Lihat ke Halaman Asli

Gapey Sandy

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Gengsi Kayu Sengon Makin Ciamik

Diperbarui: 30 September 2016   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anditya Hendar Prabowo bersama Eco Absorber produksi FT UNS Surakarta. (Foto: Gapey Sandy)

Suara bising pasti sangat mengganggu ketenangan. Bahkan Wikihow menyatakan, dampak kebisingan bisa mengakibatkan tuli, kelelahan lantaran tidak dapat beristirahat dengan prima hingga masalah psikologis.

Untuk itu, diantara saran yang disampaikan adalah membuat rumah bebas bising. Caranya? Membuat rumah atau ruangan yang kedap suara. Kalau tidak ingin membangun ulang dinding-dinding dan lantai yang kedap suara, maka bisa saja menggunakan pilihan alternatif semisal, melekatkan karpet di sekujur dinding juga lantai. Juga, menempelkan busa (spons) pada dinding, atau meletakkan rak yang penuh buku di dinding.

Pilihan alternatif mengurangi tingkat kebisingan silakan saja dipilih. Tetapi, salah satu yang paling mudah dilakukan tentu dengan menambahkan fitur kedap suara. Terkait masalah ini, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, kini telah berhasil mengembangkan piranti yang sanggup mereduksi kebisingan suara, gema atau gaung suara.

Pohon Sengon. (Foto: investasi-sengon-jahemerah.blogspot.com)

Namanya, Eco Absorber. Inilah piranti yang memang dikembangkan untuk mengatasi keluhan gema dan kebisingan suara. “Gagasan untuk membuat eco absorber ini bermula dari keluhan umum yang mengaku merasa sedikit terganggu dengan ruangan yang terlampau besar tetapi menggemakan suara sehingga terdengar kurang nyaman di telinga. Maka diciptakanlah eco absorber ini. Risetnya sendiri sudah mulai dilakukan sejak 2008 oleh Prof Dr Kuncoro Diharjo ST MT. Inovasinya yang sudah sedemikian sustainable sejak 2015,” ujar Anditya Hendar Prabowo, mahasiswa semester pertama program pasca sarjana Fakultas Teknik UNS kepada penulis.

Selain untuk mengatasi keluhan gema dan gaung ruangan yang terlalu mengganggu, tim peneliti juga menemukan fakta, bahwa banyak produk eco absorber berbagai merek dijual di pasaran. Tetapi, kebanyakan hanya produk impor, seperti merek 3M yang berasal dari Jerman dan masih banyak lagi. Berbanding terbalik, eco absorber buatan dalam negeri justru minim.

“Untuk itulah kami menciptakan eco absorber dengan menerapkan konsep ramah lingkungan. Pilihan kami adalah menciptakan eco absorber menggunakan bahan baku natural, berbasis alam, dan akrab dengan lingkungan. Apalagi, isu yang berkembang saat ini adalah isu penyelamatan lingkungan melalui gerakan Go Green dan sejenisnya,” jelas Andi, sapaan akrabnya yang termasuk anggota tim periset dan berhasil meraih gelar Sarjana Teknik berkat skripsi tentang eco absorber.

Kayu Sengon. (Foto: beritadaerah.co.id)

Berdasarkan konsep produk yang ramah lingkungan dan berbasis alam ini, terciptalah eco absorber dengan menggunakan bahan baku kayu pohon Sengon (Albizia chinensis). Kebetulan, kayu Sengon terbilang cukup berlimpah di Surakarta dan sekitarnya, sehingga tak perlu lagi berburu bahan baku kemana-mana.

“Selain menggunakan kayu Sengon, kami juga memakai serat Kenaf sebagai isian dari panel-panel eco absorbernya. Kenaf itu semacam pohon Tebu yang kita ambil batangnya saja, lalu kita buat serat-seratnya untuk kemudian diisikan ke panel eco absorber. Pengaruh kayu Sengon dan serat Kenaf inilah yang optima menyerap atau meredam suara. Panel yang terbuat dari kayu Sengon dan berisi serat Kenaf ini kemudian dikemas lagi dengan busa, lalu kami percantik dengan balutan kain Linen,” tuturnya ditemui ketika menjaga stand UNS dalam Pameran Tangerang Selatan Global Innovation Forum (TGIF) di Puspiptek, Serpong, baru-baru ini.

Mengapa pilihannya jatuh kepada kayu Sengon?

Andi menuturkan, dalam hal menyerap bunyi, kayu Sengon sangat efektif. Selain karena ringan, juga karena serat kayunya yang sangat mendukung optimalisasi penyerapan suara. “Konsepnya, kayu Sengon dipergunakan untuk meredam bunyi atau suara karena relatif ringan, meskipun tidak terlalu ringan juga sebenarnya. Kalau menggunakan kayu yang berat, maka sangat tidak mungkin dilakukan. Kayu Sengon ini sengaja kami pilih karena memiliki massa jenis seberat 0,3 sampai 0,4 kilogram per meter kubik,” jelasnya.

Tim periset pernah juga menggunakan bahan baku lain, seperti kayu Mindi. Tetapi karena massa jenisnya lebih besar, maka hasilnya menjadi kurang maksimal. “Sedangkan untuk serat Kenaf, kami sengaja manfaatkan karena produk ini melimpah, khususnya yang didatangkan dari wilayah Lamongan, Jawa Timur,” terang Andi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline