Lihat ke Halaman Asli

Gandhu Mintaraga

Mahasiswa, digital preneur, penulis

Solisi Atasi PHK akibat Fenomena Bubble Burst Startup

Diperbarui: 6 Juni 2022   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Start up merupakan perusahaan rintisan yang focus bergerak di bidang teknologi. Peminat dari Start up memiliki jumlah yang meningkat tiap tahunnya terutama pada tahun 2019. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah start up yang besar. 

Dilansir dari suara.com start up di Indonesia telah mencapai lebih dari 2300 start up yang telah diakui. beberapa start up di Indonesia telah menunjukkan kemampuan dan kualitasnya dengan menduduki dua tingkatan level start up yaitu Unicorn dan Decacorn. 

Pada tingkatan unicorn terdapat beberapa perusahaan e-commerce seperti tokopedia, sedangkan pada tingkatan Decacorn Idonesia memiliki dua perusahaan yang telah mencapai valuasi diatas US $10 Miliar atau setara dengan Rp 140 Triliun. 

Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang mampu untuk bersaing di dunia digital start up. Kedua perusahaan ini yaitu Gojek dan J&T Express.

Namun seiring berjalannya waktu, jumlah start up terus bertambah dibarengi dengan gelontoran dana oleh investor saat itu. Pada tahun 2019 pendanaan oleh investor meningkat sampai 143 Miliar dari 26,9 Miliar.

Tercatat pada tahun 2021 jumlah unicorn bertambah drastis hingga 500 perusahaan rintisan. Kecenderungan berfokus pada pertumbuhan saja sebagian besar perusahaan start up memilih strategi dengan resiko kerugian yang sangat tinggi. 

Strategi ini memudahkan para konsumen namun berdampak buruk terhadap masa depan perusahaan tersebut. Strategi burn money yang dilakukan dengan cara yang kurang matang akan mendatangkan resiko yang besar untuk start up tersebut. 

Perencanaan yang tidak terukur atau hanya didasarkan pada keuntungan yang besar akan menjadikan perusahaan rintisan tersebut gulung tikar sehungga mengalami kerugian yang sangat besar dan tentunya tidak bertahan lama.

Selain strategi Burn Money, para rintisan akan menggunakan strategi Either Freeze Hiring dimana perusahaan akan melakukan PHK besar besaran atau tidak menambah karyawan lagi dengan tujuan agar perusahaan mereka bisa survive.

Alasan lain yang digunakan perusahaan rintisan untuk membenarkan keputusannya adalah perusahaan telah mengalami penurunan dan perlambatan pendapatan sehingga hal ini menjadi strategi yang dirasa efektif menurut mereka. Banyak perusahaan besar luar negeri yang menggunakan cara ini yaitu Netflix dan bolt.

Masalah lain yaitu fenomena Bubble Burst dimana harga asset yang melonjak naik melebihi nilai dasarnya yang disebabkan adanya euforia pasar yang diiringi oleh naiknya suku bunga, melambungnya inflasi dan pecahnya perang Rusia -- Ukraina yang menjadikan para investor menarik investasinya dan lebih berhati-hati dalam berinvestasi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline