yang termasuk warga Provinsi Banten bisa jadi agak “memahami” kondisi memprihatinkan seperti ini, tapi saya tak bisa membayangkan, bagaimana bila ada turis dari wilayah lain, atau katakanlah dari mancanegara yang berwisata sejarah di Keraton Kaibon, lalu menemukan pemandangan miris seperti ini.

Sungguh, jangankan soal kerapihan, keasrian dan kenyamanan lokasi keraton sebagai obyek wisata kaya memoar sejarah lokal ini, bahkan kebersihan dan senyum keramah-tamahan pun nyaris tak nampak sama sekali. Padahal, pariwisata Indonesia mengusung tagline “Pesona Indonesia” atau “Wonderful Indonesia”. Tapi, dengan berkaca pada sambutan ramah penduduk sekitar lokasi obyek wisata yang jauh dari ramah dan tanpa senyum, jemuran pakaian yang bergelantungan, air sungai di sekitar yang menghitam, kebersihan Mandi Cuci Kakus (MCK) warga yang bikin mengelus dada siapa saja yang sengaja maupun tidak sengaja menyaksikannya, apakah begini yang namanya “Pesona Indonesia” serta “Wonderful Indonesia”? Padahal, tagline “Wonderful Indonesia” selain muncul di layar kaca, malah sudah juga narsis di papan iklan digital lapangan sepakbola turnamen bergengsi La Liga Espana di Spanyol.

Keraton Kaibon di Serang, Banten. (Foto: Gapey Sandy)

Sisa reruntuhan Keraton Kaibon yang tetap sangat menarik dan harus dilestarikan. (Foto: Gapey Sandy)

Andaikata pengelolaan cagar budaya Keraton Kaibon ini baik dan profesional, bukan tidak mungkin, lokasi obyek wisata bersejarah ini pasti dapat menarik minat pelancong untuk datang berkunjung. Bukan cuma mereka, para pelajar dan mahasiswa juga bakal banyak yang datang ke sisa reruntuhan bangunan yang banyak berciri tradisional ini. Semakin banyak pelancong yang datang berkunjung, tentu makin banyak juga cuan devisa yang masuk mengalir ke wilayah setempat.

Memang sih, di sekeliling dalam lokasi Keraton Kaibon boleh dibilang hanya sedikit terlihat sampah-sampah yang berserakan. Tetapi, nampaknya kebersihan ini belum berbanding lurus dengan kondisi sekitar luar keraton yang kurang memiliki sense of belonging sehingga belum tergerak menjaga kerapihan, keramahtamahan dan kenyamanan lokasi cagar budaya kepada para wisatawan domestik maupun mancanegara.

* * * * *

Ya sudah, kita tinggalkan keprihatinan melihat kondisi cagar budaya dan obyek wisata bersejarah Keraton Kaibon dengan beberapa penilaian kurang sedapnya. Mari sekarang kita mengulik, bagaimana Pemkot dan seluruh elemen warga Kota Tangerang Selatang berjibaku menyelamatkan kotanya dari “tertutup” buangan sampah.

Super hero Pelitas diciptakan untuk mengedukasi anak-anak agar melestarikan lingkungan Kota Tangsel. (Sumber: DKPP Tangsel)

Sebagai upaya menyelamatkan lingkungan, Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) membidani lahirnya super hero anyar yang diberi nama Pelitas. Lahir pada Hari Peduli Sampah Nasional, 21 Februari 2015, Pelitas akronim dari Penyelamat Lingkungan Tangerang Selatan. Ada dua kawan seperjuangan Pelitas, yakni super hero cantik bernama Anggrek yang pandai terbang dan bertelepati dengan tetumbuhan, juga Bin Bin yang berwujud robot keranjang sampah.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline