Lihat ke Halaman Asli

Budiman Gandewa

Silent Reader

[Cermin] Ketika Hujan Reda

Diperbarui: 18 November 2016   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pic. saripedia.wordpress.com

Hujan turun lagi. Membawa jutaan kubik air untuk menyirami bumi. Beberapa orang berlarian untuk menghindari basah. Terdengar umpatan seorang pengendara motor saat roda sebuah taxi mencipratkan genangan air kotor ke tubuhnya.

Aku hanya mengamati sambil sesekali menghembuskan asap rokok untuk sekedar mengusir sepi, karena dingin sudah sejak tadi menemani.

Bapak yang tadi mengumpat langsung menepi karena mesin kendaraannya mendadak mati. Sedangkan aku kembali menghisap asap rokokku dengan satu tarikan nafas.

Mungkin saat ini beberapa orang sedang menikmati hangatnya kopi, sambil menulis secarik puisi. Mungkin ada juga yang tengah berbagi kehangatan birahi. Aku tak peduli!

Hujan berangsur reda dan tak ada tanda akan turun lagi. Aku melangkah pergi dan sempat melihat kerumunan orang di samping sebuah toko roti.

Dari beberapa orang yang datang melihat, kemudian pergi, aku mendapatkan berita yang mengiris hati.

"Seorang gelandangan telah mati" Ujar Ibu yang menenteng bungkusan roti.

"Mungkin mati kedinginan" Kata tukang parkir sambil menghitung lembaran uang di tangannya.

"Kasihan..." Timpal gadis kantoran, lalu menyetop taxi.

Aku perlahan mendekati, menyeruak di antara kerumunan orang.

"Baim..?" Suaraku tercekat ditenggorokan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline