Romlah tak sanggup lagi menahan perasaannya yang semakin membuncah. Lambat laun air matanya pun jatuh juga. Isaknya tidak hanya memenuhi ruangan kamar. Namun mulai merambat keluar melalui jendela yang tidak tertutup rapat.
Suara tangisan janda demplon itu perlahan tapi pasti mulai jauh meninggalkan kontrakan. Meski tidak seperti Bengawan Solo yang airnya mengalir sampai jauh. Tapi suara tangisan sang pelatih senam Kampung Pinggir Kali tersebut, sampai juga ke telinganya Pak Erte yang baru saja hendak merapatkan selimut.
Pak Erte sengaja menahan nafas sambil menajamkan pendengarannya. Bukan kenapa-napa karena saat ini empok Saidah istri tercinta tengah tertidur manja tapi tidak cantik dan Pak Erte harus bisa membedakan suara tangisan yang lamat-lamat didengarnya, dengan suara dengkuran istrinya yang lebih mirip suara kodok bangkong mau kawin. Hihihi....
Setelah yakin yang didengarnya suara tangisan seorang perempuan. Pak Erte pun beranjak dari tempat tidurnya untuk mencari sumber suara tangisan tersebut. Sedikit terbersit keraguan di benaknya Pak Erte.
Jangan-jangan itu suara tangisan kuntilanak. Karena arloji di tangannya menunjukkan tepat jam 12 malam. Waktu dimana para makhluk halus gentayangan. Tapi bukan Pak Erte namanya kalau sampai keder sama kuntilanak.
Karena sebagai Jawara yang belum jadi mantan. Jangankan makhluk halus. Makhluk kasar pun akan diayak oleh Pak Erte pakai saringan sampai halus. Hihihi....
Berbekal golok yang di selipkan di pinggang dan sebatang rokok di tangan. Pak Erte kemudian keluar dari rumahnya dan mencari suara tangisan yang makin lama, makin menyayat kalbu. Ceileee....
Pertama-tama, Pak Erte berdiri di halaman sambil memandang bulan di sela dahan pohon jambu air yang berbuah lebat (apa hubungannya, yak?)
Kedua-dua, Pak Erte mulai menajamkan indera penciuman, indera pengelihatan serta Indra Bekti. Eh kagak, ding! Indera pendengaran, maksudnya.....
Ketiga-tiga, Pak Erte akhirnya bisa menangkap suara tangisan tersebut yang diyakini berasal dari kontrakkan miliknya. Pak Erte pun bergegas menuju ke komplek kontrakkan yang berada persis di belakang rumahnya.
Setelah sampai di tujuan dan membayar ongkos dengan uang pas. Hihihi..... Akhirnya Pak Erte menemukan kalau suara tangisan tersebut berasal dari kontrakkan miliknya Romlah. Janda semok nan aduhai, Primadona Kampung Pinggir Kali.