Lihat ke Halaman Asli

Gan Pradana

Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Isyarat Langit (Mestakung) Jokowi Presiden Ketujuh

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KAMPANYE jahat (hitam) sampai hari ini terus menerpa Joko Widodo (Jokowi). Mengapa tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla seolah “terkunci” dan tak kuasa membalas serangan maut dari pihak lawan? Lalu mengapa kubu Jokowi tetap percaya diri? Jawabnya, karena semesta mendukung (mestakung) Jokowi.

Anda boleh percaya boleh tidak, alam semesta-lah yang membentuk kubu Jokowi – juga pribadi Jokowi -- bersikap seperti itu. Ya, semuanya tergantung alam. Jika Anda seorang religius, silakan Anda tafsirkan bahwa Allah-lah yang membentuk Jokowi dan tim suksesnya seperti itu.

Secara kemanusiaan (kedagingan), kubu Jokowi memang berkeinginan membalas apa yang dilakukan lawan yang sangat mengerikan dan menjijikkan itu, tapi tak kuasa, dan akhirnya semesta juga yang membuka mata hati banyak orang, lalu menjungkirbalikkannya.

Mengapa Tuhan mengodratkan seperti itu? Tanpa bermaksud mendahului kehendak-Nya (ampuni kami ya Tuhan), boleh jadi Tuhan-lah yang memang sudah berkehendak bahwa ke depan bangsa ini perlu pemimpin yang memiliki karakter seperti Jokowi.

Kehendak semesta (baca: Tuhan) kerap tidak bisa kita pahami dan selami. Dari potongan tubuh dan wajahnya, Jokowi (maaf) tak pantas menjadi presiden, sebab jabatan presiden RI sebelumnya diisi lelaki ganteng dan cerdas (Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Susilo Bambang Yudhoyono). Jokowi lagi-lagi dari perawakannya (sekali lagi maaf) hanya pantas menjadi tukang kayu, mentok-mentok ya pengusaha mebel.

Maka wajar jika manusia Indonesia, seperti halnya saya yang ogah berpikir “out of the box” , terejut-kejut tatkala fakta membuktikan Jokowi terpilih menjadi wali kota Solo, gubernur DKI Jakarta, dan kemudian didaulat rakyat menjadi calon presiden, lalu (kemungkinan besar) terpilih menjadi presiden ke-7 Republik Indonesia.

Namun, kalau semesta mendukung Jokowi, kita mau apa? Sampai-sampai Ketua Dewan Syuro PKB Kabupaten Lamongan KH Hasyim Zaelani melontarkan sebuah pernyataan yang memberi angin segar kepada Jokowi-JK. Ia menyebutkan bahwa isyarat kemenangan Jokowi-JK telah tampak. "Kami sudah berkonsultasi dengan ahli-ahli isyarroh bahwa yang kuat telah datang. Siapa dia? Ya Jokowi. Insya Allah beliau kuat karena memimpin dari bawah,” kata Zaelani.

Bolehlah kita tafsirkan bahwa apa yang disampaikan KH Zaelani merupakan bentuk dari semesta mendukung (mestakung) Jokowi.

Istilah mestakung dipopulerkan fisikawan Prof Yohanes Surya. Mestakung merupakan hukum alam di mana ketika suatu individu atau kelompok  berada pada kondisi kritis, maka semesta (dalam hal ini sel-sel tubuh, lingkungan dan segala sesuatu di sekitarnya) akan mendukung, sehingga orang yang sedang kritis bisa keluar dari kondisi kritis yang dialaminya.

Yohanes Surya menjelaskan  ada tiga hukum mestakung,  yaitu pertama dalam setiap kondisi kritis ada jalan keluar. Kedua, ketika seorang melangkah, ia akan melihat jalan keluar; dan ketiga, ketika seorang tekun melangkah, ia akan mengalami mestakung (sesmesta mendukung).

Jokowi hampir setiap hari mengalami kritis, terutama sejak ia dicalonkan menjadi gubernur DKI Jakarta, setelah terpilih menjadi gubernur DKI dan setelah ia diutus PDIP menjadi capres, dan memasuki masa kampanye pilpres. Namun karena dia telah bertekad untuk melaksanakan sesuatu yang baik (mulia), maka semesta secara otomatis mendukungnya.

Mestakung apa yang berpihak ke Jokowi? Lihatlah peristiwa berikut ini. Silakan Anda tambahkan kalau fakta yang saya sajikan ini, menurut Anda masih kurang:

1.Jokowi tidak berambisi menjadi presiden. Berkali-kali dia mengatakan, “saya tidak punya ambisi jadi presiden.” Tapi, tak disangka-sangka PDIP mencalonkannya jadi presiden, karena mayoritas rakyat menghendaki dia jadi presiden. Padahal kalau mau, bisa saja PDIP mencalonkan Megawati jadi capres, atau anak Megawati, Puan Maharani. Penunjukan dirinya sebagai capres diterima dengan penuh tanggung jawab. Langkah berikutnya mestakung pasti berpihak kepada Jokowi.

2.Partai NasDem langsung memberikan dukungan kepada Jokowi. Otomatis Metro TV yang dimiliki Surya Paloh menjadi televisi resmi Jokowi, padahal sebelumnya televisi ini tidak begitu memberikan  porsi pemberitaan besar kepada Jokowi. Kalau saja NasDem dan Surya Paloh tidak mendukung Jokowi, boleh jadi Jokowi akan dibully oleh semua televisi, karena kubu Jokowi tidak punya media apa pun.

3.Tidak seperti Prabowo yang mendapat dukungan dana dari Hasjim Djojohadikusumo, Jokowi praktis tidak punya modal untuk biaya kampanye. Tapi ada saja tim Jokowi yang punya gagasan brilian agar Jokowi membuka rekening gotong royong. Berbondong-bondong, puluhan ribu orang dengan sukarela menyumbang, mulai dari tukang becak sampai pengusaha. Informasi yang saya peroleh hingga Sabtu (28/6), uang yang masuk ke tiga rekening gotong royong Jokowi telah mencapai Rp 100 miliar lebih. Mestakung benar-benar berpihak ke Jokowi.

4.Saat partai-partai akan berkoalisi, jika niatnya cuma mendulang suara, seharusnya PDIP menerima semua partai yang ingin bergabung ke kubu Jokowi. Tapi, mestakung Jokowi berwujud, partai-partai bermasalah merapat ke Gerindra (Prabowo): PKS (kadernya terlibat korupsi), PPP (ketua umumnya Suryadharma Ali mengkorup dana haji), Golkar (ketua umumnya Aburizal Bakrie terus mangkir dalam kasus lumpur Lapindo), PAN (ketua umumnya yang kini jadi cawapres Prabowo jadi makelar migas dan disebut-sebut menjadi tersangka KPK kasus korupsi pengadaan gerbong kereta api), PBB (ketua umumnya MS Kaban diduga terlibat dalam kasus korupsi sistem komunikasi radio terpadu Kementerian Kehutanan, sekarang dicekal KPK).

5.Masih ingat saat Jokowi bertemu dengan Aburizal Bakrie di Pasar Gembrong, Jakarta Timur? Begitu mesra pertemuan Bakrie-Jokowi ketika itu. Banyak yang menduga Bakrie akan jadi cawapres mendampingi Jokowi.  Lha, kok batal begitu saja, karena beberapa jam kemudian Bakrie merapat ke Prabowo dan tanpa berpikir panjang, Prabowo menerima “pinangan” Bakrie. Mestakung menyelamatkan Jokowi.

6.Meskipun Jokowi dan PDIP tidak memobilisasi massa, sampai tulisan ini saya buat, relawan terus bermunculan dari segala penjuru angin memberikan dukungan kepada Jokowi. Mereka memberikan dukungan tidak saja secara fisik, tapi juga lewat media sosial. Ada juga yang dengan sukarela menciptakan lagu dan ditayangkan di Youtube, tak terhitung banyaknya. Situs-situs pro-Jokowi bermunculan sampai-sampai si empunya nama Joko Widodo tidak punya hak lagi memakai namanya sendiri di dunia maya. Lagi-lagi mestakung pro Jokowi.

7.Ahmad Dhani coba-coba memberikan dukungan dengan membuat lagu berjudul “Indonesia Bangkit” untuk mendukung Prabowo dan diunggah di Youtube. Ya, ampun, Ahmad Dhani terpeleset karena ulahnya sendiri. Penampilannya di Youtube dicerca banyak orang, karena ia berseragam tentara Nazi dan dituding ingin menghidupkan rezim kejam dan otoriter mirip dengan capres yang didukungnya. Lebih memalukan, ternyata lagu yang dibuat Ahmad Dhani menjiplak lagu berjudul We Will Rock Youe besutan Queen. Kubu Prabowo ikut malu. Lagu Indonesia Bangkit dan videoklip Ahmad Dhani pun dihapus dari Youtube. Apes buat kubu Prabowo, tapi mestakung berpihak ke Jokowi.

8.Sekarang ayo kita bedah Amien Rais yang mati-matian medukung Prabowo, karena “bonekanya” (Hatta Rajasa) jadi cawapres Prabowo. Lho, bukannya dia tidak suka dengan Prabowo? Menanggapi isu ini, Amien bilang: “Tunjukkan kepada saya koran yang pernah memberitakan bahwa saya minta agar Prabowo diadili. Kalau ada, saya akan berjalan kaki dari Yogyakarta ke Jakarta.” Eh, tidak lama kemudian ada yang menyebarluaskan info lewat sosial media kliping HL surat kabar Republika yang berjudul: “Amien Rais Minta Prabowo Dimahmilkan”. Kita tunggu kapan Amien Rais akan berjalan kaki Yogyakarta-Jakarta, dan semoga Jokowi yang didukung mestakung mau menggendongnya saat profesor itu pingsan.

9.Ah, putri Amien Rais yang bernama Tasniem Fauzia ikut-ikutan mencaci Jokowi lewat surat terbuka. Blasss! Mestakung berpihak ke Jokowi. Pikiran kotor Tasniem dipatahkan para pendukung Jokowi membuat perempuan ini tak berkutik, senasib dengan bapaknya.

10.Tak terikat kontrak dengan lembaga-lembaga survei, entah mengapa lembaga-lembaga itu tertarik untuk mengukur tingkat elektabilitas Jokowi dan pesaingnya Prabowo. Hasilnya, mayoritas lembaga survei mengumumkan bahwa elektabilitas Jokowi mengungguli Prabowo. Apakah tim sukses Jokowi merekayasa dan menyetir lembaga-lembaga survei tadi? Jelas tidak. Lagi pula apa untungnya jika angka-angka itu dipalsukan? Lagi-lagi mestakung pro Jokowi.

11.Mencoba menandingi elektabilitas Jokowi yang terus meninggi, kubu Prabowo membuat dan merilis hasil survei “baru” lalu disiarkan di TV One. Tidak tanggung-tanggung, lembaga yang dipakai adalah Gallup, lembaga polling bergengsi di AS. Hasilnya, elektabilitas Prabowo 52% dan Jokowi 41%. Belakangan ketahuan, kubu Prabowo melakukan kebohongan publik (tentunya juga TV One), sebab “kemenangan Prabowo” adalah survei copy paste hasil polling Gallup untuk Barack Obama dan McCain saat keduanya bersaing menjadi presiden AS pada 2008. Semesta mempermalukan kubu Prabowo.

12.Para juru bicara kubu Jokowi selama ini dikenal santun dan tidak begitu pintar berdebat di televisi, sehingga selalu “kalah” jika berhadapan dengan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon yang selalu diandalkan Prabowo jika tampil debat di televisi. Dalam kebingungan seperti itu Jokowi punya “juru selamat” debat, yaitu Adian Napitupulu dan membuat Fadli Zon mati kutu. Belakangan Fadli Zon tidak mau melayani acara debat di televisi jika berpasangan dengan Adian Napitupulu yang mantan aktivis pemuda tahun 1998 ini.

13.Masih soal Fadli Zon. Dia menuding Revolusi Mental yang digulirkan Jokowi identik dengan komunis dan menuduh kubu Jokowi pendukung paham komunis. Membalaskah kubu Jokowi? Tidak. Belakangan ketahuan Fadli Zon pernah ziarah ke makam Karl Max dan fotonya disebarluaskan lewat sosial media.

14.Dalam melakukan strategi kampanye, kubu Jokowi memang kalah cepat melangkah. Prabowo mengidentikkan dirinya (titisan) dengan Bung Karno yang pandai berorasi. Tayangan bahwa Prabowo seideologi dan sekarakter dengan Bung Karno setiap hari ditayangkan di TV One. Eh, Mahfud MD, Ketua Tim Sukses Prabowo berkoar-koar (dimuat di banyak media) bahwa Bung Karno juga pemimpin yang sering melanggar HAM, sampai-sampai ia perlu menyampaikan permohonan maaf kepada putri Bung Karno, Rachmawati. Mestakung perpihak ke siapa? Ke Jokowi bukan?

15.Nah, ini yang paling seru soal selebaran Obor Rakyat. Pendukung Jokowi di sejumlah pesantren memang sempat terpukul gara-gara selebaran itu. Tapi gara-gara Obor Rakyat, Jokowi yang selama ini diam justru berani berbicara apa adanya bahwa ia bukan keturunan China. Bahwa dia Islam dan sudah naik haji dan umroh beberapa kali. Obor Rakyat mengilhami para relawan untuk menerbitkan tabloid yang isinya mempromosikan Jokowi, bukan balas menyerang lawan. Pemimpin Redaksi Obor Rakyat Setiyardi mengklaim selebaran gelap yang dibuatnya sebagai produk jurnalistik. Namun, Dewan Pers menyatakan dengan tegas bahwa Obor Rakyat bukan produk jurnalistik. Kasus itu mendorong Majalah Tempo membuat laporan utama dan terkuaklah nama penyokong dana Obor Rakyat, seperti Muchlis Hasyim dan orang-orang yang selama ini berada di lingkungan Istana Presiden. Satu lagi bukti mestakung di pihak Jokowi.

Semoga Anda tidak lelah membaca catatan saya di atas. Jika Anda menemukan ada yang kurang, silakan tambahkan di kolom komentar. Setelah Anda membaca tulisan di atas, silakan renungkan Anda berada di posisi di mana, di mestakung yang pro Jokowi atau berada di pihak yang berlawanan?

Sebagai penutup, saya kutip Prof Yohanes Surya: “Apa pun kondisi kritis yang Anda ciptakan, percayalah Tuhan Yang Mahakuasa telah menciptakan mestakung untuk membantu Anda keluar dari kondisi kritis itu. Anda akan keluar sebagai pemenang.[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline