Lihat ke Halaman Asli

Sekilas tentang Apresiasi Film (Islam) di Dunia [2]

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13724080351990428821

Melanjutkan article sebelumnya "Diskursus Film (Islam)", jika sebelumnya saya sudah memaparkan fenomena mengenai tema- tema dan aspek perfilman Islami di Indonesia, kini mari kita sedikit melihat data yang ada, dimana beberapa negara di dunia coba konsisten mengembangkan industri dan apresiasi film- film bertemakan Islam dengan beragam dengan berbagai cara; mulai dari peningkatan produksi perfilmanya hingga memberikan apresiasi berupa award tertentu dengan menkategorikanya pada tema tertentu.

Selanjutnya,untuk memberikan apresiasi terhadap hasil karya film islami dapat dilakukan dengan kegiatan pentas festival film. Sebelumnya kegiatan festival film islami telah diselengarakan di beberapa negara seperti Tatarstan yang merupakan salah satu negara pecahan dari Uni Soviet. Pada gelar acara festival film tersebut yang bertajuk “Mimbar Emas” itu, ditampilkan sekitar 60 film dokumenter dan film fiksi serta ditambah beberapa film animasi dari 20 negara islam. Maksud dari penyelengaraan festival film tersebut salah satunya adalah untuk menampilkan kemajuan industri perfilman di negara-negara islam sekaligus juga mengetengahkan ajaran dan nilai islam yang terkandung pada film yang diputar. Bahkan, pada tahun 2004 festival film islam juga digelar di London yang mayoritas masyarakatnya bukan muslim, kegiatan ini diselenggarkan oleh Institute of Ismaili Studies (IIS). Festival ini juga masih memiliki tujuan yang sama, yakni untuk mengeksplorasi nilai-nilai islam dari segala sudut pandang kehidupan dalam film yang diputar (Republika “Dialog Jum’at” edisi 3 juni 2005).

Indonesia yang mayoritas masyarakatnya muslim terbanyak di dunia justru “lengah” perhatianya terhadap film-film islami baik dari sisi produksi maupun apresiasi terhadap karya film tersebut, semisal menyelenggarakan event Festival Film Islam seperti yang diselenggarakan oleh negara-negara di atas.Selama ini karya-karya film Islami Indonesia sangat minim yang masuk dalam daftar peserta festival film yang sudah ada, penyebabnya tak lain karena minimnya jumlah produksi film Islami di Indonesia.

Khusus mengenai perfilman (Islam) disalah satu nagara Islam fanatic; Iran, para sineas Iran telah dan kini sedang membuat beragam film yang bercorak sejarah dan religius. Seperti halnya film- film yang telah kita saksikan, seperti; The Seven of Ephesus (Ashabul Kahf), atau Saint Mary (Maryam-e Muqaddas), atau membaca tentang pembuatan film Jesus Spirit of God dan The Kingdom of Solomon. Mengangkat kisah-kisah historis dan religius yang sarat dengan pesan-pesan samawi juga nasihat-nasihat bumi merupakan sebuah keahlian dan karakter tersendiri bagi para sineas Iran.

Sebagai penutup pada article ini, sekalilagi penulis tegaskan, pemetaan fenomena film- film bertemakan Islam pada dua article ini, bukanlah untuk membuat dikotomi antara film tema- tema moderat dengan film yang bertemakan Islam. Namun lebih kita lihat pada aspek sosial masyarakat Indonesia, dimana jika kita mengelompkan film sebagai bagian dari industri media, maka dapat dianalisis dengan pendekatan wacana kritis norman fairlough (Critical Discourse Analysis/CDA). Faktor sosial yang muncul sangat berpengaruh terhadap wacana yang muncul dalam kebanyakan tema-tema film Indonesia masa kini.

Bahkan Fairclough menegaskan bahwa wacana yang muncul dalam media ditentukan oleh perubahan masyarakat. Dalam level sosial, budaya masyarakt, misalnya, turut menentukan perkembangan dari wacana media. Kalau aspek situasional lebih mengarah pada waktu atau suasana yang mikro (konteks peristiwa saat teks dibuat), aspek sosial lebih melihat pada aspek makro seperti sistem politik, sistem ekonomi, atau sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. Sistem itu menentukan siapa yang berkuasa, nilai-nilai apa saja yang dominan dalam masyarakat. Dan bagaimana nilai dan kelompok yang berkuasa itu mempengaruhi dan menentukan media. Misalnya dalam tradisi dan sosio cultural masyarakat Indonesia sangat kental cerita-cerita legenda dan mistis, maka dominan tema-tema film Indonesia yang muncul akan dipengaruhi oleh kondisi tersebut.

Dan jika lebih dalam lagi, aspek sosial masyarakat Indoenesi yang dominan dipengaruhi oleh prilaku masyarakat Islamnya sebagi penduduk mayoritas. Maka "populasi sosial" tersebut tidak hanya melulu sebagai ide yang menstimulus sebuah tema film Islam agar diproduksi, namun lebih daripada itu penduduk Indonesia yang mayoritas Islam ini akan memberikan dampak pertumbuhan dari sisi pengembangan industri ekonomi bagi perfilman Nasional. Gejala ini dapat dilihat dari banyaknya momentum religiusitas yang ada didalamnya; Ramadhan, Lebaran, Tahun baru Islam, Mudik, tradisi para wali dan ulama, dan masih banyak lainya. Semua momentum tersebut bila diselaraskan akan berdampak pada pertumbuhan industri film dengan tema- tema islami tadi. Seperti halnya sebuah teori konsepsi ekonomi, dimana ada "kerumunan" disitu ada pasar; activities will stimulate the market. Semoga gagasan liar ini, dapat menjadi bagian dari perkembangan industri perfilman nasional kedepan

[caption id="attachment_263402" align="aligncenter" width="640" caption="Foto koleksi Pribadi AR Sutara / Bersama M Ali Rabbani (Konselor Budaya Kedutaan Besar Iran)"][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline