Lihat ke Halaman Asli

Budiman Gandewa

Silent Reader

(BECAK) Serial Pak Erte | Janda Memang Menawan

Diperbarui: 13 September 2018   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pic. 10jari.blogspot.com

ketika orang mengaitkan hujan dengan kenangan atau bahkan mantan. Empok saidah malah lebih memilih jemuran. Mungkin karena istrinya pak Erte tersebut memang enggak memiliki kenangan atau bahkan mantan.

karena sejak dari perawan sampe punya anak semata wayang, Empok saidah emang nggak kenal yang namanaya pacaran. Sekali demen langsung aja kawin. Itu pun setelah Pak Erte,suaminya menulis surat lamaran. Persis anak jaman now yang mau ngelamar kerja. Hihihi....

Tapi jangan salah, yah... Pak Erte bukan satu-satunya pemuda yang demen sama Empok Saidah. Karena waktu jaman Empok Saidah masih perawan demplon, tidak sedikit pemuda di kampungnya yang menaruh hati pada beliau. Makanya di meja teras rumahnya banyak hati yang ditaruh begitu aja.
Sampe-sampe butuh karung untuk mengumpulkan hati tersebut. Malah pake nomor antri segala sebelum ketemu empok Saidah. wkwkwk...

Beda dengan Pak Erte, disaat hujan begini beliau malah mengingat kenangan indahnya saat mendapatkan cinta Empok Saidah. Karena pada saat mau lamaran sambil membawa antar-antaran ke rumahnya Empok Saidah, hujan turun dengan derasnya seperti sekarang ini.

Saking derasnya hujan kala itu, roti buaya yang dibawa Pak Erte sebagai simbol kesetiaan sama pasangan, lebih mirip kadal dari pada buaya. Makanya
saat melihat istrinya yang sibuk ngangkatin jemuran di pekarangan, Pak Erte langsung memanggil istri tercintanya tersebut.

"Daah...Saidaaah..!" Panggil Pak Erte diantara deru suara hujan yang jatuh di atap teras rumahnya.

Empok Saidah yang dipanggil-panggil malah cuek bebek aja. Saking gedeknya Pak Erte lalu memanggil bebek yang asyik berenang di kubangan air deket kandang ayam jagonya. Tapi bebek tersebut malah Cuek Saidah.

"Apaan sih, Bang...?" Tanya mpok Saidah saat selesai mengangkat jemuran dan langsung duduk di sebelah Pak Erte.

"Elu inget kagak, saat Abang ngelamar elu ujan-ujan begini?" Tanya Pak Erte.

Empok Saidah melemparkan pandangannya pada tetes hujan yang menembus dedaunan pohon jambu air di halaman rumahnya. Sekilas bibirnya tersenyum.

"Kenapa lu malah mesem-mesem..." Cetus Pak Erte.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline