Lihat ke Halaman Asli

Wisuda Tanpa Nyawa

Diperbarui: 13 November 2017   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan bukan,

ini bukan cerita horor khas kampus tua yang namanya lagi diperdebatkan. Mbak Erica Goldson dari Coxackie-Athens High School (USA) pernah pidato kayak gini:

"We are so focused on a goal, whether it be passing a test, or graduating as first in the class. However, in this way, we do not really learn. We do whatever it takes to achieve our original objective."

ya meskipun saya belum mendapat kesempatan buat pidatoin ini saat wisuda (bukan mahasiswa yg punya nilai tinggi. hehehehe). Kecewa karena kalah nilai? Ah, untungnya saya ga ngerjain tesis se-idealis itu karena saya tau Indeks Prestasi bisa dipengaruhi oleh koneksi dengan dosen. ups...

Langsung aja nih pidatonya:

Selamat pagi seluruh kawan-kawan ku, para wisudawan/wisudawati.

Pagi ini adalah puncak prosesi tertinggi dari serangkaian acara Ujian, Yudisium, dan Wisuda. Sama halnya seperti Lamaran, Akad, Resepsi.

Sebelum kita, kawan-kawan kampus lain juga telah menghiasi timeline medsos kita dengan foto bahagia, adapula yang sambil membawa bunga. Tentu saja acara seperti ini menjadi pemasukan buat saya yang biasa mencari nafkah lewat foto. Kalian juga bisa lho...

Setelah foto lalu kita upload dengan caption sederhana seperti "akhirnya", "finally", sudah cukup menggambarkan bagaimana kita dengan susah payah mendapat capaian tersebut.

Dengan status mahasiswa, permisi mau tanya, situ hafal sumpah mahasiswa? Bukan sarkas kalau saya tanya begini, kawan. Saya hanya ingin tahu seberapa luaskah kita bergaul? Seberapa mampukah kita membaca realitas sosial? Seberapa sering kita melebur dalam masyarakat? Pertanyaan tadi seharusnya lebih dulu kita jawab sebelum menuhin timeline medsos dengan foto bahagia itu. Kalau hanya tau kampus, kos, dan tempat makan, betapa beratnya beban gelar sarjana, bahkan cumlaude.

Menyandang predikat juga sebagai kaum intelektual, sudah seberapa dalam kita berkontribusi dalam penuntasan fakir miskin dan anak terlantar yang katanya dipelihara oleh negara? Tuna asmara pun belum tertuntaskan hingga saya menulis pidato ini. Kalau kita menjawab belum, sungguh capaian akademik tersebut hanya hasil perdagangan semata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline