Setahun lebih aku dan keluarga meninggalkan kota angin, Majalengka. Dijuluki kota angin karena sering terjadi angin kencang. Angin kencang ini terjadi karena Majalengka terletak pada daerah lekukan perbedaan ketinggian. Dari Cigasong, bergeser ke Majalengka kota, Kadipaten, Kertajati, adalah dataran rendah jika kemudian mengarah ke arah pesisir hingga pantai Karangsong di kabupaten Indramayu. Namun, kecamatan Cigasong ujung kota Majalengka bagian timur tersebut jika bergerak ke arah selatan dan timur mulai menanjak dan naik ke dataran tinggi hingga kabupaten Kuningan, dan hingga puncak gunung Ciremai.
Masuk kota Majalengka disambut dengan monumen yang dikenal dengan Bunderan Ikan. Terletak di kawasan Munjul. Dulunya wajah kota ketika masuk dari arah Kadipaten ini adalah patung ikan, petani, dan air mancur mengelilinginya. Kini patung ikannya tidak ada, berganti bulatan semacam bola dumia, dengan tulisan MAJALENGKA. Meski demikian di google map masih dikenal dengan nama Bunderan Ikan.
Di sebelahnya Taman Dirgantara juga berubah cantik. Sementara di sebelah utara Bunderan Ikan ada Pujasera. Pusat jajanan yang ramai pengunjung. Pada bagian selatan badan jalan diperlebar dibangun taman bernuansa bata merah telanjang khas bangunan keraton Cirebon.
Gelanggang Generasi Muda-GGM dikawasan Universitas Majalengka (UNMA) juga keren. Perapihan pagar keliling nan indah menjadi tempat yang nyaman untuk berinteraksi dengan alam. Toserba Yogya mendampingi GGM diseberang jalan.
UNMA nampak kian gagah berwibawa. Kampusku saat kuliah S-1, 1990-1996 lalu, kini menjadi kampus yang sangat disegani. Beberapa Fakultas memiliki Akreditasi bergengsi. Lulusannya banyak yang tembus menjadi pegawai bahkan di ibu kota.
Pusat perhatian berikutnya yang berwajah baru adalah kawasan Alun-alun Majalengka. Kawasan ini terdiri dari lapangan pada bagian tengah. Di sebelah barat ada masjid Nurul Iman dengan penampilan baru. Bagian selatan ada, pendopo tempat ngantor dan tinggalnya Bupati. Gedung Wakil Rakyat di sebelah utara. Dan sebelah timur ada kantor pos dan kantor pegadaian.
Alun-alun yang pada tahun 1980 an adalah lapangan bola, lalu tempat pameran pembangunan yang diselenggarakan setiap tahun saat ini menjadi taman dengan pelataran rumput, tempat bermain, dan tempat duduk model tribun. Beberapa tahun berselang alun-alun ini masih berupa hamparan rumput di atas paving block.
Asri sekali pemandangan nampak dengan fasilitas umum untuk bercengkerama bersama keluarga. Pedagang, yang saat lalu berada di pinggir jalan di sekeliling alun-alun, kini dilokalisir agak jauh dari alun-alun sehingga alun-alun nampak selalu rapih.
Pada malam minggu, banyak pengunjung menikmati suasana Majalengka di alun-alun ini. Sayangnya kondisi Pandemi Covid-19 belum mengijinkan bercengkerama lebih leluasa. Junior saya, Gessa, bercerita bahwa malam minggu lalu pengunjung yang terlalu banyak dibubarkan oleh Satgas Covid-19 untuk menghindari kerumunan.