Lihat ke Halaman Asli

Gan Pradana

Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Revisi UU Pilkada Demi Ahok, Kok Nanggung

Diperbarui: 15 Maret 2016   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Prosentase dukungan sekalian saja 80%. Foto: Dok Pribadi"][/caption]

HORE! Ini kabar baik buat partai politik yang punya kader hebat (antara lain berani berpesta narkoba) di Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Ya, kabar baik, sebab DPR berniat merevisi UU Pilkada antara lain memperketat syarat calon perseorangan (independen). Konsekuensinya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bakal terganjal menuju DKI-1 pada Pilkada Serentak 2017.

Kita harus maklum, mengapa DPR – di Senayan tidak ada caleg independen – mengajukan “niat mulia” tersebut, sebab parpol sekaliber PDIP tempo hari sempat galau dan memopulerkan istilah “deparpolisasi” begitu mengetahui Ahok menuju DKI-1 lewat jalur perseorangan dan mendapat dukungan warga Jakarta secara masif.

Para pendukung Ahok, Anda jangan berburuk sangka. Mereka punya inisiatif untuk merevisi UU tersebut tidak dimaksudkan untuk menggusur Ahok yang Anda idolakan, lho.

Isu merevisi UU Pilkada dan memperketat calon perseorangan sebenarnya bukan mainan baru. Soal beginian sudah digulirkan setahun lalu. Tak urung Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung upaya memperketat (baca: mempersulit) calon perseorangan.

Mantan Sekjen PDIP itu terang-terangan mendukung adanya pengetatan syarat untuk calon independen agar negeri ini mampu menghadirkan calon kepala daerah yang teruji dukungan serta kapasitasnya. Awas, ya kalau kalian bilang kepala daerah yang teruji dan berkapasitas menikmati narkoba.

Nah, simak dalihnya. "Persyaratan independen diperketat bukan untuk menghalangi, tetapi secara kualitatif untuk menjaring orang yang memang benar-benar tokoh," kata Tjahjo sebagaimana dikutip Detik.com, Selasa (26/5/2015).

Waktu itu, dukungan kepada Ahok belum sekencang sekarang. Teman Ahok mengumpulkan KTP dukungan buat Ahok baru sebatas coba-coba. Bahwa kemudian dukungan kepada Ahok yang dikelola Teman Ahok telah mencapai 750.000 lebih, ya itulah “nasib” Ahok. Bahwa kemudian DPR lewat Komisi II akan memperberat persyaratan dukungan buat calon perseorangan, ya itu pulalah “nasib” Ahok. Mau apa lagi?

Maklumlah, ini politik, Kang Mas! Kepentingan di atas segala-galanya. Perlu Anda ketahui, adalah  Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah aturan persyaratan pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan. Mahkamah mengatur bahwa syarat dukungan calon perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan penduduk di suatu daerah sebagaimana sebelumnya diatur dalam UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada pasal 41 ayat (1) dan (2).

MK menyatakan pasal dan  ayat-ayat di atas  bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sepanjang dimaknai bahwa perhitungan persentase dukungan didasarkan pada jumlah keseluruhan penduduk.

Masih menurut Mahkamah Konstitusi,  Pasal 41 ayat (1) dan (2) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota telah mengabaikan prinsip keadilan, sehingga mengabaikan semangat kesetaraan di hadapan hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline