Lihat ke Halaman Asli

Gan Pradana

Hobi menulis dan berminat di dunia politik

'Bola Panas' Kasus Budi Kini Kembali Berada di Kaki Jokowi

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KEPUTUSAN Hakim Tunggal Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi dalam kasus gugatan Komjen Budi Gunawan menjadi pembuka sejarah babak baru penanganan hukum di Indonesia setelah ia menerima permohonan Komjen Budi Gunawan (BG) yang menggugat penetapan tersangka yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Banyak pihak menduga Rizaldi menolak gugatan  BG karena opini publik di luar sidang pengadilan tetap menganggap apa yang dilakukan KPK benar bahwa BG adalah koruptor. Publik pendukung KPK tak peduli dengan proses penetapan tersangka atas diri BG dalam kasus rekening gendut sebenarnya salah administrasi dan prosedur.

Sebagaimana kita ketahui, saat KPK menetapkan BG sebagai tersangka, Ketua KPK Abraham Samad ketika itu mengumumkan kasus BG hanya mengandalkan acara konferensi pers yang disiarkan secara live oleh televisi. KPK juga tidak pernah memeriksa BG, juga para saksi yang diduga mengetahui perjalanan dana gendut yang masuk ke rekening BG.

Dari tata cara yang dilakukan KPK (Abraham Samad), banyak pihak menduga KPK memaksakan kehendak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak melantik atau membatalkan pencalonan BG sebagai  Kapolri.

Karena Presiden tidak punya dokumen penetapan BG sebagai tersangka, maka Jokowi pun tidak punya “modal” untuk menarik pencalonan BG yang namanya sudah terlanjur masuk ke DPR. Demikian pula, karena DPR tidak punya “dokumen” BG sebagai tersangka, lembaga ini pun akhirnya menyetujui BG dan minta agar Presiden segera melantik BG sebagai Kapolri.

Dihadapkan pada kasus tersebut, Jokowi pun bimbang dan mengambil jalan tengah, yaitu menunda pelantikan BG. Dalam kebimbangan itu, Jokowi minta masukan dari berbagai pihak, antara lain membentuk tim independen yang belakangan populer dengan sebutan Tim 9. Tim ini lalu mengeluarkan rekomendasi kepada Jokowi agar membatalkan pelantikan BG. Tak cukup dengan itu, Jokowi juga minta masukan dari Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Situasi begitu cepat berubah. BG kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dipimpin hakim tunggal Rizaldi, sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin siang tadi (16 Februari 2015) memutuskan menerima gugatan praperadilan BG. Itu berarti, proses menjadikan BG sebagai tersangka yang dilakukan KPK memiliki cacat hukum.

Apakah dengan demikian kasus rekening obesitas BG tak bisa diusut lagi oleh KPK? Karena keputusan PN Jakarta Selatan sudah berkekuatan hukum tetap,  maka KPK tidak bisa lagi menangani kasus yang sama, kecuali lembaga antirasuah ini menemukan bukti-bukti lain. Tidak tertutup kemungkinan, Kejaksaan Agung juga bisa melakukan pengusutan kasus rekening gendut BG lewat pintu hukum yang lain.

Berkali-kali Jokowi mengatakan jadi tidaknya BG dilantik menjadi Kapolri menunggu keputusan sidang PN Jakarta Selatan. Hari ini PN Jakarta Selatan sudah mengeluarkan keputusan, yaitu menerima gugatan praperadilan BG. Artinya, BG tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana disangkakan oleh KPK kepada BG.

Mengacu kepada dalil ini, maka seharusnya Jokowi segera melantik BG sebagai Kapolri. Jika ini yang akan dilakukan Jokowi, maka mau tidak mau ia memang harus berhadapan dengan Tim 9 yang sudah terlanjur bekerja dan mengeluarkan rekomendasi agar BG tidak dilantik. Jokowi juga harus berhadapan dengan opini publik yang juga menginginkan supaya Jokowi tidak melantik mantan ajudan Megawati Soekarnoputri tersebut.

Begitu PN Jakarta Selatan menerima gugatan praperadilannya, BG juga telah bertemu dengan Jokowi di Istana Bogor. Dalam wawancaranya dengan Metro TV, BG menjelaskan, ia bertemu dengan Jokowi hanya 10 menit dan malaporkan keputusan PN Jakarta Selatan, namun tidak menyinggung soal jadi tidaknya ia dilantik sebagai Kapolri.

Setelah “bola panas” sempat dipegang hakim Sarpin Rizaldi, kini bola tersebut kembali berada di kaki Jokowi. Lewat berbagai strategi komunikasi (antara lain dilakukan Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan staf ahlinya, Refly Harun dalam opininya di Majalah Tempo), Istana tampaknya menghendaki agar BG mundur dari proses pencalonannya sebagai Kapolri.

Jika itu yang dilakukan, tampaknya tidak mungkin, sebab secara konstitusi, BG sah sebagai calon Kapolri, karena DPR telah menyetujuinya. Jika pun dia nantinya mundur, bukan sebagai calon  Kapolri, tapi sebagai anggota Polri. Jika BG mundur sebagai anggota polisi, maka selesai sudah semua urusan konstitusi, sebab DPR tidak bisa protes menyusul persetujuannya atas pencalonan BG sebagai Kapolri. Tetapi, kalau BG mundur sebagai calon Kapolri, maka DPR berhak protes, karena lembaga wakil rakyat itu merasa dipermainkan. Urusan bakal semakin panjang.

Dalam wawancaranya dengan Metro TV, BG mengatakan bahwa jabatan di kepolisian, termasuk sebagai Kapolri, adalah amanah dan titipan dari Tuhan yang sewaktu-waktu bisa saja dicabut. Ia mengaku pasrah dan sepenuhnya akan menghormati apa yang diputuskan Presiden Jokowi.

Meskipun BG pasrah, keputusan mundur sebagai anggota Polri, pasti sangat berat. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi Jokowi untuk tidak melantik BG. Bola panas kembali ada di kaki Anda Pak Presiden. Segeralah ambil keputusan, jangan Anda menyanderakan diri pada opini publik.[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline