Lihat ke Halaman Asli

ABDUL GANI HAITAMY

ingin berkarya lewat tulisan tulisan yang mencerahkan dan inshaa allah akan mejadi referissi bagi semua kalangan yang konsen dengan hukum, pendidikan kesehtan dan parawisata.

KEBIJAKAN LINGKUNGAN DALAM PERSEPEKTIF TEORI HUKUM PIDANA

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1982 Indonesia mengeluarkan undang-undang yang menjadi sejarah mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang regulasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, kemudian telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disebut Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup/UUPLH. Kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup kemudian diganti lagi dengan Undang-undang Nomor UU No. 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan tanggapan pemerintah dan bangsa Indonesia akan penting nya lingkungan hidup untuk dijaga dan lipelihara. .Hilangnya hutan hujan tropis kita tentu pada akhirnya menyebabkan bencana nasional, global, dan planet ini. Itulah sebabnya Indonesia telah berbalik arah dengan tekad untuk hutan yang lestari. Kita telah membuat undang-undang yang akan melestarikan secara permanen 35 persen hutan hujan tropis kita.

Menyadari perlunya dilakukan pengelolaan lingkungan hidup demi pelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. .Perlu meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konversi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan, serta mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta, penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.

Reformasi Tahun 1998 Indonesia menjadi Negara yang diharapkan sebagian rakyatnya, harapan akan sebuah kehidupan berkeadilan dan kesejahteraan di Republik ini terutama masalah lingkungan. Pada makalah ini penulis ingin mengajak pembaca bagaimana teori hukum menjawab persoalan lingkungan pada peristiwa yang telah dilewati bangsa ini terutama bagi mereka yang konsen di bidang lingkungan hidup menurut .Mex Weber, lingkungan merupakan dimana terjadinya hubungan timbal balik antara indivudu dengan lingkungannya. Tiga masalah dapat dijadikan lingkungan hidup terjadi disebabkan kewenangan kekuasaan yang sering susah untuk di kendalikan.
Pertama Kekerasan lingkungan sudah menjadi Trend, seiring dengan kewenangan pemerintah daerah dengan kosep pemerintahan desentralisasi atau pemerintahan yang dapat dimaknai bisa mengatur diri sendiri dalam bentuk kado otonomi daerah terkadang dalam berbagai kebijakan cendrung menyebabkan kekerasan terhadap lingkungan. Lingkungan akan menjadi indah dan rindang bila dilestarikan dengan baik, namun akan menjadi akan menjadi masalah yang sering disebut konflik juga disebakan karena lingkungan, penyebab tersebut dapat terjadi maisalnya dalam proses pengeluaran izin atau pemberian izin atas kewenangnya akan menjadi alat yang dapat diperjual belikan yang dapat kita maknia pemberuian izin tersebut tidaklah mengacu pada undang-undang lingkungan. UU No. 32 Tahun 2009, yang dimaksud Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam undang-undang tersebut meliputi:
1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
2. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alam yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam Undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
4. Dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup), UKL-UPL (upaya kelola lingkungan, upaya pemantauan lingkungan), perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/ atau perkembangan ilmu pengetahuan.
5. Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/ atau pelestarian fungsi atmosfer.
6. Aspek pengawasan dan penegakan hukum.
Bila ke 6 (enam) aspek yang diatur Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2009 diabaikan oleh pengambil kebijakan untuk kepentingan balas jasa maka dapat dipastikan lingkungan termasuk daftar korban kebijakan penguasa pusat maupun Daerah, yang berpotensi menjadi konplik kepentingan.
Kedua Sumber Daya Manusia (SDM), pada setiap Daerah tentu tidak pernah sama, lemahnya kemampuan ilmu pengetahuan tentang lingkungan, lembaga yang bergerak dibidang lingkungan juga lumpuh, pengawasan dari pihak yang berkompeten juga melemah maka lingkungan yang seharusnya menjadi sahabat manusia berubah yang akan terus menjadi objek untuk mengumpulkan kekayaan individu, terkadang juga aparat sebagai alat penegak hukum upaya kekerasan sangat ampuh guna mengakhiri kelompok atau lembaga yang selalu menyuarakan pentingnya menjaga lingkungan. Contoh kasus 4 (empat) pejabat pemerintah Daerah di Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2013 terlibat praktik membengkengi perambahan hutan.
Ketiga Penganguran dan kemiskinan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan pertumbuhan ekonomi masyarakat, sering menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap lingkungan sosial, dengan menggali dan mengeksplorasi sering kali tidak memperdulikan lingkungan, sehingga menimbulkan masalah baru pada lingkungan. Pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada degradasi lingkungan karena disebabkan yang pertama kapasitas lingkungan yang terbatas dan yang kedua keterbatasan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui.
B. Faktor Penyebab Kerusakan Lingkungan
Terjadinya kerusakan lingkungan hidup dibedakan menjadi 2 (dua):
1. Letusan gunung berapi.
Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang menimbulkan tekanan kuat keluar melalui puncak gunung berapi. Bahaya yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi antara lain:
a. Hujan abu vulkanik, menyebabkan gangguan pernafasan.
b. Lava panas, merusak, dan mematikan apa pun yang dilalui.
c. Awan panas, dapat mematikan makhluk hidup yang dilalui.
d. Gas yang mengandung racun.
e. Material padat (batuan, kerikil, pasir), dapat menimpa perumahan, dan lain-lain.

2. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa hal, di antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah turun, maupun karena gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur berapa intensitas gempa, namun manusia sama sekali tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa. Oleh karena itu, bahaya yang ditimbulkan oleh gempa tidak kalah dahsyatnya dengan letusan gunung berapi. Pada saat gempa berlangsung terjadi beberapa peristiwa sebagai akibat langsung maupun tidak langsung, di antaranya:
a. Berbagai bangunan roboh.
b. Tanah di permukaan bumi merekah, jalan menjadi putus.
c. Tanah longsor akibat guncangan.
d. Terjadi banjir, akibat rusaknya tanggul.
e. Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan tsunami (gelombang pasang).

3. Angin topan

Terjadi akibat aliran udara dari kawasan yang bertekanan tinggi menuju ke kawasan bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara ini terjadi karena perbedaan suhu udara yang mencolok. Serangan angin topan bagi negara-negara di kawasan Samudra Pasifik dan Atlantik merupakan hal yang biasa terjadi. Bagi wilayah-wilayah di kawasan California, Texas, sampai di kawasan Asia seperti Korea dan Taiwan, bahaya angin topan merupakan bencana musiman. Tetapi bagi Indonesia baru dirasakan di pertengahan tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia yang tak lain disebabkan oleh adanya gejala pemanasan global. Bahaya angin topan bisa diprediksi melalui foto satelit yang menggambarkan keadaan atmosfer bumi, termasuk gambar terbentuknya angin topan, arah, dan kecepatannya. Serangan angin topan (puting beliung) dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dalam bentuk:
a. Merobohkan bangunan.
b. Rusaknya areal pertanian dan perkebunan.
c. Membahayakan penerbangan.
d. Menimbulkan ombak besar yang dapat menenggelamkan kapal.

4. Karena Manusia
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain:
a. Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri.
b. Terjadinya banjir,sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
c. Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.

Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
1. Penebangan hutan secara berlebihan (penggundulan hutan).
2. Perburuan liar.
3. Merusak hutan bakau.
4. Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.
5. Pembuangan sampah di sembarang tempat.
6. Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
7. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.

C. Kebijakan Teori Hukum Pidana Tentang Lingkungan.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah sangat jelas terkait tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Perbedaan mendasar dua regulasi ini adalah adanya penegasan tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
Beberapa poin penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:
1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup.
2. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah.
3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup.
4. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup, Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
5. Pendayagunaan pendekatan ekosistem.
6. Kepastian dalam merespon dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global.
7. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
8. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
9. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif.
10. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil lingkungan hidup.
Dengan Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2009 diberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yang dimaksud Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam adalah:
1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
2. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alam yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam Undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
4. Dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup), UKL-UPL (Upaya Kelola Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan), perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/ atau perkembangan ilmu pengetahuan.
5. Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/ atau pelestarian fungsi atmosfer.
6. Aspek pengawasan dan penegakan hukum.
Tindak pidana yang diperkenalkan dalam Undang-undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) juga dibagi dalam delik formil dan delik materil. delik materil dan delik formil dapat didefensikan sebagai berikut:
1. Delik materil (generic crime) adalah perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang tidak perlu memerlukan pembuktian pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti izin.
2. Delik formil (specific Crime) adalah perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukum administrasi, jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi cukup dengan membuktikan pelanggaran hukum administrasi.
Berikut ini dikutip beberapa delik materil yang ditegaskan dalam UUPPLH yang disesuaikan dengan beberapa kejahatan yang berkaitan dengan standar baku kebiasaan terjadinya pencemaran lingkungan yaitu:
Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf c dipidana dengan penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua belas tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000 dan paling banyak Rp. 12.000.000.000.

Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat 1 huruf d dipidana dengan penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp 5.000.000.000 dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline