Lihat ke Halaman Asli

Epilepsi

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

EPIDEMIOLOGI

Epilepsi adalah kelainan neurologis kronik yang terdapat di seluruh dunia. Epilepsi dapat terjadi pada pria maupun wanita dan pada semua umur. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara 33-198 tiap 100.000 penduduk tiap tahunnya. (WHO, 2006)Insiden ini tinggi padanegara-negaraberkembangkarenafaktorresikountukterkenakondisimaupun penyakit yang akan mengarahkan pada cedera otak adalah lebih tinggi dibanding negara industri. (WHO, 2001; WHO, 2006)

Distribusi penyakit epilepsi berbeda pada usia-usia tertentu. Hal ini terbukti dariberbagaipenelitian.PenelitianEFSperberdkkmenunjukanadanyaperubahan maturitas fungsi substansia nigra tikus dalam penghambatan kejang yang muncul pada usia tertentu. (Sperber, 1999) Selain itu terdapat penelitian Fogarasi A dkk pada 155 pasien yang juga menunjukan adanya peran maturitas otak terhadap pembentukan kejang lobus temporal. (Fogarasi 2007)

Kedua penelitian ini menunjukan bahwa ada kerentanan usia tertentu terhadap kejang. Kajian Rizaldi Pinzon terhadap penelitian terdahulu menunjukan insidensi epilepsi pada anak-anak adalah tinggi dan memang merupakan penyakit neurologis utama pada kelompok usia tersebut. Bahkan dari tahun ke tahun ditemukan bahwa prevalensi epilepsipadaanak-anakcenderungmeningkat. (Pinzon, 2006)

Secarastatistikjenisepilepsiyang terjadi pada masa anak-anak bervariasi namun jenis epilepsi yang secara umum lebih sering terjadi adalah epilepsi umum. (Pinzon, 2006) Pada usia dewasa kejadian epilepsi menurun. Epilepsi pada kelompok usia ini biasanya dikarenakan cedera otak akut (kejang akut simptomatik). Tipe kejang yang sering terjadi pada awal masausia dewasa adalahkejang umum idiopatik,terutama myoklonik dan tonik-klonik. Setelah itu kejang parsial lebih banyak ditemukan.(Brodie, 2001)

Kajian retrospektif Tishio Hiyoshi dan Kazuichi Yagi pada 190 pasien kelompok usia orang tua menunjukan bahwa resiko terkena dan mengalamikembali epilepsi pada kelompok usia ini tinggi. Resiko tersebut meningkat seiring bertambahnya usia.Daripenelitianmerekadidapatkanhasil76persenpasienterdiagnosaepilepsi parsial.(Hiyoshi, 2000)

Ditinjau dari jenis kelamin,pria sedikit lebih beresiko terkena epilepsi dibandingkan wanita. (WHO, 2006) Disamping itu tampak pula perbedaan distribusi jenis kelamin padabeberapajenisepilepsiyangberbeda.HasilpenelitianJacobKristensendkk memperlihatkan bahwa epilepsi fokal simptomatik banyak diderita oleh pria. Sedangkan epilepsi fokal kriptogenik dan epilepsi umum terutama idiopatik banyak diderita oleh wanita.( Christensen, 2005)

DEFINISI

Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel otak (Gofir dan Wibowo, 2006, h. 3)

Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein yang kurang lebih berarti“sesuatu yang menimpa seseorang dari luar hingga ia jatuh”. Kata tersebut mencerminkan bahwa serangan epilepsi bukan akibat suatu penyakit, akan tetapidisebabkan oleh sesuatu di luar badan si penderita yakni kutukan oleh roh jahatatau setan yang menimpa penderita.( Mutiawati, 2008)

Dewasa ini epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinyafungsi otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian lain tubuh terganggu (Mutiawati, 2008). Menurut Gibbs epilepsi ialah suatu “paroxysmal cerebral dysrhytmia”, dengan gejala-gejala klinis seperti di atas. Dasar disritmia ini ialah elektrobiokimiawi. (Maramis, 2005)

PREVALENSI

Laporan WHO pada tahun 2001 memperkirakan bahwa pada tahun 2000 diperkirakan penderita epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang dan 80% tinggal di negara berkembang. Angka prevalensi epilepsi pada umumnya berkisar antara 5-10 per 1000 orang penduduk (Pinzon dkk, 2005). Kejadian epilepsi pada laki-laki sebesar 5,88 dan perempuan sebesar 5,51 tiap 1000 penduduk. Prevalesi epilepsi di Indonesia berkisar antara 0,5-2% (Paryono dkk, 2003). Sekitar 1,1 juta hingga 1,3 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit epilepsi (Depkes, 2006).

Ditaksir bahwa 0,1-0,4 % dari masyarakat umum menderita epilepsi dan 77%dari semua epilepsi adalah idopatik. Yang idiopatik bisanya mulai antara usia 10-20 tahun. Permulaan yang timbul sebelum dan sesudah usia-usia ini sering merupakan epilepsi simtomatik dan diperlukan pemeriksaan yang seksama (Maramis, 2005)

Prevalensi epilepsi berbeda diseluruh dunia dimana diperkirakan 2 sampai 5% dan umumnya lebih rendah dinegara-negara maju. Pengaruh perbedaan ras tidak terlihat secara konsisten, dan kelihatannya pengaruh lingkungan dan perbedaan sosial berperan penting. Prevalensi pada anak dibawah usia 16 tahun dilaporkanlebih besar yaitu 7/1000 dibandingkan pada kelompok dewasa yang 3/1000 (Marpaung, 2003).

Dari pemeriksaan elektroensefalogram diketahui bahwa 5-10 % dari orangorang normal menunjukkan kelainan pada EEG sepertipada epilepsi. Diperkirakan bahwa orang-orang ini mempunyai faktor predisposisi untuk epilepsi (Maramis, 2005).

GEJALA

Epilepsi memiliki gejala yang menyerupai gangguan histeria yaitu hilangnya kesadaran dan kontrol terhadap anggota tubuh. Epilepsi merupakan gangguan yang terjadi karena adanya ketidaknormalan fungsi seluruh atau sebagian otak yang dapat dilihat melalui pemeriksaan elektro ensefalografi (EEG) atau magnetic resonanceimaging (MRI). Sedangkan pada penderita histeria tidak ditemukan adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut dan terdapat bukti adanya penyebab secara psikologis dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas dengan masalahmasalah atau kejadian-kejadian yang menimbulkan stres atau hubungan interpersonal yang terganggu (PPDGJ-III, 2002, h. 81).

PROGNOSIS

Kondisi fisik dan psikis dari penderita epilepsi membawa dampak negatif bagi perkembangan psikologisnya. Ada beberapa bentuk gangguan yang muncul dalam kondisi tersebut antara lain: rasa malu, rendah diri, hilangnya harga diri dan kepercayaan diri. Bentuk gangguan tersebut dapat menyebabkan penderita mengalami depresi yang berkepanjangan apabila tidak segera diatasi. Depresi yang dialami oleh penderita dapatmempengaruhi kemampuan untuk menerima diri sendiri. Penderita yang tidak dapat menerima diri sendiri akan merasa dirinya tidak berarti, tidak berguna, sehingga akan semakin merasa terasing dan terkucil dari lingkungannya (Monty dkk, 2003).

Penerimaan diri adalah sejauhmana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya. Sikap penerimaan diri ditunjukkan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihankelebihan sekaligus menerima kelemahan-kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus menerus untuk mengembangkan diri (Helmi dkk, 1998). Penerimaan diri ini dibutuhkan agar penderita epilepsi tidak hanya mengakui kelemahan dan terpaku pada keterbatasan yang dimiliki, tetapi juga mampu mempergunakan berbagai potensi yang masih dimiliki agar dapat meningkatkan rasa berharga dan kepercayaan diri sehingga dapat menjalani kehidupannya secara normal.

KOMORBID

Epilepsi seringkali disertai oleh penyakit yang menjadi komorbiditasnya. Beberapa penyakit yang sering menjadi komorbiditas epilepsi adalah nyeri kepala, depresi, dan ansietas. Keluhankeluhan tersebut menyebabkan gangguan dalam aktivitas harian penderita dan tidak jarang memperberat epilepsinya. Nyeri kepala dan epilepsi merupakan keluhan yang cukup sering ditemukan pada penderita yang berobat jalan.

Meskipun penjelasannya masih belum memuaskan, adanya kemungkinan hubungan antara nyeri kepala dan epilepsi sudah cukup lama diperdebatkan.Berbagai data yang ada menyimpulkan bahwa nyeri kepala dan epilepsi merupakan komorbiditas yang cukup kuat. Dan juga telah dikemukakan adanya hubungan kuat antara migren dengan aura dan epilepsi. Penelitian yang dilakukan Yankovsky dan kawan-kawan (2005) pada pasien epilepsi fokal intraktabel menunjukkan bahwa nyeri kepala preiktal terjadi ipsilateral terhadap fokus epilepsi. Sebagian besar gambaran nyeri kepalanya adalah migren.

Dari suatu studi prospektif, 34% dari 341 penderita epilepsi mengalami nyeri kepala dengan intensitas nyeri 6,1 dari skor tertinggi 10. Durasi nyeri kepala sekitar 12,8 ± 15,7 jam. Nyeri kepala pre iktal hanya didapatkan pada 3% penderita, 27% penderita mengalami nyeri kepala peri iktal, dan 70% yang mengalami nyeri kepala post iktal. Dari penelitian tersebut juga didapatkan 55,7% nyeri kepala menyerupai migren dan 36,5% menyerupai nyeri kepala tipe tegang.

Adanya riwayat migren pada penderita ternyata menjadi faktor risiko signifikan untuk terjadinya nyeri kepala selama kejang. Studi lain mengenai hubungan nyeri kepala dengan epilepsi lobus temporal menemukan bahwa nyeri kepala peri iktal terjadi ipsilateral dengan onset serangan kejang pada 90% kasus, dan biasanya didukung oleh kriteria diagnostik migren.

PATOFISIOLOGI

Otak terdiri dari jutaan neuron penghubung yang saling berhubungan.Pada umumnya hubungan antar neuron terjalin dengan impuls listrik dan dengan bantuan zat kimia yang secara umum disebut neurotransmitter. Hasil akhir dari hubungan antar neuron ini tergantung pada fungsi dasar neuron tersebut. Dalam keadaan normal lalu lintas impuls antar neuron berlangsung dengan cepat, terusmerus dan lancar. Namun demikian bila saraf bereaksi secara abnormal, akan terjadi keadaan dimana mekanisme otak yang mengatur proses komunikasi antara saraf dan otak terganggu.(Mutiawati, 2008)

Zat yang diketahui mempengaruhi mekanisme pengaturan ini adalah glutamat (mendorong kearah aktifitas berlebihan) dan kelompok GABA (=gammaaminobutyric acid, bersifat menghambat). (Mutiawati, 2008)

DAFTAR PUSTAKA

Shorvon S. Handbook of epilepsy treatment. Oxford:Blackwell science Ltd:2000.

Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Pedoman tatalaksana epilepsi. Edisi ketiga. Jakarta:PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM:2008.

Silberstein SD, Lipton RB, Haut S. Migraine. Dalam:Engel Jr J, Pedley TA (eds). Epilepsy: a comprehensive textbook. 2nd ed(3). Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins:2008:2733-2744.

Evans RW, Mathew NT. Handbook of headache. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins:2005

Monty, P., Satiadarma, A. 2003. Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kesepian. Suatu Studi Pada Penderita Stroke Berat. Abstrak Penelitian. Fakultas PsikologiUniversitas Tarumanegara.

Helmi, A. F., Handayani M. M., Ratnawati S., 1998. Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri. Jurnal Psikologi, 2, 47-48.

Pedoman Penggolongan diagnostic Gangguan Jiwa. 2002. Editor oleh Rusli Salim. Jakarta

Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi I.Surabaya : Airlangga University Press; 2005.

Marpaung V. Depresi Pada Penderita Epilepsi Umum Dengan Kejang Tonik Klonik Dan Epilepsi Parsial Sederhana. Medan : Bagian Psikiatri Universitas Sumatera Utara ; 2003.

Paryono, Meilala L., Asmedi A. 2003. Oxcarbazepin Sebagai Terapi Epilepsi Parsial Refrakter. Berkala Neurosains, vol 4 No. 3, 169.

Depkes. 2006. 1,4 Juta Penduduk Indonesia Mengidap Epilepsi. 2008, 16 Januari [online]. Diambil dari:

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2237&Itemid=2 .

Pinzon, R., Harsono., Rusdi, I. 2005. Faktor Prediktor Remisi Epilepsi Dengan Bangkitan

Konvulsif Onset Anak-Anak Dan Dewasa Muda. Berkala Neurosains, vol 6 No.3,

143-144.

Neurological disorder : public health challenges. World Health Organization 2006; 56– 67.

WHO. Epilepsy: epidemiology, etiology, and prognosis. WHO Fact Sheet No. 165, 2001.

Sperber EF, Veliskova J, Germano IM, Friedman LK, Mosche. Age-dependent Vulnerability to seizures. Adv Neurol 1999; 79 : 161 – 9.

FogarasiA,TuxhornI,JanszkyJ,JanszkyI,RásonyiG,KelemenA,HalászP.AgeDependent Seizure Semiology in Temporal Lobe Epilepsy.Epilepsia 2007; 48(9) : 1697 -1702.

Pinzon R. Karakteristik Epidemiologi Onset Anak-Anak; Telaah Pustaka Terkini. Dexa Media 2006; 19(3) : 131 – 3.

Arzimanoglov A, Guerrini R, Aicardi J. AICARDI’S Epilepsy in children. Lippincott Williams & Wilkins; 2004.

Serdaroglu A, Ozkan S, Aydin K, Gücüyener K, Tezcan S, Aycan S. Prevalence of Epilepsy in Turkish Children Between the Ages of 0 and 16 Years. Journal of Child Neurology 2004;19(4) : 271-274.

Brodie MJ, Schachter SC. Fast fact epilepsy. 2nd ed. Oxford : Health Press Ltd; 2001.

Widodo DP. Kejang pada bayi baru lahir. Pertemuan Nasional-1 Epilepsi 2004;156-63

Hiyoshi T, Yagi K. Epilepsy in Elderly. Epilepsia 41(Suppl. 9) 2000: 31 – 35.

Manus RM. Cause Mostly Unknown : Epidemiologist Hauser Traces Roots of Epilepsy [cited 2002Aug 20].AvailablefromURL: http://www.nih.gov/news/NIHRecord/08_20_2002/story01.htm.

Christensen J, Kjeldsen MJ, Andersen H, Friis ML, Sidenius P. Gender Differences in Epilepsy. Epilepsia 2005; 46(6) : 956–960.

Tan CT. Antiepileptic drug management of seizure and epilepsy in elderly. Pertemuan Nasional-2 Epilepsi 2007; 110.

Yunus S. Epilepsy : Comorbidity in the elderly patient. Pertemuan Nasional-2 Epilepsi 2007; 112.

Vélez L, Selwa LM. Seizure Disorders in the Elderly . American Family Physician 2003; 67(2) :325 – 332.

Kwong KL, Chak WK, Wong SN, So KT. Epidemiology of childhood epilepsy in a cohort of 309 Chinese children. Pediatric neurology 2001; 24(4): 276 – 282.

ChadwickDW.Adultonsetepilepsies[cited2005september].AvailablefromURL: http://www.e-epilepsy.org.uk/pages/articles/show_article.cfm.htm.

Samatra DPG P. Epilepsi pada usia lanjut. Pertemuan Nasional-1 Epilepsi 2004; 144 – 8.

Lumbantobing SM. Epilepsi (Ayan). Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

Nowack WJ, First Seizure in Adulthood. Diagnosis and Treatmenr [diakses 1 November 2012]. Available from URL : http://www.emedicine.com/neuro/topic595.htm.

Gofir, A., Wibowo, S., 2006. Obat Antiepilepsi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press

Mutiawati E. In Depth : Epilepsi. Dalam : Majalah Aide Medicine Internationale – Mental Health. Edisi 9. Jakarta : Samantha Maurin & Chloé Forette; 2008.

Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi I.Surabaya : Airlangga University Press; 2005.

Mutiawati E. In Depth : Epilepsi. Dalam : Majalah Aide MedicineInternationale – Mental Health. Edisi 9. Jakarta : Samantha Maurin & Chloé Forette; 2008.

Elger C, Schmidt D. Modern Management of epilepsy : A practical approach. Science Direct. 2008. 12:501-539

Harsono. Epilepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2001.

Panayiotopoulos, CP. The Epilepsies : Seizures, Syndrome, and Management. 2005.

Roger J, Bureau M, Dravet C, Genton P, Tassinari CA, Wolf P. Epileptic Syndromes in infancy, Childhood, and Adolescence. John Libebey . 2002.

Pellock JM, Bourgeois BFD, Dodson, WE. Pediatric E. Pediatric Epilepsy. 2008

Wallace, S. Epilepsy In Children. Chapman and Hall Medical :1996

Enggel Jerome JR, Pedley TA. Epilepsy : A Comprehensive Textbook. Wolters Kluwer. 2008




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline