Perempuan muda berambut pendek yang mengenakan kaos oranye dan bercelana panjang hitam itu membawakan saya segelas teh manis. Usai meletakkan gelas keramik putih nan anggun dengan piring kecil putih sebagai tatakannya di meja, perempuan ini menggerakkan jari-jemarinya sambil merendahkan sedikit tubuhnya. Hanya menggunakan bahasa isyarat dan dengan bahasa tubuh, ia mempersilakan saya untuk menikmati teh manis hangat buatannya.
“Jangan kaget, Mas. Mbak yang tadi, namanya Nurul. Ia pramusaji di café kami. Nurul seorang deaf, tunarungu atau mereka yang memiliki gangguan pendengaran. Ayo silakan, diminum dulu teh manis hangatnya, Mas Fadli,” tutur Dissa, sang empunya café, sembari tersenyum ramah.
Ya, selepas waktu Maghrib, Rabu, 6 Januari 2016 kemarin, saya memang sengaja datang berkunjung ke Deaf Café Fingertalk. Lokasinya ada di Jalan Pinang No.37 RT 001 RW 014 Pamulang Timur, Tangerang Selatan. Kalau dari bandar udara Pondok Cabe menuju ke arah Pamulang, sekitar satu kilometer. Jalan Pinang sudah sangat terkenal, dan berada di sisi kiri jalan. Tidak sulit menemukan lokasi café ini, karena sejak di mulut Jalan atau Gang Pinang, sudah ada neon box sekaligus penunjuk arah menuju Deaf Café Fingertalk.
(Suasana di Deaf Café Fingertalk, Pamulang, Tangerang Selatan. || Foto: Gapey Sandy)
Dissa Syakina Ahdanisa, begitu nama lengkapnya. Pemilik Deaf Café Fingertalk ini memang sudah menunggu saya. Sesaat saya tiba di cafe, satu unit kendaraan milik MetroTV meninggalkan lahan parkir. Rupanya, Dissa---sapaan akrabnya---baru saja menjalani special interview bersama kru stasiun televisi ini.
‘BERBICARA’ DENGAN JARI
Keputusan Dissa untuk membuka Deaf Café Fingertalk butuh perjalanan panjang. Tidak instan begitu saja. Siapa sangka, café yang mulai diluncurkan pada 3 Mei 2015 ini terinspirasi dari kedai makan dan minum serupa, yang dijumpai Dissa di Republik Nikaragua, sebuah negara di Amerika Tengah yang pada tahun 1800-an silam pernah dijajah Spanyol, Meksiko, juga Republik Federal Amerika Tengah.
Di meja kayu bundar, selain buku menu dan kertas untuk menuliskan menu pesanan, ada penjelasan mengenai Deaf Café Fingertalk. Selain itu, ada juga lembar panduan untuk belajar Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). Materinya, tentang sejumlah “kata” yang bisa disampaikan dengan bahasa isyarat.
(ATAS: Poster memperkenalkan Bahasa Isyarat menjadi salah satu hiasan di Deaf Café Fingertalk. BAWAH: Dissa Syakina Ahdanisa, berbaju putih, sedang berkomunikasi Bahasa Isyarat dengan kru deaf. || Foto: Gapey Sandy)
Misalnya, kata “Halo” yang digambarkan dengan orang menggerakkan lengannya kiri kanan setinggi telinga. Kata “Minum” dengan isyarat tangan seperti orang sedang minum. Kata “Kopi” digambarkan dengan orang seperti memegang gelas dengan tangan kiri, kemudian jari telunjuk tangan kanannya melakukan gerak mengaduk kopi di gelas. Atau, kata “Berapa” yang diisyaratkan dengan tangan kanan mengepal setinggi pundak lalu diturunkan setinggi perut dan kepalan tangan langsung dibuka.
Juga kata “Maaf” yang isyarat tangannya adalah mempertemukan ujung jari telunjuk dengan ujung ibu jari, sementara tiga jari lainnya tegak berdiri. Isyarat jari untuk permohonan “Maaf” ini diposisikan sejajar atau dekat dengan bibir.