Lihat ke Halaman Asli

Menunggu yang Membesutkan Sejarah...

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menunggu sudah jamak sekali dianggap sebagai pekerjaan yang membosankan. Tapi beberapa orang, membuatnya menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda. Ruang tunggu di rumah sakit umum adalah siksaan nyata, dimana kuman, virus, bakteri, dan bau tidak sedap campur aduk dalam riuh antrian pasien. Tapi lounge di hotel bintang lima atau sudut empuk, ruang tunggu pada klinik gigi do sebuah penthouse jelas membuat penungguan menjadi hal yang berbeda. Dua tempat terakhir adalah yang memikat untuk membuat anda mau menunggu, lama barangkali, hingga dengan ringan bisa berujar: OK, aku tunggu! Oh ya... ngga apa, biar saya tunggu! Ya, saya bisa tunggu kok! Katakan saja, saya masih betah menunggu! Ya, kira-kira begitulah ekspresi senang menunggu. Hotel ataupun dokter gigi super mahal, di penthouse pula, adalah tempat nyata-nyata nyammman dirasakan dengan kelima indra kita. Tapi, mau berapa lama? Setiap kita pastinya punya standar yang berbeda untuk mau menunggu. Beberapa orang terlalu pelit dalam toleransi waktu menunggu. Menunggu teman baik atau rekan bisnis Anda tentunya tidak mungkin hingga satu atau dua jam. Menunggu dokter gigi, biasanya lebih singkat lagi, karena sudah ada janji lewat telfon sebelumnya. Namun bagaimana dengan menunggu kelahiran putra atau putri Anda.Menunggu anak-anak tumbuh dewasa dan meninggalkan Anda, kelak. Atau, menunggu kekasih melamar Anda, hingga kemudian menunggu hari yang bersejarah itu, PERNIKAHAN. Apakah yang bisa kita lakukan selain memilih pakaian, menyiapkan koper dan mencari pengasuh atau sekolah yang tepat bagi si buah hati? Apakah yang sesungguhnya terjadi pada saat kita menunggu? Ketegangan! Rasanya ingin cepat-cepat diakhiri. Tetapi, apa dengan memicing? Menarik dirii pada hari ini, karena takut ada hegemoni aneh yang merubah penantian? Atau menyiapkan diri sembari menanti. Saat menyambut ujian, banyak orang yang puas dengan usaha pas-passan, lalu berharap ada keajaiban datang di hari H. Namun yang tidak ajaib adalah jika kebetulan kita dapat mencontek pekerjaan teman yang cukup pintar. Yang seperti ini jelas sama sekali tidak ideal. Saya percaya, apa yang kita lalukan hari ini adalah investasi di masa depan. Ketimbang cemas memikirkan ya atau tidak, sukses atau gagal, HOT atau biasa aja, maka lebih baik membuat program yang matang sehingga di hari H kita siap take off. Ragu, cemas dan khawatir itu semua perasaan yang membuat kita capek. Saya percaya, hidup dan semesta ini pastinya sudah mempersiapkan sesuatu bagi setiap kita. Kita cuma menjalani saja. Kalau kita bisa melihat lebih jernih, maka yang diberikan hidup akan berbuah potensi berbuat, namun jika kita khawatir dan ragu-ragu, yang datang ke kita, tidak lebih dari beban tanggungan. Saya tidak pernah ingin merasa tidak beruntung. Semuanya seperti sudah tepat. Saya menunggu karena memang ada momentum yang mesti diulur. Hari ini adalah waktu yang terulur itu, dan hari ini, adalah bagian dari hari-hari yang akan selalu menggemukan pengalaman hidup, meski tidak begitu kuat kejutnya. Kejutan memang momen yang menyenangkan, hari di luar itu adalah proses penting yang yang membesutkannya. Saya paling suka bertanya, "Ada hal baru apa hari ini?" Sebuahi pertanyaan yang membuat saya mencuat dari rutinitas, 'berubah' dan mengundang hal-hal baru, hingga akhirnya kejutan yang lain muncul. Jadi masa-masa menunggu, sebenarnya tidak serta merta pasif. Ia cuma persoalan kreativitas mengolah cara pikir. Setiap hari saya belajar banyak, saya berubah, hingga beberapa hari, bulan, tahun, perubahan ini mengejutkan saya, dan terciptalah SEJARAH.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline